Setiap orang sejatinya adalah brand untuk dirinya sendiri. Dan setiap orang juga selalu berusaha membangun suatu citra tertentu terhadap dirinya dan memasarkannya kepada orang lain. Ada yang membangun citra dirinya sebagai seorang Penulis, ada yang membangun dan menjual citra dirinya sebagai seorang ahli di bidang ini dan itu dan seterusnya.Â
Tentu saja semua berhak mengklaim dan membangun citra terhadap dirinya dan bagaimana dia ingin dikenal oleh orang banyak. Kalau kemudian orang lain yang membaca,mengetahui,dan mungkin menolak atau mengakui citra yang dibangun, tentu itu adalah persoalan lain.
Sebagai seorang pemimpin (ingat rumus di tulisan saya leadership series sebelumnya kalau setiap kita adalah pemimpin), tentu membangun personal branding yang mumpuni dan berkualitas adalah suatu keniscayaan. Tetapi yang paling penting harus diingat tentu saja adalah satu nya kata, perbuatan dan hati dari si pelaku personal branding itu.
Personal branding adalah sebuah seni sebagaimana juga melukis. Perlu pengetahuan dan aspek mana yang harus di branding agar tidak berlebihan atau tidak kekurangan, sehingga hasil akhirnya tentu saja sesuai dengan harapan si pemilik brand itu. Berikut ini adalah pondasi dari personal branding yang harus dilakukan agar brand diri kita bisa dijual sesuai dengan keinginan kita.
1. Personal Proof
Pondasi awal yang harus dibangun dalam seni personal branding adalah yang berkaitan dengan personal proof atau bukti pribadi. Jika kita seorang ahli kecantikan (misalnya), maka apa buktinya kita ahli kecantikan itu? apakah kita sudah berlisensi? Apakah pendidikan kita memang di bidang kecantikan itu?
kalau brand yang kita bangun adalah seorang ahli kecantikan, dan kuliah kita adalah di bidang IT, maka wajar kalau kita sepi peminat, meskipun kita sudah berusaha keras saat ini untuk menguasai bidang kecantikan. Pendidikan adalah salah satu aspek penting untuk menguatkan personal proof kita.
Masyarakat tentu akan mempertanyakan (minimal dalam hatinya) apakah benar si anu itu adalah ahli kecantikan..? Hal ini wajar terjadi karena pembuktian kita secara personal tidak cukup untuk meyakinkan pemirsa sekalian kalau kita adalah ahli di bidang itu. Sebaiknya putar arah dan kembali ke jalan yang seharusnya atau kita akan butuh waktu yang sangat lama untuk bisa meyakinkan orang tentang branding baru yang kita bangun dan ini pun belum tentu berhasil.
2. Social Proof
Pembuktian sosial atau social proof adalah tentang bagaimana orang lain menjamin kualitas dan kapasitas Anda di bidang yang Anda brandingkan itu.Â
Contoh ahli kecantikan tadi, Bisa jadi follower kita di sosial media yang menyuarakan kualitas kita sebagai ahli kecantikan yang bagus dan direkomendasikan, atau referensi orang lain terhadap kualitas kita karena sudah pernah kita bantu dan ternyata terbukti lebih cantik, atau bukti pekerjaan yang sedang Anda lakukan bisa Anda publikasikan di sosial media Anda sebagai bukti kalau Anda memang seorang ahli kecantikan dan begitu seterusnya.
Bukti sosial ini terkadang bisa lebih dominan dibanding sekadar bukti pribadi, karena dia sudah melibatkan orang lain dalam kesuksesan membangun brandingnya. Semakin kuat jika bukti sosial ditunjang dengan bukti pribadi yang mumpuni, artinya Anda sudah berhasil membangun branding yang bagus terhadap diri Anda.