Sedih. Itulah yang pertama terbersit di hati. Linangan airmata yang mengalir di pipi Baiq Nuril menyayat kemanusiaan kita. Baiq Nuril adalah korban. Ketika dia berusaha mempertahankan harga diri, kehormatannya, keluarganya, malah berbuah bui dan kecaman. Baiq Nuril terlihat berjuang sendiri. Dalam kasus ini, Baiq adalah korban dan saksi kasus seksualitas.
Ada lagi kasus korupsi PLTU Riau-1. Salah satu tersangkanya bersedia menjadi Justice Collaborator (JC). Tentu saja hambatannya sangat besar. Menjadi JC butuh keberanian, karena pasti penuh dengan ancaman dari pihak-pihak yang tidak ingin Namanya disangkutpautkan.
Bagaimana dengan whistleblower? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan peran informan atau pelapor (whistleblower/WB) sangat penting. Â WB adalah ujung tombak dalam mengungkap kasus korupsi kelas kakap dan tersembunyi.
Menurut KPK, sebenarnya banyak pihak yang ingin menjadi whistleblower kasus korupsi. Namun  hal ini terkendala. Kebanyakan WB khawatir akan keselamatan diri dan keluarganya saat maju memberi keterangan terkait peran sejumlah pihak yang terlibat dalam sebuah kasus korupsi. Yulianis contohnya.
UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban memberikan penjelasan. Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Sedangkan Saksi adalah orang yang memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan  tentang suatu tindak pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan atau ia alami sendiri.
Disinilah peran LPSK sangat diperlukan. Tanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada para saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014.
Kepemimpinan baru LPSK periode 2018 -- 2023 memberikan optimisme untuk menjunjung tinggi komitmen tersebut. Lalu, bagaimana caranya?
Pertama, dengan bersikap proaktif. LPSK tidak perlu menunggu laporan masyarakat atau pihak terkait. Era teknologi mewajibkan LPSK memanfaatkan media sosial untuk menjaring informasi relevan.
Kedua, saling bekerjasama lintas Lembaga, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan LPSK, Disdukcapil, Kementerian Dalam Negeri, bahkan Kementerian Luar Negeri. Juga dengan LSM yang bergerak di bidang terkait. Salahsatu contoh, pengamanan saksi, bahkan sampai memerlukan penggantian identitas, atau bisa saja seorang saksi diamankan di luar negeri untuk menghilangkan jejak.
Ketiga, penggunaan teknologi mutakhir yang menjamin kerahasiaan dan keamanan identitas para saksi, korban, whistleblower maupun justice collaborator membantu menegakkan hukum dan keadilan. Penggunaan teknologi seperti aplikasi yang menghubungkan anta Lembaga juga akan membuat LPSK lebih cepat tanggap.
Keempat, memberi rasa aman bagi penegak hukum. Bahkan, para penegak hukum pun perlu mendapatkan perlindungan. Berkaca pada kasus Novel Baswedan, mereka dan keluarganya pun rentan mendapat ancaman.
Masih banyak pekerjaan rumah menyambut tugas para pemimpin baru LPSK periode 2018-2023. Tentu saja negara wajib hadir memperkuat Lembaga ini. Salah satunya lewat penguatan anggaran. Dengan demikian, program-program LPSK dapat berjalan dengan baik. Hal ini perlu dilakukan agar LPSK lebih optimal dalam melindungi saksi dan korban. ###
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H