Mohon tunggu...
Taufiq Sudjana
Taufiq Sudjana Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis adalah kegiatan lain di sela pekerjaan di sebuah sekolah swasta di Kota Bogor.

Bacalah dengan Nama Tuhanmu, dan ... menulislah dengan basmalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Kabar tentang Identitas

21 Maret 2016   02:22 Diperbarui: 21 Maret 2016   02:29 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber gambar: lusius-sinurat.com/"][/caption]Kawan!

Sungguh aku terperdaya oleh sihir teknologi. Produknya yang kian canggih semakin menjauhkan kehidupan dari sejatinya kenyataan. Apakah kau menyetujuinya atau tidak, itulah tujuanku mengirimkan kabar ini.

Beberapa waktu silam di pertemuan terakhir kita, kau bilang bahwa sekarang kau bekerja di sebuah institusi maya. Masihkah kau ingat pertanyaanku waktu itu? Aku bertanya seperti apa pekerjaanmu? Apa tugasmu disana? Dan tetek bengek lain yang akhirnya membuatmu pamit kembali ke kota dimana tempatmu bekerja. Aku pun terperdaya oleh kalimat-kalimatmu yang menjelaskan kota dimana kau bekerja.

Suatu ketika kau menghubungiku melalui telepon. Minta pin BBM. Aku bilang bahwa aku tidak punya pin BBM. HP-ku bukan keluaran terkini. Hanya ada aplikasi perambah internet bawaan pabrik. Kau bertanya padaku tentang sistem operasi telepon selulerku. Entah teknologi apa kau menyebutnya. Aku lupa, java, symbian, gprs, atau apalah. Kau menyebutkan beberapa istilah yang tidak kumengerti.

Kau ingat, kawan?

Aku tidak punya BBM. Kau minta akun facebook. Ketika itulah kau mengajariku membuat akun facebook. Kau tertawa terbahak-bahak sampai telingaku berdenyut. Kau mentertawakan email yang kusebutkan. Email pertama yang kubuat sewaktu kita masih sama-sama sering ke warnet. Kau pun yang mengajariku membuatnya. Email yang dipakai untuk mengirimkan tugas yang diminta dosen.

Sejak itulah kita berkomunikasi dengan memanfaatkan facebook. Hingga kabar yang kukirimkan ini pun kutitipkan pada akun facebook untuk disampaikan kepadamu.

Beberapa hari yang lalu kau telpon aku. Kau bertanya dengan tawamu yang khas. Kali ini langsung kukirimkan pin yang kau minta. Hahaha...aku ikut tertawa. Dan kini kau yang kepo. Ketika aku menyebut galaksi simulacra. Kukirimkan emoticon ROTFL berkali-kali.

Awalnya aku bertanya kepadamu tentang akun facebook. Sebab beberapa waktu yang lalu saat kukirimkan kabar terakhir, aku tidak menemukan lagi namamu. Kau jawab, nama akun diganti memakai nama belakang anakmu. Sambil tertawa kau bilang seraya mengutip ungkapan Shakespeare yang acapkali dikatakan banyak orang, “Apalah arti sebuah nama”.

Dari situlah aku teringat Jean Baudrillard. Seorang kawan lama yang tidak sempat kukenalkan kepadamu. Kita chating sampai hampir fajar tiba. Kau bersikukuh bahwa identitas dunia maya itu tidak penting. Mau memakai akun dengan nama apapun bebas. Sebebas berselancar di internet. Biaya yang dikeluarkan pun tidak sebesar uang untuk membeli tiket pesawat.

“Kau hanya bermodal modem, dan kuota paket internet.” Katamu.

Aku bilang padamu. Kejahatan dunia maya lebih kejam dibanding kasus kriminal yang kasat mata. Sudah banyak yang menjadi korban. Seperti yang pernah kita baca dalam berita-berita media massa yang disebar cetak maupun elektronik. Hingga berita yang sekarang lebih banyak dibaca oleh kita, olehmu, berita dari kantor berita di dunia maya.

Kau mungkin lebih tahu. Akun jejaring sosial sudah memakan korban. Pelaku kejahatan memanfaatkan media sosial yang kini mudah diakses setiap orang. Berbagai dugaan modus pun muncul dari kalangan pengamat. Aku lupa mau mengutip siapa. Mungkin kau pernah berkenalan dengan Roy Suryo. Ahh salah ya, dia disebut sebagai ahli telematika. Entah apa artinya telematika. Belakangan kemudian dia lebih dikenal sebagai Menteri Pemuda dan Olah Raga.

Kau tertawa lebar dengan menunjukkan emoticon ROTFL. Kemudian kau menyebutkan kasus-kasus rekayasa gambar. Beberapa nama artis kau sebutkan. Mereka yang menjadi korban rekayasa gambar.

Aku kirimkan emoticon tongue out.

Kubilang padamu. Baudrillard pernah mendiskusikan persoalan identitas. Apakah untuk hidup kita memerlukan identitas? Itu pertanyaan yang sempat dilontarkannya. Beberapa pertanyaan yang terkesan ambisius pun terlontar dari mulutnya. Saat krisis multidimensi yang melanda banyak negara. Termasuk negara kita.

Bila identitas itu tidak perlu, apakah kekacauan yang kita alami sekarang ini disebabkan tidak adanya identitas kita sebagai bangsa? Bagaimanakah pula, berhadap-hadapan dengan globalisasi – tanpa identitas akankah sirna masyarakat “Indonesia” itu? Atau sebaliknya dengan ditemukannya suatu formulasi tentang apa yang disebut “Kebudayaan Indonesia”, dapatlah kiranya menyelesaikan segala kemelut, mempersatukan bangsa dan kita dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain? Apakah ledakan revolusi informatika yang berpusing membentuk galaksi menjadikannya sebagai chain of signifier tanpa referensi yang semakin membesar tanpa batas itu menentukan segala nilai-nilai kebudayaan kita?

Diskusi dengan pemikiran Baudrillard tentang manusia dan kebudayaan (Indonesia), walaupun tidak langsung, dapatlah kurang lebih menjelaskan persoalan-persoalan tersebut.

Kali ini aku bertanya lagi kepadamu. Kau bersikukuh dengan ungkapan Shakespeare, “Mesikpun bunga mawar diberikan nama lain, ia tetap akan berbau wangi”. Namun, pernahkah kau berpikir bahwa bunga itu terdiri dari beragam jenis. Kelas, ordo, famili, dan spesiesnya berbeda dengan yang lain. Melati pun wangi. Mengapa kau tidak sebut dengan mawar?

Menjelang subuh aku kirimkan sebaris lirik dari file MP3 yang ada di galeri musik memori hp.

“Di alam nyata, apa yang terjadi

buah semangka berdaun sirih

Aku begini, engkau begitu

sama saja...”

Kututup chating kita seiring adzan subuh yang berkumandang. Renungkan itu kawan, bukan dari sisi lirik itu mewakili sesuatu yang populer ditafsirkan orang.

 

Di bawah langit Bumi Patilasan Pajajaran

21032016, 01.35

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun