Mohon tunggu...
TauRa
TauRa Mohon Tunggu... Konsultan - Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Rabbani Motivator, Leadership and Sales Expert and Motivational Public Speaker. Instagram : @taura_man Twitter : Taufik_rachman Youtube : RUBI (Ruang Belajar dan Inspirasi) email : taura_man2000@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ini 3 Kiat Ampuh Menaja Kurikulum Kehidupan Keluarga

14 November 2020   06:09 Diperbarui: 14 November 2020   06:32 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayah harus mengambil peran dalam merancang kurikulum keluarga (pegipegi.com)


"Kau akan tahu banyaknya lubang di rumahmu hanya dengan melihat rumah itu dari luar, bukan dari dalam" (TauRa)

Pada bahasan yang lalu, kita sudah bicara bagaimana kita harus menjadikan posisi kita sebagai rektor terhadap kehidupan keluarga kita. 

(baca : Jadilah rektor, jangan pengekor). 

Kali ini kita akan masuk ke teknis "bagaimana" nya, dan ini tentu saja sangat penting untuk kita pahami.

Dalam sebuah keluarga inti, minimal ada ayah, ibu dan anak. Setiap orang seharusnya punya kurikulum sendiri dalam hidupnya. Dan siapa yang harusnya merancang itu? Anda. Ya, Anda sebagai kepala keluarga. Karena Anda pada akhirnya yang akan dimintai pertanggungjawaban tentang seberapa baik kualitas keluarga Anda, tidak hanya di dunia, tetapi lebih dahsyat di akhirat kelak.

Dalam sebuah diskusi ilmiah, ketika semua orang sibuk "menyalahkan" pemerintah yang dianggap "gagal" mengelola negara sebesar ini, saya justru menyoroti peran keluarga yang belum optimal dalam membangun kurikulum kehidupannya masing-masing. 

Argumen saya saat itu memang menjadi satu-satunya yang "keluar" dari zona nyaman para hadirin di ruangan itu. Bahkan, setelah acara selesai, salah seorang peserta yang merasa belum puas dengan diskusi itu mendatangi saya untuk mencari tahu lebih dalam mengapa saya berargumen seperti itu.

Singkatnya, saya menyampaikan persis dengan kalimat indah yang saya tuliskan di awal. Kita terkadang terlalu sibuk melihat keluar, dan jarang melihat ke dalam. Padahal situasi di dalam "rumah" kita sudah sangat bobrok dan perlu segera direnovasi. 

Lalu, bagaimana caranya menggagas kurikulum keluarga itu? berikut akan coba kita uraikan langkah-langkahnya. Harapannya tentu saja, kita bisa lebih melihat ke dalam keluarga kita, sebelum kita mulai lebih jauh mengomentari apa yang kita lihat di luar (meskipun boleh saja dan tidak ada larangan untuk itu selama dalam aturan yang ada). Berikut adalah langkahnya.


1. Mulai Dengan Impian Anda Untuk Keluarga Anda

Sebaiknya sebelum menikah, hal ini sudah di rancang. Tetapi kalau belum, maka sekarang adalah saat yang tepat merancangnya. Apa yang Anda bayangkan untuk diri Anda dalam waktu 20 tahun dari sekarang? Anda ingin Anak Anda punya kemampuan apa dalam 17 tahun yang akan datang? Anda ingin istri Anda punya kemampuan apa saja dalam 10 tahun yang akan datang?

Saya tidak bisa membayangkan, kalau setiap keluarga punya visi seperti ini, maka akan menjadi seperti apa Indonesia 10-15 tahun lagi. 

"Iya, tapi saya kan sekarang sudah terlanjur susah, pendidikan rendah...."

"Iya, tapi saya kan dari keluarga tidak mampu, mana mungkin bisa...

"Iya, tapi saya kan tidak punya modal untuk memulai usaha ini...."

Mungkin ada banyak hal lagi yang mungkin keluar dari pikiran dan alasan banyak orang.

Begini teman, semoga kalimat indah dari Albert Einstein ini bisa menyengat kita.

"Dengan logika, Anda bisa pergi dari A menuju B. Tetapi dengan imajinasi, Anda bisa pergi dari A menuju kemanapun yang Anda mau"

Kalau dengan membayangkan dan merancang impian di masa depan saja banyak orang yang takut, lalu bagaimana mungkin orang-orang itu bisa mengubah mimpi keluarganya di masa depan?

Ingat teman, satu-satunya hal yang bisa pergi kemana-mana tanpa fisik kita mengikutinya adalah imajinasi. Hari ini kita mungkin di Tegal secara fisik, tetapi imajinasi kita bisa saja sedang berada di New York, di Selandia Baru atau mungkin di Kanada. Ini lah yang coba diilustrasikan oleh Albert Einstein dengan kalimat bijaknya di atas.

