Tunda Pilkada adalah solusi cepat yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah, atau minimal mengurangi kencangnya laju penyebaran wabah yang terjadi saat ini. Tetapi benar kah itu satu-satunya cara? Jika iya, maka sebaiknya itu dilakukan. Tetapi jika tidak, maka itu juga pilihan yang punya konsekuensi logis.
Menunda Pilkada sama dengan "miskin". Itu yang coba akan kita uraikan sesaat lagi. Tetapi sebelum kesana, saya ingin mengajak kita melihat beberapa hal yang bisa ditangani tanpa "ditunda" dengan pendekatan yang berbeda.
Sekolah dan Kuliah misalnya. Apakah ditunda? apakah pendidikan bisa ditunda akibat sebuah wabah? Tidak. Buktinya setiap orang tetap bisa merasakan pendidikan di tengah wabah saat ini. Ya, pendidikan harus tetap lanjut tanpa ada penundaan. Yang diubah adalah metode atau approach nya. Jika sebelumnya dilakukan melalui tatap muka, maka sekarang diubah menjadi secara virtual.
Pendidikannya tetap lanjut, tetapi pendekatannya diubah. Target nya masih sama, caranya diubah. Terlepas dari kontroversi yang ada didalamnya, tetapi yang jelas metode ini sudah berjalan beberapa bulan dan perlahan banyak kendala sudah mulai teratasi.
Contoh lainnya adalah bekerja di kantor. Jika selama ini bekerja secara live di kantor, maka sekarang dilakukan dengan metode work from home atau bekerja di rumah. Esensi bekerjanya sama, meski cara dan pendekatannya berbeda. Tujuannya tetap sama yaitu mencapai target yang sudah ditentukan perusahaan.
Rasanya dua contoh ini sudah cukup mewakili dan bisa dijadikan argumen awal kenapa Pilkada tetap harus dilanjutan. Pilkada nya tetap sama, tetapi pendekatan dan caranya silakan disesuaikan dengan cara yang sesuai dengan situasi yang ada, itu intinya.
Kenapa? karena kepemimpinan di sebuah kota atau kabupaten terlalu "riskan" untuk hanya dijabat seorang dengan label Pjs atau Pj atau sejenisnya. Sebuah daerah butuh pemimpin yang definitif agar dapat mengeluarkan kebijakan yang definitif pula, termasuk kebijakan terkait penanganan wabah dan sebagainya.
Lalu kenapa menunda Pilkada sama dengan "miskin" sesuai dengan judul di atas?
Ya, jika Pilkada ditunda, maka itu sama dengan miskin kreativitas. Menunda hanya mengundur waktu pelaksanaan. Tidak ada jaminan kalau wabah ini akan berlalu cepat (kita tetap berdoa agar secepatnya berlalu). Pertanyaannya, bagaimana kalau wabah ini terus akan ada? sampai berapa lama akan ditunda? apakah kekosongan kepemimpinan di suatu wilayah tidak termasuk hal yang mendesak untuk dipenuhi?
Kita harus ingat, tentu kita punya argumentasi kenapa harus Pilkada ditunda. Tetapi pemerintah juga punya argumentasi kenapa Pilkada harus tetap dilanjutkan dengan agenda yang sudah ditentukan. Adalah hal yang lebih penting dibanding sekadar menunda yaitu menggunakan kreativitas Pemerintah untuk bagaimana caranya tetap melaksanakan Pilkada, tetapi dengan keamanan dan protokol kesehatan yang tetap dijalankan.
Pemerintah punya kuasa membuat aturan. KPU pun punya ruang untuk berkreasi dan membuat peraturan KPU (jika perlu). Lalu apalagi yang perlu terlalu dikhawatirkan? Ini hanya tentang miskin kreativitas.
Mumpung masih ada waktu, maka Pemerintah perlu berkreasi untuk menyambut Pilkada jika memang tetap dilaksanakan sesuai jadual. Gunakan pendekatan yang sesuai dengan situasi yang ada, sampaikan argumentasinya kepada masyarakat, kalau kemudian tetap ada yang kontra, maka tenang lah, lanjutkan perjuangan, karena masyarakat butuh pemimpin yang definitif untuk menentukan kebijakan di daerah nya.Â
Selalu lah ingat, akan selalu ada dua sisi dalam hidup ini, dan tidak perlu khawatir tentang hal itu.
Semoga bermanfaat
Be The New You
TauRa
Rabbani Motivator
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H