Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puisi sebagai Seni Kata dan Modernisme di Dalamnya

6 Agustus 2023   09:18 Diperbarui: 6 Agustus 2023   13:26 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada maknanya, puisi adalah penggambaran peristiwa. Baik itu secara batin ataupun pengalaman inderawi yang tampak. 

Puisi memang konsisten pada kata dan makna. Namun pergulatan penyair dan upaya kontekstualisasi puisi di ruang publik terus bergerak. Dari puisi yang lirisme ke puisi yang absurd dan tanpa sintaksis. Katakanlah, dari Fansuri ke Amir Hamzah yang kental dengan lirik .

Begitulah, puisi bisa menjadi ritme personal (bukan semata teks) dan sejenis meditasi yang simpel tanpa ada embel embel segala macam sebutan dan pemaknaan. 

Puisi itu (peristiwanya) melekat pada maknanya sendiri dan imaji penyairnya. Puisi memberi ruang subjektivitas sendiri.

Secara konstruksi sosial, puisi memang wilayah yang khas secara sastrawi misalnya. Namun, setiap kita bisa menjadi wujud dari puisi itu sendiri dengan segala orientasi falsafahnya. 

Dalam perkembangannya kemudian, medernisme puisi tampil dalam wujud yang bebas dan menggunakan daya ungkap yang ringan bervariatif.  Ya..Ia tetap mewakili perspektif penyairnya, namun kata kata yang dipilih adalah kenyaatan hidup masyarakat secara umum. Semisal bahasa urban, konteks pendidikan dan politik kekinian.

Bentuknya bsa menjadi kritik sosial, satire atau diubah wujud ke bentuk lain seperti gambar dan video atau semacamnya.

 Emha telah memulai itu tiga dekade di belakang dengan musikalisasi puisi dan lautan jilbabnya. 

Begitupun Chairil. Tardji. Sapardi atau Jokpin. Dan juga Malna. Serta tokoh trend setter lainnya dengan corak yang khas.

Semua itu adalah upaya mendekatkan puisi kepada audiensnya dan membuka ruang bagi suatu apresiasi. Hingga memberi perluasan kebudayaan kita.

 Tentu pengenalan terhadap puisi semakin intens dalam 20 tahun terakhir. Hari puisi dunia dan hari puisi nasional menjadi dalil untuk itu. Walau tetap menyisakan PR di pranata sosial kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun