Seorang teman setengah mengeluh kenapa PSBB diberlakukan kembali (padahal tidak pernah di cabut, hanya dilonggarkan dengan istilah transisi). Padahal dia selalu disiplin menggunakan masker, bawa hand sanitizer dan sering cuci tangan dan sebagainya. Dia juga sudah mulai nyaman ketika bisa kembali masuk ke kantor meski dengan aturan yang berbeda dari sebelumnya terkait protokol kesehatan.
Sekilas mungkin tidak ada yang salah dengan "keluhan" itu bagi orang yang memang disiplin menjalankan aturan dari pemerintah. Tetapi bagaimana dengan yang lain? Anies bahkan sampai harus datang sendiri ke sebuah kafe untuk membubarkan orang yang ada di sana karena berkumpul dan tidak menerapkan protokol kesehatan. Bukan kah ini adalah miniatur kecil bahwa masih banyak di antara kita yang abai, cuek dan bandel dengan protokol kesehatan yang sudah dianjurkan.
Pemerintah tentu menghargai bagi warga DKI yang menerapkan protokol kesehatan dengan baik, tetapi jika sudah bicara tentang aturan dan kemaslahatan warga satu provinsi, maka dia harus mengambil kebijakan makro, yang tidak hanya memikirkan individu, tetapi harus berpikir untuk kesejahteraan dan keselamatan seluruh warganya. Itu lah salah satu tugas pemimpin yaitu bisa melihat secara makro dan mengambil kebijakan strategis di banding hanya sekadar "memperhatikan" kepentingan pribadi.
Lalu muncul pernyataan lain dari oknum tertentu, misalnya, "Tapi nanti kalau diberlakukan lagi PSBB di DKI, maka harga IHSG akan terkoreksi dan rupiah juga jangan-jangan bisa melemah.."
Sederhana saja, kalau Kau di tampar oleh temanmu (baik sengaja atau tidak), apa reaksimu? Marah? wajar. Membalas? silakan. Bertanya dulu kenapa dia melakukan? boleh. Sabar? Pilihan. atau opsi-opsi lainnya yang mungkin bisa kau ambil setelah mengetahui duduk permasalahannya secara utuh.Â
Nah, sama saja, ketika Anies menginstruksikan untuk PSBB seperti awal lagi, pasar punya pilihan, apakah terkoreksi (karena khawatir tentang stabilitas investasi makanya banyak terjadi penjualan saham, misalnya) atau sebaliknya. Ini kan sesuatu yang sifatnya reaktif, tidak bisa serta merta dikaitkan dengan sebuah kebijakan, meskipun mungkin ada kaitannya.Â
Tapi minimal, pasar punya opsi-opsi itu. Kalau ada yang kemudian mengaitkan kebijakan PSBB dengan terkoreksinya IHSG dan lain sebagainya, bisa jadi itu bagian dari penggiringan opini oknum tertentu untuk menjatuhkan kredibilitas oknum lain agar dianggap tidak kredibel dalam memimpin dan lain sebagainya.
Poin pentingnya adalah, jangan semua hal yang terjadi (khususnya yang dianggap tidak baik), seolah-olah itu adalah salah Anies (contohnya). Nanti listrik mati di rumahmu, maka salah dia. Ban bocor mobilmu juga salah dia, apapun yang buruk yang menimpamu, apakah juga salah dia? kesesatan berpikir ini bisa jadi akibat kita terlalu banyak membaca hal-hal negatif tentang seseorang.Â
Jangan terlalu banyak membaca harian tentang kriminal sehingga membuatmu takut melakukan apa-apa dan mudah menuduh orang lain dengan hal yang buruk. Tetapi sekali-kali bacalah tentang kesuksesan hidup, kisah sukses, negara maju dan berkembang, ciri pemimpin yang baik dan lain sebagainya. Sehingga pada akhirnya pilihan referensi kita akan lebih kaya dan pada saat bersamaan pola pikir kita akan berubah menjadi lebih baik.
Di akhir perbincangan saya menyampaikan ke teman yang mengeluh tadi,
"Kalau semua orang di Jakarta sepertimu, mungkin tidak akan Kembali PSBBÂ seperti hari ini. Tetapi sayangnya, semua orang berbeda, dan PSBB harus dilakukan untuk kebaikan bersama. PSBB bukan untuk Anies, tapi ini untuk kebaikan semua warga DKI"
Semoga bermanfaat
Be The New You
TauRa
Rabbani Motivator dan Penulis Buku Motivasi "The New You"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H