Sandiwara radio pernah mengalami masa jaya di era 80an hingga 90an awal. Judul-judul seperti Tutur Tinular dan Saur Sepuh pernah begitu akrab di telinga kita. Kita saat itu seperti tidak mau keluar rumah untuk mendengarkan episode demi episode sandiwara radio di radio kesayangan. Bahkan semua tokoh dalam sandiwara radio seperti tokoh Mantili dan Arya Kamandanu semua kita hafal diluar kepala. Namun seiring perkembangan waktu, pelan-pelan kepopuleran sandiwara radio mulai pudar seiring dengan budaya pop yang dibawa generasi MTV di pertengahan tahun 90-an.
Kini, perlahan-lahan sandiwara radio kembali diangkat ke permukaan untuk memunculkan kembali kenangan para pecinta sandiwara radio. Adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mencoba menghidupkan kembali sandiwara radio lewat sebuah roman bersejarah berjudul Asmara di Tengah Bencana (ADB) karya S Tidjab. BNPB sendiri memiliki misi lewat sandiwara radio ini untuk melakukan sosialisasi terhadap penanganan bencana di wilayah Indonesia. Inilah yang dibahas dalam acara Nangkring bersama BNPB yang mengangkat tema Siaga Bencana Melalui Media Sandiwara Radio.
Pertanyaannya, masih relevankah sandiwara radio menjadi media untuk sosialisasi penanganan bencana di era sekarang ini?. Untuk menjawab pertanyaan ini, seorang praktisi radio, Achmad Zaini, pembicara dalam nangkring bersama BNPB, mengungkapkan, sandiwara radio dahulu memang menjadi primadona bagi masyarakat yang tinggal di pelosok. Zaini menyebutkan jika kekuatan sandiwara radio terletak pada ceritanya yang menarik. “Radio menjadi media yang efektif untuk menjangkau masyarakat di daerah terpencil” ungkap Zaini dihadapan tiga puluhan kompasioner yang hadir di acara nangkring bersama BNPB di Hotel Dafam, Cawang, Jakarta Timur ini.
Dalam kesempatan itu, Zaini juga memberikan masukan bagaimana agar sandiwara radio bisa mengena sasaran yang tepat. Pertama, Survei program. Survei program perlu dilakukan untuk mencari tahu apakah sandiwara radio ini didengarkan masyarakat. Survei ini menurut Zaini bisa dilakukan ke beberapa komunitas sandiwara radio yang ada di beberapa daerah. “Sebelum diputar, sebaiknya dilakukan survey terlebih dahulu ke pendengar mengenai sandiwara radio yang nantinya akan diputar di radio kesayangan mereka” ungkap Zaini.
Kedua, Jam siaran. Jam siaran menjadi faktor penting apakah sandiwara radio itu didengarkan masyarakat atau tidak. Saat jam istirahat selepas bekerja menurut Zaini menjadi waktu yang efektif untuk memutar sandiwara radio. “Untuk masyarakat yang tinggal di pelosok, Saat santai bersama keluarga setelah seharian kerja di sawah menjadi waktu yang tepat untuk memutar sandiwara radio” kata Zaini seraya memberikan masukan.
Ketiga, pemilihan karakter suara harus disesuaikan dengan cerita sandiwara radio yang dimainkan. Zaini disini menekankan pada pemilihan karakter suara dari setiap pemain agar dapat membius pendengar untuk terus menyimak jalan cerita dalam sandiwara radio.
Keempat, faktor iklan juga sedikit banyak mempengaruhi pendengar sandiwara radio. Sepanjang sandiwara radio berlangsung menurut Zaini sebaiknya tidak usah ada iklan. Karena pada dasarnya kebanyakan pendengar radio tidak suka iklan diputar di radio.
Kelima, perlu adanya kerjasama dengan radio-radio komunitas. Radio komunitas memegang peranan penting untuk menjangkau masyarakat di pelosok-pelosok. Untuk itu menurut Zaini diperlukan kerjasama dengan mereka agar sandiwara radio ini sukses dan banyak didengarkan masyarakat.
Sementara Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menjelaskan alasan mengapa sandiwara radio dipilih untuk sarana sosialisasi terhadap penanganan bencana di wilayah Indonesia. Menurut Sutopo, Selama ini media memegang peranan penting dalam membantu menyelesaikan masalah bencana alam di Indonesia. “Ketika bencana datang, semua media langsung menelepon saya untuk mendapatkan update terbaru tentang bencana. Ini tentu saja sangat membantu untuk penanganan bencana dan menggerakan semua pihak untuk membantu” ungkap Sutopo.
Melihat peranan media yang begitu besar, Sutopo mengungkapkan, bagaimana media juga bisa membantu melakukan sosialisasi siaga bencana kepada masyarakat yang tingal di pelosok-pelosok. Selain melalui film, sosialisasi siaga bencana juga dilakukan BNPB melalui sandiwara radio. Dipilihnya sandiwara radio, menurut Sutopo, karena bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat yang tinggal di pelosok-pelosok.