Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dialektika Chairil, Si Binatang Jalang

13 Agustus 2022   08:11 Diperbarui: 13 Agustus 2022   08:18 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Syaiful. Ilustrasi

Dialektika Chairil, Si  Binatang Jalang

====

Kita tahu,  ungkapan "binatang jalang" merupakan ungkapan paling autentik dan penguatan bagi perjalanan karya sang Legenda,  Chairil Anwar alm, terkhusus dalam karya "Aku".

Ungkapan itu begitu nyata dan gairah. secara teknis  sangat keluat dari kelaziman bahasa sastra saat itu. sehingga disinyalir bahwa "binatang jalang", merupakan perwujudan watak eksistensi dan pemberontakan Chairil.

Dalam dialektika filsafat, juga dikenal "binatang yang berfikir" untuk menggambarkan si manusia. sehingga dalam konteks "aku ini binatang jalang" pada ungkapan Chairil adalah bagian dari bentuk paradigma berfikir yang penuh abstraksi dan pertimbangan. 

Bahwa sebagai puisi,  tentu ia terikat dengan makna simbolik. maka,  binatang jalang yang terbuang dari kumpulannya adalah ekspresi kebebasan Chairil dalam mengungkapkan diri dan watak sejarahnya kemudian.

Dan itu sudah terbukti. Bagaimana kental dan autentiknya karya puisi "Aku" yang ia ciptakan: tidak banyak diketahui asbab di balik ditulisnya puisi tersebut: apakah murni sebagai ekspresi kebebasan diri, protes,  atau suatu kekecewaan dan optimisme.

Yang pasti sikap jalang sang penyair bukan pada kenakalan tak bermoral,  atau sikap kepelacuran, namun pada batasan kreasi linguistik yang ekspresif dan dipilih secara ketat sehingga memiliki daya maksimal, melampaui makna liris-romantis masa itu. Bahkan melampaui makna patriotismenya sendiri!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun