Mohon tunggu...
Taufiq Pasiak
Taufiq Pasiak Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pemerhati Kajian Otak, Perilaku Sosial dan Cara manusia berpikir. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

'Ketidaksadaran' Saut Situmorang

10 Mei 2016   07:47 Diperbarui: 10 Mei 2016   17:54 2102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Taufiq Pasiak

           

Saut Situmorang (SS)—wakil ketua KPK—membuat kehebohan. Dalam acara bertajuk ‘benang merah’ di TV-One (Jumat (6/5/2016), SS menyatakan secara tersurat bahwa “mereka orang-orang cerdas ketika menjadi mahasiswa, kalau  HMI minimal LK I. Tapi ketika menjadi pejabat, mereka korup dan sangat jahat,". ‘Mereka’ yang dimaksud SS adalah kader-kader HMI yang pernah mengikuti LK-1. Pernyataan ini SS seketika memicu reaksi amarah dari kader-kader HMI di pelbagai pelosok tanah air. 

Amarah yang kemudian dituangkan secara intelek: melaporkan SS ke polisi sebagai bentuk pencemaran nama baik. Meski ada demonstrasi yang sedikit keras sebagaimana menjadi ciri khas mahasiswa dan anak muda, sampai hari ini (10/05) sudah tercatat ada 60 laporan pengaduan ke polisi tentang pencemaran nama baik oleh SS. Laporan di pelbagai pelosok tanah air. Teman2 yang bukan HMI, dipersilahkan menggantikan kata “HMI’ dalam kalimat SS di atas dengan (misalnya): GMKI, GMNI, PMII, PMKRI, Pemuda Anshor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Hindu, GAMKI, dll, agar dapat merasakan semacam sensasi khas dan jahatnya pernyataan itu.

SS tampaknya peka (meski terpaksa). Ia akhirnya minta maaf. Yang menarik bagi saya adalah kalimat terakhir setelah dia menyampaikan permohonan maaf (9/05): “Omongan saya yang menyinggung itu saya sampaikan di luar bawah sadar saya, saya tidak berharap itu ditindaklanjuti,". Pernyataan SS ini mengingatkan saya pada pernyataan serupa yang disampaikan oleh calon Hakim Agung Muhammad Daming saat mengikuti tes uji-patut di depan Komisi-3 DPR-RI (14/01/2013). Ketika ditanya oleh Andi Azhar dari F-PAN soal perkosaan, seketika Daming menyatakan : “Yang diperkosa dengan yang memerkosa ini sama-sama menikmati. Jadi, harus pikir-pikir terhadap hukuman mati."Kalimat tersebut diucapkannya berkali-kali yang spontan membuat anggota Komisi-3 dan Daming sendiri tertawa karena menganggapnya lucu. 

Pernyataan Daming ini seketika heboh dan menimbulkan amarah, terutama ibu-ibu dan kaum perempuan. Daming kemudian menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan bahwa pernyataannya itu “spontan, hanya sekadar mencairkan suasana”. Daming kemudian tidak lulus tes uji-patut yang membuatnya gagal jadi hakim agung (lihat tulisan saya di Kompasiana 

Alat berpikir dan membuat keputusan

 Para psikolog kognitif dan ahli otak mempelajari bahwa manusia berpikir dengan 2 cara : Refleksif dan reflektif (Leiberman, 2002) atau Chimp Mind dan Human-Mind(Peters, 2010) atau sistem-1 dan sistem-2 (Kahneman, 2012) atau otomatisdan reflektif(Richard Thaler, 2013) atau Intuitive-Mind dan Deliberative-Mind (Wendel, 2014). 

Ringkasnya, pikiran jenis pertama (refleksif, otomatis, sistem-1, Chimp-Mind, intuitive) adalah pikiran yang bekerja secara spontan, serta-merta tanpa analisis, cenderung bersifat instink, tak perlu usaha (effortless)berpola sebab-akibat, dan bertujuan untuk melindungi diri atau pertahanan diri. Sedangkan jenis kedua (reflektif, sistem-2, Human-Mind, Deliberrative) adalah pikiran yang bekerja dengan mekanisme sadar, analisis, perlu usaha (effortfull)tidak selalu berpola, dan meski ada sisi perlindungan diri tetapi bukan merupakan tujuan utamanya). Pikiran jenis pertama tersimpan di alam bawah sadar dan tidak selalu mudah diakses. Pikiran jenis ini dapat muncul tiba-tiba terutama ketika seseorang berada dalam kondisi terancam atau keadaan gembira berlebihan atau lihat Kompas online dan cetak dengan  judul sama). 

Pikiran jenis pertama ini sering muncul ketika seseorang dalam posisi terdesak, tertekan atau terancam, baik itu ancaman dari luar (situasi tegang, orang jahat, dll) atau ancaman yang dibentuk dalam dirinya sendiri (merasa orang lain atau situasi tertentu sebagai ancaman). Pikiran jenis pertama ini yang menjadi sebab-musabab lahirnya penyakit seperti kecemasan atau gejala penyakit seperti curiga berlebihan (paranoid). Mengapa muncul dalam keadaan terdesak atau tertekan? Karena pada situasi ini seseorang tidak bisa berpikir dengan baik, menggunakan analisisnya atau memiliki kemampuan prediksi yang bagus. 

Keputusan yang dibuat dengan pikiran jenis ini adalah keputusan berpola. Artinya, sudah tertata sedemikian rupa sehingga ada hubungan kausalitas yang kuat (jika A, maka B). Pikiran jenis inilah yang membentuk ‘perangkat pikiran’ (mind-setatau cognitive set). Latar pikiran ini yang terakumulasi dalam jumlah yang banyak kemudian membentuk cara pandang tentang kehidupan (way of life) dan pada gilirannya turut membentuk kepribadian (personality). (uraian lengkap dapat dibaca dalam Taufiq Pasiak. Sistem Kendali Otak. AviBook, 2015).

Bagaimana pikiran jenis-1 bisa muncul? Selain karena bawaan evolutif untuk pertahanan diri, juga sebagai cara otak untuk mengurangi beban kerjanya. Otak memiliki sifat efektif dan efisien dalam bekerja. Sehingga hal-hal yang semula dibentuk secara sadar, berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan (habit), akan segera ‘diturunkan’ ke dalam pikiran jenis 1 yang ada di alam bawah sadar atau disimpan dalam gudang ingatan (memori). Dengan cara seperti ini otak bekerja menjadi efisien dan efektif. 

Yang rutin bukan lagi hal baru. Wujudnya berupa spontanitas. Hal-hal rutin tidak begitu membutuhkan usaha untuk meresponnya. Silakan Anda membayangkan bagaimana kerja seorang tukang bengkel yang sudah terlatih atau seorang dokter yang sudah puluhan tahun menekuni profesinya. Hal-hal yang rutin tidak lagi menjadi bagian dari olah pikir sadar.  Cara ini disebut automatic by acting the repetition(menjadi otomatis karena dilakukan berulang-ulang). Automatic by acting the repetitionini merupakan cara pembentukan kebiasaan manusia yang oleh para psikolog disebut habit loop.Untuk terbentuknya habitini, maka dibutuhkan 3 komponen penting: tanda atau isyarat (cue), pengulangan (routine) dan pengimbalan atau hadiah (reward) (Duhigg, 2013). 

Spontanitas atau ‘ketidaksadaran’ dalam berucap atau berperilaku (beberapa buku teks sering mengistilahkan heuristik), terjadi karena 3 komponen itu berlangsung terus menerus. Seseorang selalu mendapatkan imbalan atau hadiah atas sebuah perilaku tertentu. Ini artinya, perilaku itu cenderung dianggap sebagai perilaku yang oke-oke sehingga tidak ada upaya untuk menghilangkannya. Spontanitas itu adalah respon instinktual atau intuitif (lihat Taufiq Pasiak, 2015).

Secara teknis, 2 jenis pikiran merupakan suatu rentang cara berpikir dari ujung ke ujung. Ujung kiri adalah pikiran jenis 1 (sebut saja: instink). Ujung kanan adalah pikiran jenis 2 (sebut saja: rasio). Di antara keduanya ada yang disebut ‘intuisi’ (Wendel, 2014). Jika dilihat perangkat biologisnya di otak maka kerja pikiran manusia terutama melalui mekanisme yang disebut top-dow regulasi(McLean, 19.Instink diatur di batang otak (reptilian brain)dan berfungsi terutama untuk pertahanan hidup. Intuisi diatur terutama di otak mamalia (mammalian brain). Selain berfungsi untuk pertahanan hidup juga merupakan pusat pengaturan emosi. 

Sedangkan rasio diatur di neokorteks. Secara evolutif, neokorteks inilah yang menjadi penanda seseorang disebut manusia. Kemampuan menggunakan rasio secara tepat merupakan ciri khas seorang manusia. Sistem kendali diri manusia terjadi karena adanya kendali neokorteks terhadap 2 struktur di bawahnya. Seorang pemimpin, pejabat publik atau seorang yang terdidik dengan benar harus senantiasa berada dalam kondisi terkendali meskipun berada pada situasi yang sulit dan mengancam, meskipun pada keadaan-keadaan tertentu reptiliandan mammalian brainitu bisa dipakai. Seorang pemimpin atau pejabat publik—yang setiap ucapannya berimplikasi secara luas—sepatutnya bicara dalam kondisi terkendali. Kondisi terkendali tidak ada kaitan dengan aspek paralinguistik (vokal, logat, cara bicara). Bicara terkendali berkaitan dengan isipembicaraan. 

‘ketidaksadaran’ Saut Situmorang

Mungkinkah ucapan SS itu lahir spontan karena sudah sering diulang-ulang (repetition) dalam pikirannya, alias sudah menjadi perangkat pikirnya? Hanya Tuhan yang tahu persisnya, tetapi sebagai pembelajar di bidang pikiran ini, saya berpendapat bahwa pernyataan itu merupakan perangkat pikiran SS. Pikiran ini sudah berulang-ulang dalam benaknya sehingga tanpa ia sadari sudah menjadi bagian dari kebiasaannya berpikir tatkala menghadapi obyek tertentu. Itu sebabnya, saya termasuk yang tidak percaya bahwa ucapan ini lahir begitu saja alias muncul seketika, meskipun itu disampaikan secara spontan dan ‘tidak sadar’. 

Saya cenderung percaya bahwa ada sesuatu dalam benak SS berkaitan dengan HMI ini. Sesuatu yang terbentuk tidak dengan tiba-tiba. Ada automatic by acting the repetition.Dan untuk terjadinya ini ada rewardyang diperoleh. Saya berharap kekeliruan SS ini segera dipebaikinya. Sebagai seorang yang pernah berkarir di intelijen, dengan dasar pendidikan di bidang ilmu fisika dan berlintas lintas bidang ke ilmu sosial;  dan kemudian berkarir di bidang hukum (KPK), ia seharusnya menjadi tokoh. 

Tokoh bagi bangsa ini. Jika saat ini ia terpeleset menunjukkan isi perangkat pikirannya melalui ucapannya itu, maka ia pelan-pelan menunjukkan kelemahannya. Saya masih berharap ia dapat segera berubah. Memperbaiki perangkat pikirannya yang keliru. Mungkin tidak saja menyangkut HMI. Mungkin juga dengan yang lain. Sebagai sedikit berbagi pengetahuan, dalam kesempatan beberapa kali menjadi fasilitator di KPK termasuk untuk para komisioner saat AS jadi ketua, berulang-ulang saya sampaikan di hadapan mereka bahwa pada dasarnya manusia tidak bisa berdusta. Jika ia berdusta dengan ucapannya, maka tubuhnya akan menunjukkan dusta itu. Ucapan boleh berkelit, tetapi rona wajah dan mata tidak bisa. Begitu juga ketika berdusta dalam kata-kata, selalu ada sisi gramatikal, vokal dan pilihan kata yang membuat seorang ahli bisa menemukan dusta itu. (Manado, 10/05/2016)

Taufiq Pasiak

  1. Sekjen PP Masyarakat Neurosains Indonesia.
  2. Kepala Pusat Studi Otak dan Perilaku Sosial LPPM UNSRAT Manado
  3. Kepala Bagian Anatomi-Histologi FK UNSRAT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun