Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Suatu Siang yang Panas di Kota Aceh

23 Januari 2022   15:40 Diperbarui: 23 Januari 2022   16:08 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu Siang yang Panas di Kota Aceh

*****

Aku memasuki kota Aceh,  pada suatu siang,  selepas pagi yang basah. aku datang dengan keinginan yang besar, lalu menjadi cerita yang panjang.

Cerita heroik,  sejarah dan hati yang patah,  telah aku dengar,  Ooh,  Aceh yang tersisih,  dari kemilau Indonesia, dan cerita cerita akan terus bergemuruh, lakon baru dan episod episod telah direkam,  ataukah sejarah akan ditulis ulang?

Dan yang hitam pada peta jalan telah jadi bayang. bendera merah telah diturunkan. tanah juang telah berubah. peperangan konvensional hampir sulit dikuasai. Disebutkan,  dan aku dengar,  gagasan gagasan selalu layak diperjuangkan tanpa harus bergerilya dan keluar-masuk hutan.

Pada siang itu,  yang panas dan merah, aku merekam suara suara parau, rasa perih dan ketakutan yang sulit dijawab.
aku melihat orang yang baru tertembak di tepi ladang. Aku mendengar deru mobil mobil perang. 

Anak anak bedil tidak hanya menembus dinding dinding rumah,  tapi mengelupas kulit kepala, membakar paha,  dan aku masih mendengar suara dentum senjata yang beradu bahkan hingga malam.

Sepanjang jalan kota dan perkampungan menggambarkan sunyi yang dalam, orang orang menyimpan takut di jantungnya,

Ooh,  siang yang panas,  kemarau yang tebal, jalan siasah yang begitu terjal untuk mencapai hak hak sipil guna memaknai  kemakmuran yang dipahami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun