Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Abad yang Tidur

7 April 2022   08:32 Diperbarui: 7 April 2022   08:40 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Abad yang tidur

Oo. Kau pikir ini apa.seluruh entitas telah jadi mesin. Sejak kita mengenal mesin uap, kata orang. 

Sejak itu pikiran kita dipenuhi asap. Jadi asap asap yang mengisap pengertian tentang batas modernitas, skala ekonomi dan SDM.

Dan kemudian kita mengenal menara. Kau pikir apa. Menara yang bisa melihat isi kepala sambil mengukur berapa jarak sepi ke ujung jari. 

Oo.itu lompatan abad menuju waktu yang menyempit dan ruang yang mengecil dalam versi hibriditas, konektivitas, tanpa sekat, virtual versi apa?

Lalu lihat diri kita. Anak anak kita yang mimpinya berbunga di playstore. Mereka.juga kita.berlarian di jagad maya, melintasi barisan sinar elektron dan mengeja algoritma (arabnya al khawarizmi) yang rumit di antara mesin pencari serta berkiblat ke influencer. Tema tema konten, aplikasi aplikasi baru. Dan lihat.semua bagian kita telah tercecer.

Kita pikir. Yang kau pikir,
Kita dipaksa waktu untuk berlari. atau kita jadi bagian mekanisasi perubahan yang suram, hingga sulit mencerna arti menikmati. Menikmati waktu seadanya.

Abad kita berlari kata Malna. Aku membaca abad yang tidur. gejala gejala yang membuat kita menstimulasi kesemuan baru tanpa mengenal muasal dan akhir pencapaian.

Saat bumi sesak oleh asap. Dan kepala kepala manusia 5.0 lelah, Orang masih berpikir membangun koloni di bulan, apakah mereka bisa melihat Tuhan tersenyum di sana?

Ayo bangun. Abad kita sedang tidur. kita perlu berdiam sejenak di atas tanah. Menggenggam kesadaran kita sesadar sadarnya.sebelum semua tercecer dan sia sia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun