Pilpres 2019 nyaris menjadi antiklimaks demokrasi Indonesia. Mengapa? Karena  lagi-lagi dua tokoh yang sebelumnya bertarung di Pilpres 2014, yaitu Jokowi dan Prabowo, akan kembali mengadu taji di Pilpres tahun depan. Demokrasi gagal membuka peluang munculnya sosok baru dengan Presidential Treshold (PT) 20%, ditambah pragmatisme partai politik dan juga 'jurus kuncian politik' yang praktis menutup langkah parpol untuk bergerak sendiri mengusung sosok diluar patron Jokowi ataupun Prabowo.
Ternyata, Pilpres 2019 masih menyisakan harapan. Bukan dari sosok capresnya, melainkan dari sosok cawapresnya. Jadi mungkin lebih mengena bila Pilpres 2019 ini diberi tajuk "Pilpres rasa Pilwapres'. Karena, yang dilihat tidak lagi sosok capresnya, karena semua orang sudah mengetahui dan mengerti. Masyarakat ditengarai akan lebih memilih sosok cawapresnya.
Penetapan nama Ma'ruf Amin sebagai sosok pendamping Jokowi  langsung diumumkan sendiri oleh pasangan Capresnya pada Kamis sore (9/8/2018) jelang Maghrib. Menyusul kemudian, Prabowo menetapkan Sandiaga Uno sebagai Cawapresnya pada hari yang sama menjelang tengah malam. Kemunculan kedua nama tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah kejutan, karena sebelumnya tidak terbaca jelas di daftar survei.Â
Nama Mahfud Md praktis lebih kencang terdengar dibanding Ma'ruf Amin sebelum penetapan. Sementara, nama AHY juga muncul sebagai sosok terkuat pendamping Prabowo menjelang batas akhir pendaftaran pasangan calon di KPU.
Baik Ma'ruf Amin maupun Sandiaga Uno setidaknya memberikan harapan akan ada sesuatu penawaran baru bagi masyarakat. Ma'ruf Amin maju sebagai pendampingi Jokowi, dan Sandiaga Uno maju bersama Prabowo Subianto. Kedua Pasangan Calon ini akan bertarung dalam ajang kontestasi Pilpres 2019. Berikut ini sekelumit kelebihan Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno.
Ma'ruf Amin, Politisi kawakan di politik dan pemerintahan
Mungkin banyak yang belum tahu, namun Pemilu 1971 adalah awal perjuangan politik bagi Ma'ruf Amin. Di tahun tersebut, beliau berhasil masuk ke dalam kancah perpolitikan di Jakarta dengan menjadi legislator DPRD DKI Jakarta di kala usianya masih 28 tahun lewat Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ma'ruf Amin pun tergolong memiliki kiprah cemerlang. Terbukti dirinya mampu menduduki beberapa posisi strategis. Jabatan Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan juga Pimpinan Komisi A DPRD DKI Jakarta mampu diembannya selama menjadi Legislator.
Ma'ruf Amin juga mendedikasikan dirinya untuk berdakwah dan mengembangkan umat dengan berkiprah di Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan duduk sebagai Ketua Komisi Fatwa dan Dewan Syariah Nasional. Ketokohannya  sebagai ulama dan juga politisi mengantarnya masuk dalam jajaran Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) dari unsur ulama mulai tahun 2007 hingga 2014, masa berakhirnya pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Tokoh ulama pakar ekonomi syariah
Selain menduduki jabatan Rais Aam Nahdlatul Ulama dan dipandang sebagai kyai, ulama senior yang sarat pengaruh, dirinya juga merupakan pakar ekonomi syariah. Hal ini pun menjadi pertimbangan Jokowi dan diutarakannya pada saat pendaftaran pasangan calon ke KPU (10/8/2018). "Pada saat beliau dikukuhkan sebagai profesor, pidato pengukuhannya adalah berkaitan dengan arus ekonomi baru Indonesia.Â
Artinya beliau sangat mengetahui ekonomi," demikian Jokowi mengungkapkan. Ma'ruf Amin adalah seorang profesor bidang ilmu ekonomi syariah, dan mendapatkan gelarnya dari Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Magribi, Malang.Â
Hal ini juga menjawab kriteria bahwa pendamping Jokowi haruslah seorang yang mengerti ekonomi. Dengan pengalamannya di DPR yang  membawahi bidang Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM dan BUMN, ditambah statusnya sebagai seorang profesor, dapat dipastikan Ma'ruf Amin mengetahui seluk-beluk permasalahan ekonomi.
Ma'ruf Amin pilihan Jokowi
Sebagai seorang petahana, wajar bila Jokowi berhasrat melanjutkan kekuasaannya. Upaya itu terlihat dengan penunjukan Ma'ruf amin  sebagai Cawapres pendampingya.Â
Tentu saja, dapat terbaca bila pemilihan sosok tokoh ulama senior dan sangat dihormati masyarakat ini sebagai upaya Jokowi memperlihatkan dirinya sebagai sosok yang dekat dengan umat Islam, dekat dengan ulama, dan sekaligus ingin menepis anggapan sebagai penguasa yang membenci dan suka kriminalisasi terhadap ulama. Harapannya, umat Islam, khususnya suara kaum Nahdliyin, akan tumpah ruah memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Sandiaga Uno, kombinasi pengusaha sukses dan politisi muda penuh harapan
Tidak kalah dengan sosok Ma'ruf Amin, Sandiaga Salahudin Uno, demikian nama lengkapnya juga sangat memahami ekonomi, bahkan menjadi pelaku didalamnya. Sebagai seorang pengusaha sukses, tentu Sandiaga Uno sangat memahami bidang tersebut.
Pencapaiannya pun tidak main-main, penghargaan sebagai Indonesian Entrepreneur of the Year (2008) didapatnya sebagai bukti pencapaian kesuksesannya sebagai seorang pengusaha. Dirinya pun diakui sebagai 150 orang terkaya versi majalah Globe Asia (2009), orang terkaya nomor 37 di Indonesia versi Majalah Forbes (2011), dan orang terkaya ke-63 di Indonesia versi Globe Asia.
Karir politik melesat sebagai wakil gubernur DKI
Karir politik Sandiaga Uno melesat dengan pencapaiannya sebagai  Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Anies Baswedan. Pasangan ini datang sebagai underdog yang menantang Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, dan tidak ada yang menyangka akan menang melawan petahana. Sandiaga juga duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.Â
Walau kemudian, demi menunjukkan keseriusannya maju di Pilpres 2019 ini, dirinya rela mundur dari posisinya sebagai Wagub DKI dan sekaligus mundur dari Partai Gerindra.
Sosok muda dan santun pembawa kesejukan
Banyak orang membaca bahwa penetapan Sandiaga Uno sebagai Cawapres pendamping Prabowo, selain muda dan tampan juga sebagai penarik suara generasi milenial dan suara 'emak-emak'. Hal tersebut tidak perlu ditampik, namun bukan itu alasan sebenarnya. Ada hal yang lebih penting lagi, yaitu bahwa Sandiaga adalah sosok yang paham ekonomi. Sebagai oposisi, Prabowo selalu konsisten membawa isu ekonomi yang amburadul. Kehadiran Sandiaga Uno diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih jelas tentang strategi yang dibutuhkan untuk membawa Indonesia keluar dari kondisi ekonomi yang amburadul tersebut.
Antara Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno
Ma'ruf Amin dapat dilihat sebagai sosok penengah, upaya Jokowi untuk mengambil hati dan sura umat Islam. Sosok ini tidak terlepas dari kontroversi kasus Ahok dan tuduhan penistaan agama yang menjadi kompor Pilkada DKI 2017 lalu.Â
Tentu saja pemilihan beliau sebagai pendamping Jokowi tidak dapat memuaskan semua pihak walaupun dapat menjadi pemikat bagi Nahdliyin dan umat Islam, namun akan menjadi sosok yang membuat pendukung Ahok menimbang-nimbang untuk kembali memilih Jokowi.Â
Walau mestinya tidak sampai berpaling ke Prabowo, namun, setidaknya sosok Ma'ruf Amin  akan membuat mereka abstain dalam Pemilu 2019, dan hal itu akan membuat Jokowi kehilangan suara salah satu elemen yang keras mendukungnya di Pemilu 2014 lalu.
Sosok Ma'ruf Amin juga dianggap sudah terlalu tua. Walau kemudian, dapat diargumentasikan bahwa usia tidak menjad penghalang, dengan contoh kasus pemilihan di Malaysia, di mana Mahathir Mohammad kembali memegang tampuk kepemimpinan di usia 93 tahun.Â
Pemilihan beliau juga dapat diartikan sebagai pragmatisme Jokowi. Alih-alih memilih calon yang dapat meneruskan programnya, malahan memilih sosok tua yang dianggap kontroversial, konservatif (bagi sebagian kalangan) tidak merepresentasikan masa depan, dan hanya sekedar melanjutkan kekuasaan belaka, sekaligus menutup pintu untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinan di lima tahun ke depan.
Dengan memilih Ma'ruf Amin, Jokowi hanya berpikir lima tahun ke depan. Jokowi mungkin berpikir menghilangkan ancaman di masa depan. Namun, Jokowi dapat dikatakan mengulang kesalahan sebelumnya, bila berkaca pada keputusan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan memilih Boediono. Sama seperti Ma'ruf amin, Boediono bukanlah ancaman, namun efeknya terasa di lima tahun berikutnya. Partai Demokrat terlempar dari kekuasaan, dan harus puas bertukar peran sebagai oposisi di luar pemerintahan. Â
Sandiaga Uno sebagai pendamping Prabowo dianggap sebagai sosok yang mewakili generasi muda, mewakili sosok muslim modern yang taat terhadap ulama dan orang tua. Dirinya dapat dilihat sebagai representasi generasi masa depan. Sosoknya yang murah senyum, sedap dipandang, ramah dan lembut, tentu perlahan akan mengundang simpatik. Tentu tidak sulit menyukainya secara fisik, dan akan menjadi lebih mengaguminya ketika mengetahui prestasi beliau.
Kehadiran sosok sandiaga Uno dalam kontestasi puncak perebutan kursi puncak kepemimpinan di negeri ini memberikan kesegaran. Ternyata masih ada harapan. Walau ada argumentasi, usianya masih muda dan dianggap belum berpengalaman. Namun, kehadirannya adalah bukti nyata bahwa Prabowo memikirkan nasib bangsa ke depan. Setidaknya, Prabowo memiliki jaminan ada sosok yang akan melanjutkan program pembangunannya (bila dirinya terpilih). Prabowo telah memiliki visi sampai dengan 20 tahun ke depan.
Muda dan segar. Sandiaga Uno dapat menawarkan solusi kreatif di era baru, era milenial yang serba dinamis. Usia muda bukanlah kelemahan, tapi kekuatan untuk menyongsong masa depan dan perubahan yang serba cepat.
Terlepas dari perbedaan dan kekurangan dari kedua sosok Cawapres. Keduanya menarik karena memecah kebuntuan politik diantara kubu Jokowi dan Prabowo, menghindari kristalisasi dua kubu berbeda yang makin kencang perselisihannya.Â
Harapannya, keberadaan Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno dapat melembutkan  kebuntuan dan kekerasan hati di kedua kubu tersebut. Sosok cawapres ini akan menjadi pertimbangan bagi pemilih rasional dalam memilih pasangan calon yang dianggap layak memimpin bangsa ini di lima tahun ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H