Nah, jika begitu, maka tidak ada salahnya kalau kita berlatih dan mencoba apa yang diresepkan oleh Einstein ini. Mulailah rancang impian keluarga Anda apapun kondisi Anda saat ini.

Anda bisa memulainya dari Anak Anda (misalnya). Anda ingin dia menguasai apa dalam 10 tahun ini. Kalau Anda inginkan dia menjadi penghafal Al-Quran (misalnya), maka buat suasana di rumah Anda qurani. Perdengarkan Al-quran selalu, mulai ajarkan dia membaca Al-quran dan begitu selanjutnya. Yakinlah, dengan waktu 10 tahun, jika Anda serius dan fokus (dan berdoa pada Allah), maka impian Anda untuk melihat anak Anda bisa menghafal Al-quran akan terjadi.

Begitu juga jika Anda ingin anak Anda menjadi penyanyi dalam 10 tahun ke depan. Ajak dia mulai mencintai musik, perdengarkan selalu musik di rumah, mulai ikutkan sekolah vokal dan musik dan begitu selanjutnya. Apalagi jika memang dia sudah punya dasar suara yang bagus, maka akan semakin mudah untuk mencapai impian Anda untuk nya dalam 10 tahun kemudian. 

Tetapi ingat, rancangan mimpi Anda untuk anak Anda tentu saja lebih baik jika bisa disesuaikan dengan bakatnya agar ia lebih menikmati prosesnya dan tidak terkesan dipaksa. Kecuali impian yang Anda anggap tetap butuh "paksaan" untuk mencapainya.

Begitu juga untuk istri/suami Anda dan diri Anda sendiri. Rancanglah dari sekarang dan Anda akan menemukan diri Anda dan keluarga akan bertumbuh setiap hari.


2. Mulai Dengan Melakukan Hal Kecil

Setelah kurikulum dirancang dengan detail (apakah dibuat pertahun, perlima tahun, persepuluh tahun dan sebagainya), maka mulai jalankan langkah-langkah kecil harian untuk mencapainya.

Anda tentu tidak mungkin membangun sebuah gedung tanpa mulai meletakkan batu pertama kan? Nah, sama, Impian dan rencana yang besar juga tidak bisa dicapai tanpa menyelesaikan kurikulum harian yang rutin di lakukan.

Penyanyi yang hebat hari ini, butuh menghabiskan waktu 6-8 jam sehari untuk berlatih. Padahal dia sudah menjadi penyanyi papan atas, lalu bagaimana mungkin kita jadi penyanyi level atas hanya dengan berlatih 1 jam perhari, apalagi tanpa bakat alami?

Semua hal perlu dimulai dengan langkah pertama. Lakukan saja langkah kecil harian itu meski kadang prosesnya tidak mudah dan terkadang muncul kejenuhan. Tetapi tetap lakukan saja dan fokus melakukannya. Anda akan kaget dengan hasilnya kelak.


3. Konsisten

Hal ini mudah dikatakan tetapi sulit dilakukan. Konsisten adalah kata kuncinya. Setelah kurikulum dirancang, dan mulai dengan langkah kecil setiap hari, maka lakukanlah secara rutin dan konsisten hal kecil itu untuk mencapai kurikulum keluarga yang sudah dirancang.

Mudah? tidak. Perlu kesabaran? Iya. Perlu perjuangan? banget. Perlu airmata? Terkadang. Terkadang ada orang yang hanya butuh 1 tahun untuk mencapai kurikulum impian keluarganya. Ada orang yang butuh waktu 5 tahun dan begitu seterusnya.

Setiap orang bisa saja membutuhkan waktu yang berbeda untuk impian dan kurikulum kehidupan yang hampir sama. Tetap konsisten dan bersabar dalam proses mencapai kurikulum yang sudah dirancang itu, lalu perhatikan apa yang akan terjadi.

*****

Dengan merancang kurikulum kehidupan keluarga saja, terkadang banyak hal yang belum bisa tercapai sesuai kurikulum, apalagi jika Anda tidak merancangnya. Tetapi minimal, bagi yang merancangnya, akan sedikit lebih jelas arah keluarga yang ingin ditujunya. Bukankah selalu lebih baik berjalan ke arah yang jelas di banding arah yang tidak jelas?

Jika sudah mulai jelas arah yang kita tuju bersama keluarga dengan kurikulum yang dirancang, maka (Inya Allah) akan semakin baik arah kehidupan kita kelak. Ingat, merancang selalu lebih baik di banding tidak, sebagaimana punya arah kehidupan yang jelas selalu lebih baik di banding tidak.

Jadilah pahlawan untuk keluarga Anda dengan merancang kurikulum kehidupan Anda dan keluarga. Semoga niat kita semua dimudahkan oleh yang maha kuasa.

Semoga bermanfaat

Salam

Be The New You

TauRa

Rabbani Motivator

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun