Mohon tunggu...
deddy Febrianto Holo
deddy Febrianto Holo Mohon Tunggu... Relawan - Semangat baru

Rasa memiliki adalah perlindungan alam yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

WALHI NTT: Ini Catatan Kegagalan Pemerintah Mengurusi TN Komodo

4 Agustus 2022   11:53 Diperbarui: 4 Agustus 2022   11:59 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok/pri Jumpa Pers WALHI NTT

Pemerintah Mengangkangi Mandat Cagar Biosfer TN Komodo

Rabu, 3 Agustus 2022. Kondisi di Labuan Bajo saat ini tidak kondusif bagi kebebasan berdemokrasi. Kekerasan dan penangkapan terhadap komunitas pariwisata kerakyatan telah terjadi. Sekalipun aksi mereka adalah aksi damai untuk menyuarakan aspirasi mereka. 

Saat ini sudah puluhan orang mengalami kekerasan fisik, diintimidasi, diitangkap dan ditahan. Situasi ini menunjukan keengganan pemerintah dalam menyikapi kekritisan warga negara terhadap kebijakan pembangunan. Kondisi ini juga sebagai bukti kemunduran demokrasi di Indonesia umumnya dan khususnya di NTT.  

WALHI NTT menilai bahwa kondisi suram ini dimulai dari kebijakan pemerintah yang sejak awal salah urus Kawasan Taman Nasional Komodo. Harga tiket masuk Kawasan Pulau Padar dan Pulau Komodo yang dinaikkan secara serampangan sebesar 3.750.000 rupiah oleh pemerintah hanyalah salahsatu fakta pemicu tingginya gelombang penolakan warga.

Sejak 2019 isu terkait pengelolaan Kawasan Taman Nasional Komodo terus menuai kontroversi di ruang publik. Mulai dari penetapan Labuan Bajo sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional -KSPN- (dengan menjadikan Taman Nasional Komodo sebagai Simbol Utama) hingga niat pemerintah untuk merelokasi warga lokal dari Pulau Komodo. Kebijakan dan rencana kebijakan yang kontroversial dari pemerintah inilah yang telah menimbulkan suasana ketidaknyamanan publik.

Berikut ini catatan WALHI NTT terkait kegagalan pemerintah dalam mengurus Kawasan Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site dan Cagar Biosfer Dunia serta Labuan Bajo sebagai KSPN  yang membuat publik terus mengkritisi setiap kebijakan pemerintah terkait pariwisata di Taman Nasional Komodo.

Kawasan TNK

1.Taman Nasional Komodo (TNK) yang telah berjalan 42 tahun gagal untuk menjalankan tiga mandat utama cagar Biosfer yakni Pelestarian Keanekaragaman hayati/satwa, peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat dengan mekanisme ekonomi ramah lingkungan dan berkeadilan dan pemuliaan kebudayaan rakyat.  

Contohnya, populasi Komodo yang terus terancam kuantitasnya dan ekosistemnya, kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kawasan TNK yang masih rendah, minimnya pelibatan kebudayaan lokal dalam membangun narasi narasi pengetahuan konservasi dan perlindungan Ata Modo.

2.Rencana relokasi masyarakat Pulau Komodo adalah bukti kegagalan pemerintah untuk melakukan pemuliaan kebudayaan Ata Modo.

3.Sistem zonasi laut oleh TNK yang justru mempersulit kehidupan masyarakat nelayan atas nama konservasi.

4.Pemberian ijin konsesi pariwisata kepada perusahan di tapak konservasi Komodo yang mencapai ratusan hektar. Dari penelusuran setidaknya saat ini ada tiga perusahan yang mengantongi ijin yakni :

 PT. Segara Komodo Lestari, yang mendapatkan IUPSWA No 7/1/IUPSWA/PMDN/2013 untuk lahan seluas 22,1 hektar di Pulau Rinca yang ditetapkan melalui SK Kemenhut No. 5.557/Menhut/II/2013. Kedua, SK.796/Menhut-II/2014 yang memberikan Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) kepada PT. Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) di Pulau Padar dan Pulau Komodo yang terdiri atas 274,81 hektar (19,6% dari luas Pulau Padar) dan 154,6 Ha (3,8% dari luas Pulau Komodo). Ketiga, ijin buat PT Synergindo Niagatama di atas lahan seluas 6,490 hektar di Pulau Tatawa.

Ini membuktikan pemerintah mengangkangi mandat konservasi cagar Biosfer. Di satu sisi, menaikkan harga tiket dengan alasan konservasi tapi di sisi lain memberikan ijin perusahan untuk beroperasi di Kawasan tapak konservasi Komodo yakni di Pulau Rinca, Pulau Padar dan Pulau Komodo.

5.Badan Taman Nasional Komodo gagal untuk melindungi Kawasan ekosistem Komodo dari praktek praktek illegal seperti pencurian rusa sebagai salahsatu mata rantai makanan Komodo, pengeboman ikan di laut.

6.Badan Taman Nasional Komodo yang dengan mudah mengubah Zona Inti menjadi Zona Pemanfaatan agar kran investasi pariwisata makin meluas di Kawasan TNK Labuan Bajo

7.Maraknya Industry perhotelan yang di Labuan Bajo melanggar peraturan Presiden No 51 Tentang Batas Sempadan Pantai Sempadan tidak ditindak tegas. Fenomena ini telah mengakibatkan menurun drastisnya ruang publik dan ruang penghidupan rakyat di Kawasan pesisir di Labuan Bajo

Atas kondisi kondisi diatas, WALHI NTT sebagi organisasi forum lingkungan yang beranggotan 34 lembaga anggota di NTT, menyatakan sikap bahwa

1.Meminta pemerintah untuk tidak melanjutkan proses penangkapan dan tindak kekerasan lain kepada para pelaku pariwisata kecil di Labuan Bajo yang sedang menggunakan haknya sebagai warga negara untuk turut serta mengkritisi kebijakan kebijakan pemerintah

2.Meminta pemerintah untuk menghormati Hak warga negara dan Hak Asasi Manusia yang telah diatur dalam undang undang maupun konvenan PBB

3.Meminta pemerintah memperbaiki komunikasi publiknya dan berhenti menggunakan aparat keamanan untuk melakukan praktek praktek kekerasan membungkam kekritisan warga negara.

4.Meminta pemerintah untuk melakukan pemulihan Kesehatan fisik dan psikologis bagi para korban repsefif beserta dengan keluarganya yang terdampak.

5.Meminta pemerintah untuk melakukan konsultasi publik (bila diperlukan referendum kebijakan di tingkat warga) yang transparan dan akuntabel dalam pembuatan kebijakan yang berdampak luas bagi publik

6.Meminta pemerintah untuk menghormati kekritisan warga sebagai bentuk meningkatnya kesadaran kritis warga negara dalam mewujudkan pembangunan yang mensejahterakan dan berkeadilan bagi semua.

7.Meminta pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga tiket yang telah diputuskan secara sepihak tanpa berkomunikasi atau tanpa mendengarkan aspirasi para pelaku pariwisata dan masyarakat.  

8.Meminta KLHK untuk mencabut seluruh ijin konsesi pariwisata IPPA (Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam) dalam skala besar dan berbasis rakus lahan, rakus air dan rakus energi di Pulau Rinca, Pulau Padar dan Pulau Komodo serta kawasan TNK lainnya. Misalnya Ijin PT. SKL dan KWE dan lain lain.

Salam Adil dan Lestari

Narahubung : Umbu Wulang Tanaamah Paranggi (Direktur Eksekutif WALHI NTT)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun