Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cahaya yang Tak Pernah Padam

7 Maret 2023   21:11 Diperbarui: 7 Maret 2023   21:54 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kota cahaya  Madinah (621 M)

Cahyanya melintasi celah gersang jazirah

Menjangkau Persia. Jajahan Romawi telah terserak.terkoyak koyak. Seperti rajanya yang telah merobek robek Surat Muhammad.

Lalu Umar menerima kunci Kota Alquds. Tanpa setetes darahpun. Merawatnya hingga 400 ratus tahun.

Ke selat jabal thariq/giblartar di masa Umayyah abad ke 7. Duplikat Madinah mencahyai belahan  Eropa.....

Ooo..Cordova yang gemilang.andalusia yang menawan. Dimanakah orang orag yang mencintai pengetahuan dan kebenaran? . 

Baca juga: Hanya Sepintas

Semua akhirnya menjadi ladang pembantaian oleh karena iri dan kebodohan. Atau kelalaian diri sendiri.

Dan di Bahghdad suar peradaban bagi abad modern....di sini semua penemuan telah diawali. Dari irigasi dan minyak wangi.  Kisah cinta Laila dan Si.Majun. 

Atau replika pesawat terbang. Logaritma. Algebra/al jabar. perpustakaan dan rumah sakit serta kampus Nizamiyah,  semua capaian yang tak  terbilang . 

Baca juga: Sepintas Senja

Hingga Hulagu Khan datang (1258 M) Menindas.membunuh. membuang buku buku di sungai Tigris.

Duplikat cahya itu terus berpindah, ke sebagian Mesir, Damaskus dan Turki yang gemilang sejak 1453 hingga 1929. 400 tahun yang penuh kewibawaan.

Cahaya itu terus merambah melintas menjelajah peristiwa peristiwa, semua dalam balutan kecongkakan akal manusia demi nama liberalisme atau bahkan humanisme belaka.

Sungguh, cahyaNya tak akan  padam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun