Dalam sebuah pelatihan yang saya bawakan, kebetulan materinya sedikit menyinggung tentang kesetiaan dalam hidup, termasuk kesetiaan dalam pekerjaan dan sedikit menyerempet ke kesetiaan dalam hubungan, termasuk rumah tangga.
Tiba-tiba seorang peserta menginterupsi dan bertanya sembari setengah curhat tentang rumah tangga yang menjadi topik pertanyaannya (saya membiarkannya karena bertepatan dengan lunch break) dan peserta lain sudah membubarkan diri.
Singkatnya, beliau berkesimpulan kalau cerai adalah solusi yang harus diambil dalam situasi yang diceritakannya itu. Bagaimana morat-marit ekonomi, kemalasan marajalela, ketidakhormatan muncul, ketidakserasian memuncak hingga tidak ada solusi lain melainkan cerai, cerai dan cerai.
Setelah menumpahkan semua aspirasinya, beliau meminta saya untuk berpendapat, apa pendapat bapak? tanya beliau singkat.
Sebelum menjawab saya bertanya kembali,Â
"Pak, apa yang dulu yang membuat bapak mempersunting istri bapak..?" tanya saya santun
"Dulu istri saya sangat baik, ramah, manis, menyayangi saya dan pokoknya saya pikir adalah sosok yang sangat ideal lah,," jawab si bapak
"Lalu, kemana semua baik, ramah, manis, penyayang dan semuanya itu yang dimiliki istri bapak..?" tanya saya lagi.
"Itu lah yang saya gak tahu, hilang semuanya setelah menikah 15 tahun ini.." balas si Bapak.
"Apa bapak pernah bertanya ke Ibu, apa yang dia bayangkan tentang bapak 15 tahun yang lalu dan sekarang ini..?" tanya saya lagi.