Mohon tunggu...
deddy Febrianto Holo
deddy Febrianto Holo Mohon Tunggu... Relawan - Semangat baru

Rasa memiliki adalah perlindungan alam yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoroti Kebijakan Pembangunan dan Keadilan Iklim di Indonesia

27 Februari 2023   09:29 Diperbarui: 27 Februari 2023   11:21 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deddy F. Holo

Pembangunan yang dilakukan semua bangsa bertujuan untuk meningkatkan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Dimana kualitas hidupnmanusia ditentukan oleh tingkat pemenuhan kebutuhan yang palin utama bagi manusia, yang disebut dengan kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar merupakan berbagai kebutuhan yang diperlukan manusia untuk keberlangsungan hidupnya.

Kebutuhan dasar ini tidak statis, tetapi bersifat dinamis dan berkembang sesuai dengan tingkat peradaban dan kesejahteraan manusia.
Pada dasarnya, pembangunan adalah suatu perubahan melalui intervensi manusia atau perubahan yang sengaja dilakukan manusia dengan mendayagunakan sumber daya. Dalam hal ini perubahan sengaja dibuat atau dirancang, dengan tujuan untuk mencapai kondisi yang lebih baik dibanding dengan sebelumnya. Dalam kenyataannya pembangunan selalu menimbulkan dampak lingkungan.


Perubahan atau perkembangan kualitas lingkungan hidup juga dapat terjadi tanpa campur tangan manusia melalui kegiatan pembangunan. Artinya secara alamiah atau tanpa intervensi manusia, kualitas lingkungan juga dapat berubah. Terjadinya peristiwa alam seperti longsong dan banjir akan menyebabkan perubahan kualitas lingkungan. Apakah perubahan itu dapat pulih atua tidak, bergantung pada daya lenting lingkungan. Daya lenting lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri secara alamiah.


Umumnya di negara-negara berkembang pengendalian dampak lingkungan sering tidak dilakukan oleh pemerkarsa atau pelaku pembangunan. Pemerkarsa selalu berorientasi pada keuntungan ekonomi, tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan yang akan timbul. Salah satu factor yang turut menjalankan sanksi ini adalah pemerintah itu sendiri. Penerapan sanksi hukum tidak tegas dan konsisten, walaupun beberapa peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup sudah diterbitkan seperti Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hiudp. Jika penerapannya tidak tegas dan konsisten, maka pelaku pembangunan tidak akan pernah serius melakukan pengendalian dampak lingkungan. Inilah mengapa penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam kembali dipertegas oleh pemangku kebijakan.


Bagaimana mewujudkan keadilan Iklim di Indonesia ?


Salah satu bentuk nyata dari komitmen ini, Kementerian Keuangan melalui Badan Kebijakan Fiskal bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB) menyelenggarakan 2nd Focus Group Discussion Energy Transition Mechanism (ETM) in Indonesia pada 10 Juni 2022 yang merupakan bagian dari rangkaian FGD Energy Transition Mechanism (ETM). Pertemuan yang juga side meeting presidensi G20 ini juga merupakan pertemuan persiapan sebelum KTT G20 yang akan diselenggarakan pada November 2022.


Dalam pertemuan kedua ini, diskusi berfokus pada tindak lanjut pertemuan pertama dan mencari konsensus terkait tujuan dan sasaran khusus yang akan dicapai oleh KTT Presidensi G20 dan menyepakati langkah-langkah selanjutnya yang diperlukan. diantaranya agenda transisi energi yang tengah dilakukan Pemerintah dalam mencapai target pengendalian perubahan iklim serta tujuan dan sasaran utama jangka pendek untuk mempercepat dekarbonisasi pada sektor energi di Indonesia.


Perkembangan peradaban manusia yang ditunjang oleh kemajuan ilmu dan teknologi, sekaligus juga merusak dan mencemari lingkungan hidup. Pembangunan berbagai industry seperti industry pupuk, semen, tektil pembangunan listrik berbahan batu bara, minyak, agroindustry, besi baja dan lain-lain semuanya berpotensi memberikan dampak negative terhadap lingkungan. Industry merusak dan mencemari lingkungan tidak hanya terjadi setelah berproduksi (beroperasi), tetapi juga dalam tahap proses pembangunannya (tahap konstruksi).

Pada tahap ini kerusakan dan pencemaran lingkungan dapat terjadi pada kegiatan seperti pembukaan lahan, memobilisasi peralatan berat, dan lain sebagainya. Seperti saat ini adanya kebijakan pembangunan yang masih terkait dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan utamanya batubara yang dikategorikan sebagai energi kotor karena menimbulkan gas rumah kaca.


Bagaimana penerapann kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia ?


Instrumen kebijakan perubahan iklim yang  tertuang dalam UU No. 16 Tahun 2016, Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional dan beberapa aturan KLHK perlu dijaalankan dengan baik dan terukur. Sejauh ini implementasinya masih belum berdampak dimana pemerintah Indonesia masih saja melanggengkan koorporasi yang merusak lingkungan hidup.


Pemanasan global yang dirasakan hari ini di berbagai belahan dunia merupakan akumulasi pembangunan yang mengabaikan daya dukung dan tampung lingkungan hidup. Industriliasasi yang digaungkan negara-negara maju memicu terjadi pemanasan global dimana naiknya permukaan air laut serta mencairnya es di kutup hal ini berdampak pada ekosistem darat, pantai dan pesisir. Pemanasan global akan mengacaukan iklim dunia, dimana dengan perubahan iklim memberikan dampak yang luas terhadap semua kehidupan, baik flora dan fauna serta manusia itu sendiri.


Para pemimpin dunia telah melakukan upaya untuk mencegah pemanasan global dengan mengadakan konfrensi atau pertemuan antara lain seperti:


Konfrensi di Stockholm tahun 1972, telah sepakat membentuk UNEP (United Nations Enviromental Program) dan menetapakan agar semua negara melaksanakan pembangunan berkelanjutan
1. Montreal Protocol tahun 1987, menyepakati penggunaan atau menganti zat/bahan yang merusak lapisan ozon
2. Earth summit di Rio de Janeiro tahun 1992, menganjurkan negara-negara secara suka rela mengurangi emisi gas rumah kaca sehinga emisi pada tahun 2000 lebih rendah dari pada emisi pada tahun 1990
3. Kyoto protocol tahun 1997, menyepakati bahwa negara-negara maju akan mengurangi emisi GRK sehingga emisi pada tahun 2012 berkurang 5% dibandingkan dengan emisi pada tahun 1990
4. World Summit di Johannesburg tahun 2002 menyepakati bahwa pembangunan di abad 21 lebih berfokus pada upaya pengurangan permasalahan lingkungan hidup


Pada 30 November – 12 Desember 2015, diadakan pertemuan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Paris. Kemudian, akhirnya sebanyak 196 negara yang berpartisipasi dalam pertemuan tersebut bernegosiasi dan melahirkan Paris Agreement atau Perjanjian Paris. Perjanjian ini pun bersifat mengikat bagi seluruh negara anggota PBB untuk secara bersama-sama melakukan upaya maksimal dalam mencegah perubahan iklim.


Salah satu poin utama dari isi perjanjian ini adalah untuk memperlambat laju pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius, atau paling ideal 1,5 derajat Celcius. Hal ini karena pada saat ini suhu bumi terus memanas. Banyak orang mengira bahwa angka kenaikannya terlihat sangat kecil, seperti hanya 1 derajat celcius dan menjadi berpikir bahwa tidak akan ada efek yang terjadi.


Tapi, para ilmuwan terus menegaskan bahwa kenaikan sekitar 1 derajat saja dapat membawa dampak serius. Misalnya adalah dapat menyebabkan mencairnya es di Kutub, naiknya permukaan laut yang dapat menyebabkan bencana banjir di pesisir, munculnya gelombang panas, hingga hilangnya berbagai spesies tumbuhan dan hewan. Semua masalah ini tidak lagi bersifat futuristik, tapi sudah benar-benar terjadi saat ini. Oeh karena itu, para pemimpin dunia menyepakati beberapa hal :  


1.Berupaya membatasi kenaikan suhu global sampai di angka minimum 1,5º Celcius, dan di bawah 2º Celcius untuk tingkat praindustri.
2.Mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, guna meminimalkan emisi gas serta mencapai target emisi net zero atau nol bersih.
3.Seluruh negara wajib memiliki dan menetapkan target pengurangan emisinya. Target ini akan ditinjau tiap lima tahun sekali, agar meningkatkan ambisi pengentasan perubahan iklim.
4.Negara maju membantu negara miskin dalam pendanaan atau pembiayaan iklim, mendukung implementasi energi terbarukan yang lebih efektif, serta beradaptasi dengan perubahan iklim.


Perjanjian Paris merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim. Komitmen negara-negara dinyatakan melalui Nationally Determined Contribution (NDC) untuk periode 2020-2030, ditambah aksi pra-2020. Perjanjian Paris didukung 195 negara, berbeda dengan periode pra-2015, yang ditandai absennya negara-negara kunci seperti AS dan Australia.

Perjanjian Paris akan berlaku apabila diratifikasi oleh setidaknya 55 negara yang menyumbangkan setidaknya 55% emisi gas rumah kaca. Diharapkan batas tersebut dapat terpenuhi dalam waktu tidak terlalu lama, melihat tingginya tingkat partisipasi dalam Upacara Penandatanganan Perjanjian, yaitu 171 negara menandatangani dan 13 negara (terutama small island developing countries) langsung mendepositkan instrumen ratifikasi. Negara-negara dengan tingkat emisi tinggi seperti AS, Cina, UE, Rusia, Jepang, dan India juga menandatangani Perjanjian Paris.

Dalam pidato tersebut ditegaskan bahwa Indonesia dapat bergabung menjadi salah satu dari 55 negara pertama yang melakukan ratifikasi. Hal ini atas pertimbangan pentingnya subyek lingkungan sesuai UUD 1945 untuk perlunya menyediakan lingkungan yang baik bagi warga negara, serta pentingnya dukungan dari DPR RI.

Indonesia menyadari bahwa kehutanan dan pemanfaatan lahan adalah sektor yang paling signifikan dalam pengendalian perubahan iklim, terutama karena kawasan hutan yang luasnya mencapai 65% dari luas wilayah negara Indonesia 187 juta km2 yang juga merupakan tempat yang kaya akan keanekaragaman hayati. Namun, masih saja terjadi deforestasi untuk kepentingan industri.

Dari seluruh rangakian pertemuan pemimpin dunia serta hasil-hasil keputusan dalam rangka menekan laju perubahan iklim secara global tentu saja tidak cukup berdampak jika kebijakan pembangunan masih berorientasi pada sektor ekonomi. Perjanjian ini terasa semu ketika sumber daya alam hutan, sumber daya air dan sumber daya alam tanah terus dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi. Catatan ini merupakan sebuah refleksi kepada pemerkarsa pembangunan agar benar-benar memiliki kepekaan ekologis.


Berbagai instrument pengendalian dampak kerusakan lingkungan diproduksi untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan. Namun, implementasi instrument tersebut tidak berjalan dengan baik sampai dengan saat ini, negara-negara maju dan berkembang terus menggunakan energi kotor untuk menyuplai kebutuhan listrik, sementara kebijakan pemulihan lingkungan sangat rendah dilakukan oleh pemerkarsa industri.


Untuk mewujudkan keadilan iklim dalam konteks pembangunan berkelanjutan kita perlu menyiapkan skema perencanaan pembangunan berkelanjutan yang  menjadi landasan bersama semua negara, tidak cukup dengan perjanjian semata tetapi perlu tindakan nyata menyelamatkan manusia dari dampak perubahan iklim. Sejalan dengan komitmen perjanjian tersebut perlu adanya niat mengimplementasikan kebijaakan Paris Agreement melalui undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang perubahan iklim .


Kemudian apa yang perlu dilakukan yaitu konservasi hutan, konservasi sumber daya air, hentikan penggunaan energi kotor, kita harus kembali pada konsep ekologi dimana satu kesatuan tatanan yang terbentuk oleh interaksi timbal balik antara manusia dengan alam perlu diharmonisasikan kembali lewat kerangka kebijakan pembangunan yang mengrdepankan prinsip lingkungan hidup.


Deddy Febrianto Holo
Divisi Perubahan Iklim dan Kebencanaan WALHI NTT  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun