Sontak kejadian tersebut membuat Inggris kalang kabut. Tak ada seorang pun yang tahu siapa yang bertanggung jawab. Untungnya, seminggu setelah insiden memalukan itu, trofi Jules Rimet secara tak sengaja ditemukan di bawah semak-semak. Trofi tersebut ditemukan dalam kondisi baik dan terbungkus kertas koran, tergeletak begitu saja di depan taman sebuah rumah bertingkat tiga di London selatan. Lucunya, bukan anggota kepolisian yang punya andil dalam penemuan itu, bukan manusia, melainkan seekor anjing bernama Pickles. Pickles adalah seekor anjing milik lelaki berusia 26 tahun, David Corbett. Saat itu tengah berjalan bersama anjing peliharaannya menyusuri taman.
Fakta berikutnya yang jarang terungkap adalah cara Inggris 'mengatur' lawan-lawannya yang berpotensi mengganjal sang tuan rumah menjuarai Piala Dunia. Yang menjadi perhatian adalah negara-negara yang menjadi lawan terberat di masa itu serta ditakuti oleh semua peserta. Negara tersebut adalah Brazil dengan Pele, Argentina, Jerman, serta Portugal dengan pemain legendarisnya, Eusebio.
Inggris menyiasati cara melemahkan Brazil dengan mencederai pemain andalannya, Pele. Pemain berjuluk 'Sang mutiara hitam' ini apes terkena cedera pada pertandingan pertama akibat serangan tekel-tekel brutal pemain lawan. Yang menjadi sorotan, wasit pada pertandingan itu tidak mengeluarkan satupun kartu merah. Dapat ditebak, karena negara asal wasit tersebut dari Inggris.
Berikutnya, Inggris pun telah menyiapkan siasat menyingkirkan Argentina. Pada saat itu, Kapten Argentina Antonio Rattin yang juga pemain andalan tim tango sekonyong-konyong mendapatkan kartu merah. Padahal, Rattin tidak melakukan pelanggaran, melainkan hanya berbicara dengan wasit menanggapi berbagai pelanggaran yang menimpa timnya dalam kapasitasnya sebagai kapten tim. Setelah digali oleh wartawan setelah pertandingan, ternyata alasan wasit memberikan kartu merah karena sang wasit tidak menyukai cara Rattin menatapnya.
Lagi-lagi, negara sang wasit berasal dari Skotlandia, negara yang serumpun dengan Inggris, dan tergabung dalam aliansi Inggris Raya (Great Britain). walaupun awalnya menolak keluar lapangan, namun pada akhirnya, polisi berhasil memaksa Rattin keluar dari lapangan. Hingga kini, pertandingan tersebut dikenal sebagai el robo del siglo (pencurian abad ini) di Argentina. Peristiwa ini juga dianggap sebagai  titik awal dari perseteruan hebat di lapangan hijau hingga masa kini antara Argentina dan Inggris.
Usaha tuan rumah 'mengatur' jalannya turnamen untuk keuntungan Inggris tidak berhenti disitu. Menjelang semifinal melawan Portugal, berdasarkan jadwal, seharusnya pertandingan berlangsung di Stadion Goodison Park, Liverpool. Namun, secara mendadak panitia memindahkan tempat pertandingan ke stadion Wembley sehari menjelang hari pertandingan.
Alasannya saat itu pun tidak jelas dan dianggap mengada-ada, yaitu alasan teknis karena stadion awal mengalami masalah. Kontan pemindahan ini diprotes Portugal karena jarak yang jauh dari markas mereka menginap dan berlatih ke stadion Wembley praktis akan menguras tenaga tim dan mengganggu konsentrasi. Namun, pihak panitia dan FA tidak mengubah keputusan pemindahan stadion tersebut.
Sebagai balasan, Portugal melakukan perlawanan luar biasa heroik dan kasar. Walau akhirnya, harus takluk dengan skor 2-1, diiringi pecahnya tangis Eusebio yang meratapi kegagalan timnya menembus final.
Kontroversi terbesar dalam turnamen ini terjadi di final yang mempertemukan tuan rumah Inggris melawan Jerman (Barat). Aroma nostalgia perselisihan di Perang Dunia II kembali menguak membakar stadion. Awalnya, pertandingan berjalan seimbang dengan kedua tim saling mencetak gol, dan kedudukan berakhir imbang 2-2 di waktu normal.Â
Pada babak perpanjangan waktu, tepatnya pada menit ke-98, bola hasil tendangan Hurst keras mengenai mistar atas dan memantul ke bawah. Semua pemain Inggris berteriak gol. Namun pemain Jerman tidak sepakat karena tampaknya bola belum melewati garis gawang. Walau demikian, wasit akhirnya mengesahkannya sebagai gol setelah sempat berkonsultasi dengan hakim garis.