Pagi hari, ayam berkokok membangunkannya, Jaka bergegas seperti angin yang tak kenal lelah, menggandeng adiknya yang lemah berjalan menuju jalan raya menunggu angkutan umum. Di Jalan setiap langkah kaki menambah rasa gelisahnya. Rasa gelisah itu menumpuk menggerogoti hatinya seakan hatinya membisikkan sesuatu "Ini bukan hakku.". Pikiran Jaka semakin terserang muncul serangkaian pertanyaan "Bagaimana jika sang pemilik sedang mencari dompet ini? Bagaimana jika ternyata ia lebih butuh uang ini dibandingkan aku? Apakah aku pantas menggunakan uang ini?". Pikiran itu membuat langkah kakinya terhenti.
"Ada apa bang?" Tanya Raka.
"Kita pulang saja, aku rasa sekarang dokternya sedang tidak praktek" jawab Jaka.
Jaka membuka dompet itu dan membaca kartu identitas dan mencari alamat yang tercantum.
Setelah mengantar adiknya pulang Jaka pergi mengembalikan dompet itu. Berdasarkan alamat yang ada di KTP, ia mendatangi rumah pemiliknya, seorang pria bernama Yusuf. Di depan rumah tampak seseorang duduk diteras.
"Permisi, pak. Apakah benar ini rumah pak Yusuf. Saya menemukan sebuah dompet di taman, lalu saya mencari pemiliknya berdasarkan alamat yang tertera." ucap Jaka dengan sopan.
"Benar, saya sendiri Yusuf. Terima kasih, Nak. Kamu anak yang jujur sekali." Dengan wajah kagum Yusuf memandang wajah Jaka.
Melihat kondisi Jaka, Yusuf bertanya, "Kamu kesini sendirian, dimana Orang tuamu?"
" Orang tua saya sudah meninggal pak" jawab Rudi, mencoba menahan perasaannya.
Yusuf kaget dan sontak bertanya, "Hah,lalu kamu tinggal dengan siapa?"
Jaka pun menjawab, "Dengan adik saya pak"