Mohon tunggu...
Takhul Bakhtiar
Takhul Bakhtiar Mohon Tunggu... Penulis - Freelance

Tulisan Sederhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Astronomi sebagai Solusi Pemersatu Permasalahan Hisab dan Rukyat

24 Juni 2022   19:29 Diperbarui: 24 Juni 2022   19:59 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang perlu dipahami adalah kriteria ini merupakan kajian astronomi yang masih terus berkembang yang tidak hanya sekedar untuk keperluan penentuan hari raya besar saja namun hal ini menjadi suatu tantangan saintifik bagi observer hilal.  Dua hal yang sangat memengaruhi dalam proses pengamatan seperti kondisi fisik hilal akibat iluminasi (pencahayaan) pada bulan dan kondisi cahaya latar depan akibat dari hamburan cahaya matahari  oleh atmosfer di ufuk (horizon).

Pada jarak bulan-matahari < 7 derajat hilal tak mungkin terlihat (Limit Danjon). Schaefer (1991) melakukan pemodelan yang menunjukkan bahwa Limit Danjon disebabkan karena batas  sensitivitas  mata manusia yang tidak mampu melihat cahaya hilal yang begitu tipis.  Ilyas (1988) memberikan suatu kriteria visibilitas hilal dengan beda tinggi minimal 4 derajat untuk beda azimuth yang besar dan 10,4 derajat untuk beda azimuth 0 derajat. Sedangkan Caldwell dan Laney (2001) memisahkan pengamatan antara mata telanjang dengan bantuan alat optik. 

Kriteria beda tinggi minimum 4 derajat untuk semua cara pengamatan pada beda azimuth yang besar dan beda tinggi minimum sekitar 6.5 derajat  untuk beda azimuth untuk pengamatan alat optik .

Kriteria Visibilitas Hilal Indonesia

Djamaluddin  (2000) memberikan usulan terkait kriteria visibilatas hilal di Indonesia:

  • Umur hilal > 8 jam;
  • Jarak sudut bulan-matahari > 5.6 derajat;
  • Beda tinggi >3 derajat (> 2 derajat) untuk beda azimuth ~ 6 derajat. Namun apabila beda azimuth <  6 derajat  perlu beda tinggi yang lebih besar. Untuk beda azimuth 0 derajat beda tingginya harus > 9 derajat

Beberapa kriteria tersebut memperbarui kriteria MABIMS yang selama ini dipakai dengan ketinggian minimal 2 derajat tanpa memperhitungkan beda azimuth.

Akhir Pembahasan

Dua aspek utama yang semestinya dipertimbangkan adalah aspek fisik hilal dan aspek kontras latar depan di ufuk barat. Mengapa? Karena kriteria ini akan digunakan sebagai kriteria hisab -- rukyat yang sangat membantu menganalisis  mungkin tidaknya  hasil rukyat serta menjadi penentu masuknya awal bulan pada penentuan hisab. Dengan  demikian  kriteria LAPAN  (Djamaluddin,  2000)  dapat  disempurnakan  menjadi "Kriteria  Hisab-Rukyat  Indonesia"  dengan  kriteria  sederhana sebagai berikut

  • Jarak sudut bulan-matahari > 6,4 derajat
  • Beda tinggi bulan-matahari > 4 derajat

Sumber : Djamaluddin, T. 2011. Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat. Jakarta. LAPAN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun