Ini hanya penamaan yang rasis Belanda terhadap ragam perlawanan masyarakat Aceh dan kegilaan mereka terhadap kopi. Maka kopi miring juga semakna dengan semangat perjuangan rakyat Aceh saat itu.
Sementara secara perlahan, Belanda melestarikan budaya kopi dalam skema industri, tanpa ritus sebagaimana di atas tadi. Kopinya pun, konon, bukan lagi robusta. Namun beralih ke arabika yang sesuai dengan lidah dan georafis Eropa.
Maka wajar kopi ini jadi kualitas ekspor dan jadi primadona. Tentu karena ada kepentingan industri dan monopoli di dalamnya serta terputusnya mata rantai ulama dan umatnya:budaya menghidupkan malampun menjadi hura hura semata!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI