Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesan Sepucuk Rencong

6 Maret 2022   12:55 Diperbarui: 6 Maret 2022   13:27 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesan dari Sepucuk Rencong

******

Penyair Aceh Fikar W. Eda pernah menyampaikan dalam sajaknya agar mengembalikan rencong pada sarungnya.

Dalam catatannya,  rencong adalah simbol perlawanan. secara kritis,  ia menilai bahwa warwah Aceh mesti dikembalikan pada asalnya,  utama dalam fase krisis GAM sejak tahun 1977

Ia menilai,  Indonesia/Jakarta telah mengambil banyak dari Aceh,  termasuk korban DOM yang belum terselesaikan, walau sudah ada Badan ReIntegrasi Aceh pasca damai 2005 lalu.

Rencong memang sudah menjadi simbol keberanian dan budaya perlawanan. bukan hanya sebagai kegagahan. Telah diusulkan menjadi budaya takbenda kepada UNESCO.

Menurut  rilis wikipedia,  rencong telah digunakan sejak abad ke -13. Ada yang terbuat dari emas (seluruh atau sebagian) dan perak, dengan ragam bentuk/corak.

 Tidak ada batasan kasta dalam penggunaan rencong ini,  ia menjadi khas dalam kultur dan watak Aceh,  tajam dan tersembunyi, senjata keberanian: karena sebagai senjata jarak dekat.

Mungkin,  di antara simbol bentuk rencong yang tidak banyak diketahui orang adalah,  falsafah nilai Bismillah (dengan Nama Allah),  yang berwujud dari gagangnya,  bila kita letakkan dari kanan ke kiri: maka akan berbentuk  Arab,  ba dan sin  pada gagang,  serta mim pada bilah rencongnya. (sedang kata kata Allah,  disiratkan,  karena tidak boleh ditulis sembarangan).

Ini seakan menyimpulkan bahwa,  atas niat karena Allah dan kebaikan universal,  Rakyat Aceh akan selalu berani dan terdepan dalam menyuarakan hak/kebenaran.

******

Ket: sebagian sumber dari wikipedia. Selebihnya dari tradisi lisan dan beberapa literatur sekunder. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun