Si faqir tidak merisaukan apapun kecuali kekerdilannya di hadapan Ilahi. Kefaqirannya tidaklah menyebkannya merendahkan diri dengan meminta dan memelas kasih. Si faqir di jalan ini telah terlepas dari materi yang melekat, harta dan jabatan.
Si faqir sanggup  memberi sebelah kurma untuk saudaranya, padahal hanya kurma itu miliknya. Atau bahkan ia rela berbagi sebiji kurma itu sedang ia sendiri membutuhkan.
Si faqir tak lagi menjadikan kepemilikan bagai hijab antara dia dan yang ditujunya. Jalan ini telah ditempuhnya dan kefaqiran adalah syarat agar rasa butuhnya sempurna pada Zat Yang Maha Kaya.
Si faqir pernah risau telat hisabnya kelak
sementara sahabatnya tidak. Si faqir memiliki dua helai baju sedang sahabatnya hanya sehelai, maka mudahlah hisabnya.
Jangan engkau kira kefaqiran di jalan ini sama adanya dengan kefaqiran yang lazim. Sebab si faqir yang kita maksud bahkan tidak menunjukkan kefaqirannya, tidak menyebutkan kefaqirannya. Ia bahkan sanggup memberi kepada yang orang dermawan.
Apakah engkau mengira bahwa para penempuh di jalan ini hanya hidup dari memelas dan meminta minta? Sesungguhnya tidak, bahkan mereka memiliki kebun, rumah luas dan budak. Sebagian mereka berdagang untuk keperluan sehari saja, Â atau saat membeli ia tidak akan menawar.
Si faqir telah yakin bahwa kefaqirannya hanyalan penghubung terbaik kepada Rabbnya. Tapi rugilah yang merasa faqir sementara ia rendah di mata manusia dan rendah pula di hadapan Tuhannya.[]
*telah tayang di medialokal.aceh.2020
Diadaptasi secara bebas dari "Risalah Alqushairiyah" (ditulis seribu tahun lalu)
pada kajian di Kanal Ustaz Abdul Somad.