Dinasti politik sudah ada sejak zaman dahulu kala. Bahkan, setelah zaman kekhalifahan berakhir, Bani Umayyah sebagai penerus estafet kekhalifahan berusaha "melakukan dinasti politik" kekuasaan hingga lebih kurang 14 raja berkuasa yang merupakan keturunan Bani Umayyah (Silakan baca juga Jurnal saya detail yang berjudul Bani Umayyah dilihat dari tiga fase, Fase terbentuk, kejayaan dan kemunduran). Yang menjadi penting untuk di bahas adalah apakah dinasti politik yang dibangun itu berlandaskan pada politik kapasitas atau sekadar politik identitas?
Pertanyaan ini coba kita uraikan secara sederhana. Jika bicara tentang politik identitas dalam proses melakukan dinasti politik, maka adalah hal yang wajar bin pantas jika seorang pemimpin ingin melihat keturunannya menjadi "Sama" atau bahkan lebih baik sepertinya dalam banyak aspek termasuk kecakapan politik (meskipun belum tentu).Â
Seorang "pemilik dinasti" saat ini umumnya ingin melihat keturunannya bisa berhasil seperti dirinya dan tentu itu adalah hal yang lumrah. Belum lagi jika melihat aspek kesamaan visi atau lebih tepatnya "pemaksaan" kesamaan visi dari seorang ayah ke anak misalnya, maka adalah hal yang wajar jika hal ini dikedepankan.Â
Belum lagi kalau melihat dari kacamata kenderaan politik, tentu akan lebih mudah mendongkrak perolehan suara, ketika (misalnya) si empunya "dinasti" saat ini atau partai politik yang menaunginya memilih keturunan atau "dinasti" selanjutnya dari keluarga besar yang punya "dinasti" saat ini.Â
Semua pertimbangan-pertimbangan kesamaan "identitas" antara si senior dan calon penerusnya ini tentu sudah dikalkulasi dengan matang oleh kendaraan politik yang menaunginya sehingga akhirnya pilihan kepada penerus dinasti itu ditentukan dan diputuskan.Â
Apalagi jika ditambahkan faktor sosiologis di mana si "Pemilik Dinasti" saat ini pernah dianggap sukses di kota awal memulai karir sebagai Walikota, maka ekspektasi partai politik seolah-olah akan juga bisa dilakukan oleh dinasti penerusnya, dan sekali lagi semua pertimbangan ini tentu sudah dikalkulasi dan dipertimbangkan dengan matang oleh partai pengusung.
Lebih jauh, jika kita bicara tentang "politik kapasitas" seseorang, untuk menduduki sebuah posisi strategis apalagi mewakili sebuah kota yang artinya menjadi "Duta" kota itu, pengayom kota, penyelesai masalah kota itu, pendengar keluh kesah masyarakat satu kota itu, menertibkan kota, penataan kota agar lebih baik dan banyak tugas-tugas strategis lainnya, maka meletakkan seseorang hanya sebatas kesamaan "Politik Identitas" tentu perlu dipikirkan kembali.Â
Perlu ditambah dengan kapasitas berpolitik yang mumpuni. Kapasitas seseorang untuk memimpin dalam cakupan apapun mungkin perlu menjadi pertimbangan. Tentu memimpin Kota berbeda dengan memimpin perusahaan. Perusahaan ada seratus persen dibawah kendali si Pemilik dan orang-orang yang ada diperusahaan juga bisa dipilih oleh si Pemilik sesuai seleranya.Â
Sedangkan memimpin sebuah kota tentu lebih kompleks, karena harus berkoordinasi dengan banyak orang yang bahkan belum pernah dijumpai, belum lagi jika harus bersinggungan dengan kabupaten/kota sekitar dan tentu saja membutuhkan skill leadership di sana.Â
Tetapi perlu diingat, sekecil apapun pengalaman dalam memimpin dalam cakupan apapun tentu adalah pengalaman yang penting untuk masuk ke cakupan memimpin yang lebih luas seperti memimpin sebuah kota.
Kapasitas dan kemampuan seseorang dalam berpolitik tentu akan semakin meningkat seiring bertambahnya waktu dan usia seseorang terlebih keinginan yang kuat untuk terus belajar.Â
Belum tentu seseorang yang sudah berpengalaman sekalipun akan berhasil memimpin (meskipun ada yang berhasil) dalam hal ini memimpin sebuah kota, sebaliknya, belum tentu juga seseorang yang belum punya pengalaman memimpin sebuah kota (contohnya) akan gagal dalam memimpin ketika dipercaya dan diberi kesempatan.Â
Semua baru bisa terjawab jika sudah diberikan waktu dan kesempatan. Akan tetapi, jika bicara tentang idealnya, maka tentu saja politik identitas perlu dibarengi dengan kapasitas dalam berpolitik. Dan jika dua hal ini sudah bersatu, ditambah dengan petunjuk dari Allah (ini yang paling penting agar tetap berjalan di koridor yang benar) dan mendapat mandat dari rakyat, maka Membangun Dinasti Politik tentu merupakan suatu pilihan sebagaimana tidak membangunnya adalah juga suatu pilihan.
Semoga Bermanfaat!
Selamat menjadi pribadi yang baru!
Be The New You
TauRa
Rabbani Motivator
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H