Jika kita mengatakan apa itu maha tentu terlintas di pikiran bahwa sebutan yang sejatinya ada di diri Tuhan pemilik alam semesta ini , namun ketika maha itu di sandingkan dengan kata siswa maka terggabunglah kosakata mahasiswa. Kata mahasiswa identik dengan orang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi atau universitas, sebutan mahasiswa juga hanya ada di Indonesia sedangkan di luar negeri di sebut student collage.Â
Secra pengertian mahasiswa dan student collage sama saja namun ada banyak orang yang berstatus mahasiswa tidak memaknai apa sebenarnya arti dari kata maha yang di sematkan kepada diri mereka.
Mahasiswa umumnya memiliki 3 fungsi yaitu, sebagai agen of change, agent of control dan iron stock. ketiga fungsi ini sangat pas bagi mahasiswa karena sifat idealis yang di milikinya merupakan senjata paling menyeramkan di masa-masa perjuangan meraih cita-cita yang di inginkan. Akhir-akhir ini saya sering melihat beberapa mahasiswa lebih ke arah pragmatisme ntah dalam hal perkuliahan bahkan ke arah politik, sesuatu yang cepat dan menghasilkan kesenangan sangat di gemari oleh mereka tanpa memikirkan apa output yang di dapat dari tindakan kerdil itu.Â
Sepatutnya mahasiswa lebih memeberikan inovasi atau terobosan bagi permasalahan bangsa terutama bagi mereka yang menganggap bahwa harus ada perubahan yang signifikan namun fakta dari yang di idamkan oleh perumus negara inijauh dari harapan. Mahasiswa lebih bersikap skeptis dengan apa yang dia perbuat sendiri seakaan ini tak berdampak pada perubahan, kuliah yang mereka ikuti hanya sebatas hiasan untuk bercanda tapi mengenyampingkan nilai dari ilmu-ilmu mata kuliah, secara ontologi harusnya mereka tahu untuk apa ilmu ini? ogah-ogahan dan rasa malu mendapatkan nilai kecil sangat melekat pada diri mahasiswa saat ini tanpa mau mengikuti proses.
Seketika saya bertemu dengan kawan saya dan menanyakan tugas dan mereka menjawab sudahlah saya pusing dengan semuanya kuliah ini hanya sekedar sarana untuk mendapatkan gelar saja tak ada lebihnya bagi diriku tegasnya ketika menjawab, lalu saya pun merespon sudahi saja kuliahmu dan pergilah bersama kepesismisanmu.Â
Sejatinya sebagai agen perubahan kita harus berpikir sebelum berpendapat bahkan menggunakan teori, bagi saya memang susah untuk meyakinkan mahasiswa seperti ini apalagi mahasiswa di abad 21 yang lebih mengandalkan teknologi serasa menjadi wilayah jajahan terbaru. Zona nyaman dengan alat komunikasi membuat mahasiswa cenderung berpikir semua mudah, semua bisa di copy-paste.Â
Bandingkan dengan mahasiswa dahulu khususnya pemuda di masa pergerakan sampai ke tahun 80-an akhir untuk membuat suatu makalah atau apapun itu mereka rela meluangkan waktu yang mereka miliki untuk mencari buku terus membacanya lalu menuliskan kesimpulannya kembali pada mesin ketik yang di saat salah harus mengulang dari awal agar tulisan tersebut terlihat bersih dan rapi serta sangat memperhatikan nilai estetika, bagi saya mahasiswa terdahulu sangatlah malu apabila mereka tidak bisa bersaing dengan asing berbeda dengan sekarang yang kontras lebih berpikiran semua itu sudah terjadi sejak dulu.Â
Ketika Adan dan Hawa di pisahkan oleh Allah mereka berdua berusaha agar bisa bertemu namun mahasiswa sekarang seperti tidak mempunyai keyakinan, tidak memiliki etos kerangka berpikir yang rasional , rasional yang di maksud sekarang lebih ke arah pragmatis tentang bagaimana ia bisa wisuda dan berkerja di tempat yang layak tanpa membawa skil yang di butuhkan.Â
Hal ini patut di sayangkan generasi emas seperti zaman Soekarno , Moh Hatta , Sutan Syahrir , Nurcholis Majid , Rizal Ramli dan masih banyak lagi telah habis di kikis oleh kemewahan harta orang tua mereka , saat ini demoralisasi setiap individu mahasiswa bervariasi ketika melihat kawan-kawan yang sedikit pintar mereka akan dengan udah mengatakan tolong kerjakan saja tugas saya nanti saya bayar. Secara persaudaraan tidaklah apa-apa akan tetapi jikalau terus-menerus maka makin banyak calon koruptor di negeri ini.
Nama-nama besar seperti Nurcholis Majid dan Rizal Ramli merupakan panutan bagi kita para mahasiswa sekarang di mana kedua tokoh ini saat kuliah merupakan orang-orang pergerakan atau aktivis kampus yang melambungkan nama mereka sendiri di karenakan gebrakan mereka di melalui organisasi atau karya yang mereka buat.Â
Contohnya saja Rizal Ramli pernah masuk penjara akibat menyuarakan kritikan terhadap pemerintah selain itu Nurcholis Majid bisa membuka cakrawala berpikir yang literatur dan sistem matis tentang agama dan demokrasi namun meraka tidak pernah keras kepala karena hasil itu tidak penting , yang penting adalah proses untuk mendapatkan hasil tersebut. Mari kita renungkan sebearnya pondasi mana yang harus di hancurkan bagi individu mahasiswa sekarang ini, agar tercipta orang-orang besar yang bagus dalam pemikiran dan berdampak pada solusi kenegaraan hari ini.
Seperti sekarang kebanyakan para aktivis mahasiswa gerakannya stagnan tidak memberikan contoh yang baik terhadap rakyat atau juga rakyat sekarang tiak mempercayai peran dari mahasiswa di kehidupan sehari-hari akibat lebih terkonsentrasi terhadap perbudakan liberalisme?. Gelar kuliah hanya menjadi syarat untuk mendaftar kerja tanpapemngalaman-pengalaman yang di buat, dengan jumlah lapangan pekerjaan yang sempit dan otak yang terhimpit kebodohan apakah kita akan di gunakan di dunia pekerjaan,Â
Intinya sekarang sebelum terlambat kita sebagai mahasiswa mulai berkreasi menciptakan inovasi dan gebrakan yang bisa membuat kita bersaing dengan asing di tambah dengan kebijakan masyarakat ekonomi asean kita harus memberikan brand terhadap diri kita. Arti maha yang paling tinggi pun harus kita bedah secara komprhensif , jika demokrasi sekarang secara langsung maka kesuksesan juga tidak ada kata terwakilkan oleh orang lain atau kawan sejawat.Â
Memang kesadaran harus di tingkatkan , seiring terpuruknya pemerintahan dengan tunggakan hutang kita harus memberikan opsi-opsi yang bisa membangkitkan keadaan sekitar kita.Â
Adakalanya kita sebagai mahasiswa mengadah ke atas dan berkaca atas keberhasilan mahasiswa dahulu untuk meningkatkan kecerdasan sehingga cita-cita dari negara yang tercantum di undang-undang dasar 1945 biasa di capai , rubahlah mindsheet dengan membaca buku agar pengetahuan bisa bertambah setiap harinya bukan hanya membaca status di media sosial saja karena tak ada gunanya kata-kata mutiara tanpa tindakan di kehidupan seakrang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H