Seperti yang telah diketahui bersama, di awal tahun 2021 banyak sekali bencana yang terjadi di Indonesia. Mulai dari bencana banjir di Kalimantan Selatan, longsor di daerah Sumedang dan gempa bumi di Mamuju Sulawesi Barat.Â
Peristiwa terjadi secara serentak menimbulkan luka yang dalam. Kejadian bencana tersebut merengguh banyak harta benda hingga nyawa masyarakat.
Jika kita sedikit menengok kebelakang di awal tahun 2019, bencana yang serupa seperti banjir, tsunami, gempa bumi, longsor dan banjir juga pernah terjadi.Â
Pemerintah sudah meminta untuk menggerakkan semua sekolah untuk mencanangkan kurikulum mitigasi bencana. Yang jadi pertanyaan adalah sudah siapkah dan  mampukah kurikulum mitigasi bencana ini diterapkan?Â
Lalu bagaimana kesiapan masyarakat yang menghuni daerah rawan bencana dalam menghadapi ancaman bencana?
Seperti yang telah diketahui bersama, Â hampir sebagian besar wilayah Indonesia adalah daerah yang sangat rawan akan bencana, sehingga sudah sepatutnya untuk dibekali ilmu yang mumpuni dalam menanggapi bencana alam. Â
Besarnya ancaman bencana alam di negeri ini semestinya menggugah kesadaran masyarakat  untuk senantiasa siap siaga dalam menghadapi bencana, hal ini diperlukan karena masyarakat tidak akan bisa terus menerus berpegang kepada pemerintah dalam mengatasi bencana alam.Â
Maka dari itu warga perlu tahu akan urgensinya kegiatan mitigasi bencana. Sinergi dan kolaborasi pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan  dalam mengatasi bencana dalam jangka pendek yang bisa dimulai dari kesiapan alat medis, pakaian bantuan dana dan keperluan pangan.
Dalam hal jangka panjang, warga juga harus siap dalam tanggap bencana alam. Melalu bidang pendidikan dalam hal ini sekolah menjadi media atau wadah dalam mengambil peran penting untuk mengedukasi bagaimana siap siaga dalam menangani dan menghadapi bencana. Â
Edukasi yang bisa dilaksanakan dalam laboratorium pendidikan ini bisa dimulai dari bagaimana cara untuk menangani bencana, mewaspadai dan apa saja hal yang perlu dilakukan setelah terjadinya bencana.
Apabila kita melihat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, sederhananya ada beberapa hal yang bisa dijadikan tolak ukur yang bisa direalisasikan perihal penanggulangan bencana.
Pertama,mulai menumbuhkan rasa ingin tahu dan mencoba untuk bersikap dan berpikir kritis apa dan bagaimana bencana itu bisa terjadi. Seperti contoh adalah hal yang perlu digaris bawahi gempa bumi itu tidak membunuh manusia.Â
Namun yang membunuh adalah bangunan yang dikarenakan kurang kuatnya dalam mempertahankan kondisi struktur bangunan ketika terjadi bencana. Â Disisi lain, masyarakat juga tidak tahu apa dan bagaimana hal yang sepatutnya dilakukan ketika menghadapi bencana.
Kemudian mulai untuk sedikit demi sedikit melatih cara untuk siap siaga dalam menghadapi bencana terlebih untuk para siswa dan masyarakat. Kemampuan untuk memahami bencana alam dan memadukan sistem peringatan dini yang ada di masyarkat diperlukan agar ketika terjadi bencana masyarakat tidak bingung dan panik dalam melakukan evakuasi minimal untuk dirinya sendiri.
Yang terakhir mencoba berlatih bagaimana cara untuk bermobilisasi baik dalam hal massa dan harta benda masyarakat. Hal ini diperlukan agar masyarakat tahu bagaimana cara untuk menyelamatkan diri sendiri  dan orang lain sebagai bentuk rasa peduli terhadap sesama.Â
Harta benda apa saja yang perlu diselamatkan ketika terjadi bencana juga penting agar setidaknya sudah mempersiapkan lebih dini surat surat berharga yang perlu diamankan.
Semoga kurikulum dalam  penanganan bencana siap lebih dini khususnya untuk masyarakat yang ada di daerah rawan bencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H