Pada suatu kesempatan saya berkunjung ke seorang rekan senior di kantornya. Beliau bercerita kalau akan melakukan meeting penting beberapa hari lagi. Tetapi yang menjadi pikiran beliau adalah setiap kali meeting, entah kenapa selalu saja ada yang "melebarkan" meeting itu menjadi tidak karuan, awalnya fokus, tetapi lama-lama menjadi melebar dan terkadang kehilangan esensi dari meeting nya. Saya mendengar cerita beliau dengan fokus.
Setelah bercerita panjang lebar, tiba-tiba beliau menanyakan ke saya apa yang mesti saya lakukan agar hal seperti ini tidak terjadi lagi. Saya awalnya "menolak" memberikan komentar karena tentu saja "kurang sopan" seorang junior memberi saran kepada orang yang sudah berpengalaman luas sampai akhirnya beliau "mendesak" dan saya mencoba memberikan sedikit "masukan kecil" ke beliau.
Saya lalu menjabarkan apa yang mesti dilakukan mulai dari persiapan pre-meeting (apa yang harus dilakukan), during meetting dan post-meeting (apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya) dan saya menuliskannya dengan detail di white board beliau. Beliau lalu menepuk pundak saya dan mengatakan :Â
"Bagaimana caranya bisa menjadi Generalis seperti kamu, yang tahu banyak hal, padahal sebenarnya yang saya tahu kamu adalah "Spesialis" di bidang mu saat ini..?" tanya beliau.
"Pak, saya hanya seorang pembelajar, mungkin Generalis, tetapi belum sampai ke Spesialis"Â Jawab saya sambil tersenyum ke beliau.
Kami berdua tertawa bersama.
_______
Menjadi Generalis pada saat kita dianggap Spesialis adalah sebuah pilihan sebagaimana kita juga bisa menjadi Spesialis yang Generalis. Tentu ada konsekuensi dari keduanya. Seorang dokter Spesialis Anak (contohnya), juga tidak ada larangan untuk mengambil Spesialis kandungan.Â
Tetapi pada akhirnya akan memunculkan kebingungan (termasuk pada dirinya sendiri dan masyarakat), mana keilmuan yang paling ingin didalami dan dikuasainya, sehingga pada saat dia masuk ke subspesialis, maka tentu akan semakin membingungkannya sendiri dan bisa jadi menyulitkannya. Selain itu juga kecil kemungkinan dia akan menjadi sangat expert di kedua bidang itu (meskipun peluang itu selalu ada).
Belum lagi kita bicara referensi. Seorang yang ingin menjadi Spesialis pada banyak bidang, tentu harus melahap referensi yang banyak, belajar dari para ahli di bidang nya dan seterusnya sehingga sekali lagi tak jarang butuh usaha extraordinary melakukannya.
Termasuk menjadi Penulis (dan profesi apapun di dunia ini), tentu menggoda jika bisa menulis banyak hal sesuai selera dan keinginan si Penulis, tetapi jangan salahkan Pembaca, kalau si Penulis "dianggap" tidak memiliki spesialisasi di bidang tulisan (dan keahlian di bidang yang ditulisnya).
Dan tentu juga bagi Pembaca jangan buru-buru menghakimi si Penulis tidak punya spesialisasi, jangan-jangan dia adalah Penulis yang Spesialis yang sedang tidak ingin diketahui orang spesialisasinya atau Penulis Spesialis yang sedang menyamar jadi Generalis, atau mungkin Penulis Spesialis yang sedang bosan dengan Spesialisasinya dan menginginkan hal baru, atau mungkin memang Penulis Generalis yang menyamar menjadi Spesialis?
Semua tentu punya alasan dan jawaban nya masing-masing. Akan tetapi, jika semua yang dilakukan di mulai dengan niat yang baik dan tulus ikhlas karena Allah dan ingin berbagi manfaat ke siapa saja, maka menjadi Spesialis adalah pilihan sebagaimana juga menjadi Generalis juga adalah pilihan, namun mengetahui minat dan kemampuan kita secara spesifik adalah suatu hal yang penting agar kita tidak terjebak menjadi "Generalis" selamanya.
Semoga bermanfaat dan selamat menjadi pribadi yang baru!Â
Be The New You
TauRa
Rabbani Motivator, Pembicara Publik dan Penulis Buku Motivasi "The New You"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H