Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Memakmurkan Masjid

11 November 2021   21:55 Diperbarui: 11 November 2021   22:00 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Baitul Makmur Aceh Barat.Dok.NN//media.2019

Idealnya masjid adalah jantung hati umat Islam, jantung hari para pemuda-pemudinya dan jantung hati masyarakat setempat. 

Banyak kita saksikan bahwa sebutan "remaja masjid" itu terkadang tidak lurus dalam realita. Tidak banyak masjid yang dikelola dengan anak muda atau remaja. Demikian pula jamaahnya. Baik jamaah shalat ataupun jamaah taklim, sering diikuti oleh orang orang tua.

Secara hirarki, kadang masjid dianggap otonom dari wewenang pemerintah,kecuali masjid yang di pusat kota. 

Selebihnya masjid berupaya mandiri sesuai keadaan kampung dan daerah setempat. Walau ada tampak niat baik pemerintah dalam memberikan "santunan" kepada pengelola masjid, namun itu tak sebanding dengan fungsi masjid yang seharusnya makmur dan memakmurkan masyarakatnya.

Pada tahapan awal mungkin banyak yang berfikir bahwa makmurnya masjid adalah dengan tampilan bangunannya. Maka sering kita lihat pembangunan masjid yang seakan tidak pernah selesai. 

Selanjutnya, masjid yang makmur lewat kehadiran jamaahnya di setiap waktu shalat. Lalu berkembang pada kegiatan rutin yang terencana dengam baik. 

Yang perlu dicatat adalah, program kemasjidan tadi tidak semata ruhiyah dan ibadah formal saja. Melainkan mengakomodir semua keperluan masyarakat, baik yang dhuafa atau aghniya, yang kecil hingga yang dewasa. Perlu ditanamkan bahwa masjid adalah center semua kegiatan keummatan.

Pada kasus masjid yang luas bangunan dan bertingkat, bagian bangunannya bisa di gunakan untuk pusat studi Islam ala pesantren, beberapa murid dapat nyantri disitu dalam periode tertentu. Pengembangan jasa berbasis kemasjidan juga layak dijadikan program kemakmuran masjid.

Di samping masih banyaknya masjid yang "terlantar" di pinggiran kota atau pelosok kampung, kita juga sering mendengar keluhan rendahnya "minat" masyarakat setempat dalam mengikuti  majelis taklim.

Padahal, pihak masjid belum mengukur segala faktor (mungkin karena tidak sempat) yang menyebabkan masalah minat tadi. Bisa saja karena masalah waktu, materi yang monoton,  penyaji, fasilitas masjid dan sosialisasi yang tidak persuasif

Sudah saatnya pihak pengelola masjid menjangkau jamaahnya dan mengenal jamaahnya serta berupaya agar jamaahnya bertambah. 

Tentu dengan beragam varian program dan pendekatan, yang tujuan agar masjid selalu menjadi jantung hati dan tempat berpautnya hati-hati yang mukmin.

Note:

Pernah tayang di portasatu.aceh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun