Merawat Cinta ala Layla dan si Majnun Qais
Qais dan Layla adalah kisah mashur. Lebih dikenal dengan Layla dan Majnun. Ini kisah lebih hebat dan dramatik serta murni, dibanding kisah Romeo dan Juliet di abad 18. Sedangkan Qais dan Layla, kisahnya ditulis pada 1188 M. Beberapa referensi menyebut, inilah contoh cinta yang berpuasa,yang terpelihara kemurniannya.
Kehebatan kisah ini menginspirasi dua tokoh sufi dunia, Imam Al Ghazali dan Jalaluddin Rumi. Mereka menjadikan cinta Qais dan Layla sebagai metafor cinta hamba pada Tuhannya.
Pernah suatu hari Qais sakit, dan mesti dioperasi, dibedah. Tapi Qais takut. Bukan karena pisau yang menyayat, tapi " aku takut sayatan di tubuhku ini akan menyakiti si Layla juga. Karena di daging dan darahku telah tumbuh cintaku pada Layla", kata Qais penuh haru.
Sebab cintanya yang terlarang, karena derajat yang berbeda, Qais pun menjauh dari Layla, keduanya hanya memendam rindu. Ketika tiba rindu itu, tersebarlah pesta di rumah Layla. Qaispun antre untuk mengambil hidangan. Hingga di di depan Layla, pandang mata mereka bersetatap seketika sampai ke relung sulbi.
Tetiba Layla menjatuhkan piring yang mestinya ia berikan kepada Qais. Sontak hadirin terkaget, dan menyangka Layla sudah mulai membenci* Qais, atau Layla telah sadar bahwa Qais tidak sepadan dengannya.
Tapi Qais malah tersenyum bahagia, "itu berarti aku harus antre lagi dari awal untuk mendapatkan piring. Dan itu akan membuatku lebih lama melihat Layla", katanya berbisik ke orang di sebelah: Ini pula yang menjadi  perumpaan seorang hamba pada Tuhannya, yang menyangka doanya tak dikabulkan,(piringnya dipecahkan setelah mengantre).
Padahal itu Cara Tuhan agar si hamba terus dekat dengan Rabbnya. Dan Tuhan sangat suka Melihat hambaNya butuh akanNya.
Qais dan Layla tidak melawan* takdirnya, mereka terpisah karena Layla anak bangsawan dan akan dinikahkan dengan seorang saudagar kaya pula. Sebagian menyebutkan bahwa Layla tidaklah secantik yang dipandang Qais, sampai terdengar oleh Khalifah," engkaukah Layla yang membuat gila si Qais?, padahal engkau tidaklah secantik dayangku yang paling jelek diantara mereka,". Layla hanya berkata : tuan Khalifah tak melihat apa telah dilihat oleh Qais". Begitulah kiranya cinta seorang pada Tuhannya, yang dengan cinta itu seorang tenggelam dan merasakan kehadiranNya.
Qais dan Layla memang berpisah. Layla menikah dan Qais mengelana kesana kemari memendam cinta dan rindu. Qais berpuisi dan bersajak, yang ia lihat kesemuanya adalah Layla. Dinding di sekitaran kediaman Layla sering ia peluk karena rindu pada Layla. Sampai akhirnya Qais ke hutan, setelah banyak orang menyebutnya gila. Qais juga membangun rumah di dekat bukit, yang rumahnya menghadap ke bangunan megah tempat tinggal Layla.
Hingga suatu hari ia  mendengar kabar bahwa Layla wafat. Hancurlah hati Qais. Seakan bumi terlepas dari pijakannya. Ia terlambat mendengar kabar itu. Ia berusaha mencari dimana pusaranya. Setelah tiba, ia tinggal beberapa hari di kuburan Layla. Dan di atas kuburan itu pula Qais meninggal.
Demikian kisah Layla dan Qais si Majnun. Yang ditulis oleh Nezime, sastrawan sufi Persia di abad kesebelas.
Mungkin ini tragis dan pahit menurut cinta ala Barat. Tapi dalam tradisi cinta kesufian (Islam), kepahitan bisa sebagai kemanisan yang terindah selama dalam cintaNya, selama dalam kebaikan dan ketaatan.