Mohon tunggu...
TauRa
TauRa Mohon Tunggu... Konsultan - Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Rabbani Motivator, Leadership and Sales Expert and Motivational Public Speaker. Instagram : @taura_man Twitter : Taufik_rachman Youtube : RUBI (Ruang Belajar dan Inspirasi) email : taura_man2000@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Lemah Itu Biasa, "Melemahkan" Justru yang Buruk

25 Januari 2021   22:02 Diperbarui: 29 Januari 2021   20:42 1393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah di antara kita semua, sahabat "The New You" yang merasa tidak punya kelemahan? Apakah Anda sudah merasa super dalam segala hal? Okelah. Anggap Anda sebagai Penulis, apakah Anda bisa membuat puisi? mungkin bisa. Apakah Anda bisa membuat jurnal tentang bahasa? mungkin bisa, meskipun mungkin semakin sedikit jumlah orang yang mampu.

Jika kita melompat lebih jauh, apakah Anda sebagai Penulis bisa merancang bangunan? Silakan jawab sendiri. Begitu juga jika Anda seorang Penyanyi. Apakah Anda bisa melukis? entahlah. 

Kalau Anda seorang Petani, apakah Anda bisa membetulkan genteng? bisa jadi. Apakah Anda mampu membetulkan bak mandi yang bocor? belum tentu. Atau apakah Anda bisa berbicara di depan orang banyak dengan cara mengagumkan? entahlah, hanya Petani yang bisa menjawabnya.

Singkatnya, siapapun kita, pasti punya "kelemahan" dalam satu atau banyak hal, terlepas kita punya kemampuan dalam satu atau beberapa hal. Itulah kenapa kita butuh orang lain, butuh kolaborasi (silakan baca lagi, karena sudah saya bahas pada tulisan sebelumnya) dan sebagainya. Intinya, kita adalah makhluk yang "lemah", dalam aspek pembahasan kali ini. 

Lalu apakah ada yang perlu kita khawatirkan dengan kelemahan kita itu? saya harus mengatakan, tidak. Tapi apakah ada hal yang lebih menghawatirkan di banding mengetahui kelemahan kita? jawabnya ada.

Ya, ia adalah pribadi "melemahkan". Kalau pribadi lemah hanya menyadari seutuhnya kalau dia punya kelemahan tertentu, maka pribadi "melemahkan" adalah dia yang tidak sadar akan kelemahannya (bisa juga sedikit sadar), tapi justru menarik, mengajak dan memaksa orang lain untuk masuk ke dalam lingkaran kelemahannya itu. Dan sayangnya, banyak orang yang bisa masuk ke dalam ajakannya itu dengan berbagai alasan.

Ini adalah pribadi yang lebih dari layak untuk kita hindari, jauhi, meski sebelumnya kita perlu mengajaknya kembali ke rel yang lebih baik. Lalu muncul pertanyaan, Pribadi yang "melemahkan" apa saja yang wajib kita hindari, dari sekian banyak "melemahkan" yang dia lakukan?

Minimal ada 3 hal "melemahkan" yang harus kita hindari (dari sekian banyak pelemahan yang dilakukannya) dari pribadi yang gemar "melemahkan" ini.

1. Pribadi yang "Melemahkan" Iman

Dulu, ketika saya masih bekerja di sebuah perusahaan, ada seorang teman bercerita kalau ia mulai besok ingin mengganti penampilannya dengan menggunakan kerudung.

Tapi ada yang dia khawatirkan, yaitu jika teman-teman kantor yang lain meledeknya dan seterusnya. Saya yang juga satu kantor dengannya dengan enteng menjawab, "tenang, aku akan jadi orang pertama yang mendukungmu, bahkan jika ada orang yang melemahkan niat baikmu"

Singkatnya, dia mulai menggunakan penampilan barunya itu dengan banyak ledekan dan dia alhamdulillah mampu melewati semua itu. Ya, pribadi "melemahkan" ini akan terus ada. Tapi jika sudah melemahkan kita untuk meningkatkan iman kepada Allah, sang Pencipta, maka teman itu lebih dari layak untuk kita jauhi.

Bukankah teman sejati adalah mereka yang mendukung kita menjadi lebih baik dalam hal keimanan? Meskipun banyak yang menganggap kalau ledekan itu adalah candaan, tapi apakah dia sadar kalau candaan itu bisa melukai dan melemahkan orang yang dicandai itu?

Hati-hati, teman. Jangan pernah melemahkan seseorang yang ingin meningkatkan imannya kepada sang Pencipta, atau teman itu lebih dari layak untuk kita delete dari kamus pertemanan kita.

2. Pribadi yang "Melemahkan" Mimpi

Ketika kita menceritakan mimpi kita kepada orang lain, apakah teman dan seterusnya, lalu ada yang menganggap mimpi kita itu mustahil dicapai, mungkin Anda perlu berpikir ulang untuk bergaul dengan orang semacam ini.

Apakah dulu pernah terpikirkan oleh kita kalau ada seorang Presiden yang mulanya adalah seorang pengusaha mebel? jangankan oleh kita, bahkan (mungkin), orang yang mengalaminya saja tidak pernah berpikir tentang itu. 

Lalu kenapa kita dengan mudah "melemahkan" mimpi seseorang yang ingin menjadi menteri (misalnya), menjadi pengusaha kuliner sukses dan lain sebagainya.

Pribadi yang "melemahkan" mimpi kita, sejatinya adalah mereka yang memang tidak punya mimpi. Karena mereka tidak punya mimpi, makanya mereka mengajak kita masuk ke dalam lingkaran "kelemahan" mereka itu.

Ya, tugas kita adalah menjauhi pribadi ini. Kecuali jika Anda memang masih ragu dengan mimpi yang Anda canangkan selama ini.

3. Pribadi yang "Melemahkan" Kebaikan

Seorang teman pernah memberikan sumbangan sekian rupiah untuk sebuah kegiatan amal. Tidak lama kemudian, dia bercerita kalau si A (teman yang lain) berkata, "Sudahlah, kalau memang belum mampu menyumbang, tidak usah dipaksakan.."

Haloooo...! Apa salahnya orang menyumbang sekian rupiah? Bisa jadi 10 ribu bagi mereka yang berkehidupan sederhana jauh lebih besar nilainya di mata Tuhan di banding 1 juta bagi mereka yang bergelimangan harta.

Ingat, bukan tugas kita menghakimi orang lain dengan apa yang dilakukannya. Cukup Allah yang berhak memberikan semua penilaian itu. Penilaian manusia itu semu, penilaian Allah lah yang hakiki dan benar.

Jadi, jika bertemu orang yang "melemahkan" kita dalam hal kebaikan, maka segeralah berpaling dan tetap fokus pada kebaikan yang sedang kita lakukan, apapun bentuk kebaikan itu.

***

Bagaimana dengan Anda, pernahkan Anda menemukan orang semacam ini? Atau jangan-jangan kita termasuk orang yang melemahkan semacam ini? ada baiknya sebelum kita melihat keluar, maka lihat dulu di dalam diri kita. Setelah itu, silakan Anda putuskan langkah selanjutnya.

Semoga bermanfaat
Salam bahagia
Be The New You

TauRa
Rabbani Motivator

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun