Taufiq Pasiak
Saut Situmorang (SS)—wakil ketua KPK—membuat kehebohan. Dalam acara bertajuk ‘benang merah’ di TV-One (Jumat (6/5/2016), SS menyatakan secara tersurat bahwa “mereka orang-orang cerdas ketika menjadi mahasiswa, kalau HMI minimal LK I. Tapi ketika menjadi pejabat, mereka korup dan sangat jahat,". ‘Mereka’ yang dimaksud SS adalah kader-kader HMI yang pernah mengikuti LK-1. Pernyataan ini SS seketika memicu reaksi amarah dari kader-kader HMI di pelbagai pelosok tanah air.
Amarah yang kemudian dituangkan secara intelek: melaporkan SS ke polisi sebagai bentuk pencemaran nama baik. Meski ada demonstrasi yang sedikit keras sebagaimana menjadi ciri khas mahasiswa dan anak muda, sampai hari ini (10/05) sudah tercatat ada 60 laporan pengaduan ke polisi tentang pencemaran nama baik oleh SS. Laporan di pelbagai pelosok tanah air. Teman2 yang bukan HMI, dipersilahkan menggantikan kata “HMI’ dalam kalimat SS di atas dengan (misalnya): GMKI, GMNI, PMII, PMKRI, Pemuda Anshor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Hindu, GAMKI, dll, agar dapat merasakan semacam sensasi khas dan jahatnya pernyataan itu.
SS tampaknya peka (meski terpaksa). Ia akhirnya minta maaf. Yang menarik bagi saya adalah kalimat terakhir setelah dia menyampaikan permohonan maaf (9/05): “Omongan saya yang menyinggung itu saya sampaikan di luar bawah sadar saya, saya tidak berharap itu ditindaklanjuti,". Pernyataan SS ini mengingatkan saya pada pernyataan serupa yang disampaikan oleh calon Hakim Agung Muhammad Daming saat mengikuti tes uji-patut di depan Komisi-3 DPR-RI (14/01/2013). Ketika ditanya oleh Andi Azhar dari F-PAN soal perkosaan, seketika Daming menyatakan : “Yang diperkosa dengan yang memerkosa ini sama-sama menikmati. Jadi, harus pikir-pikir terhadap hukuman mati."Kalimat tersebut diucapkannya berkali-kali yang spontan membuat anggota Komisi-3 dan Daming sendiri tertawa karena menganggapnya lucu.
Pernyataan Daming ini seketika heboh dan menimbulkan amarah, terutama ibu-ibu dan kaum perempuan. Daming kemudian menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan bahwa pernyataannya itu “spontan, hanya sekadar mencairkan suasana”. Daming kemudian tidak lulus tes uji-patut yang membuatnya gagal jadi hakim agung (lihat tulisan saya di Kompasiana
Alat berpikir dan membuat keputusan
Para psikolog kognitif dan ahli otak mempelajari bahwa manusia berpikir dengan 2 cara : Refleksif dan reflektif (Leiberman, 2002) atau Chimp Mind dan Human-Mind(Peters, 2010) atau sistem-1 dan sistem-2 (Kahneman, 2012) atau otomatisdan reflektif(Richard Thaler, 2013) atau Intuitive-Mind dan Deliberative-Mind (Wendel, 2014).
Ringkasnya, pikiran jenis pertama (refleksif, otomatis, sistem-1, Chimp-Mind, intuitive) adalah pikiran yang bekerja secara spontan, serta-merta tanpa analisis, cenderung bersifat instink, tak perlu usaha (effortless)berpola sebab-akibat, dan bertujuan untuk melindungi diri atau pertahanan diri. Sedangkan jenis kedua (reflektif, sistem-2, Human-Mind, Deliberrative) adalah pikiran yang bekerja dengan mekanisme sadar, analisis, perlu usaha (effortfull)tidak selalu berpola, dan meski ada sisi perlindungan diri tetapi bukan merupakan tujuan utamanya). Pikiran jenis pertama tersimpan di alam bawah sadar dan tidak selalu mudah diakses. Pikiran jenis ini dapat muncul tiba-tiba terutama ketika seseorang berada dalam kondisi terancam atau keadaan gembira berlebihan atau lihat Kompas online dan cetak dengan judul sama).
Pikiran jenis pertama ini sering muncul ketika seseorang dalam posisi terdesak, tertekan atau terancam, baik itu ancaman dari luar (situasi tegang, orang jahat, dll) atau ancaman yang dibentuk dalam dirinya sendiri (merasa orang lain atau situasi tertentu sebagai ancaman). Pikiran jenis pertama ini yang menjadi sebab-musabab lahirnya penyakit seperti kecemasan atau gejala penyakit seperti curiga berlebihan (paranoid). Mengapa muncul dalam keadaan terdesak atau tertekan? Karena pada situasi ini seseorang tidak bisa berpikir dengan baik, menggunakan analisisnya atau memiliki kemampuan prediksi yang bagus.
Keputusan yang dibuat dengan pikiran jenis ini adalah keputusan berpola. Artinya, sudah tertata sedemikian rupa sehingga ada hubungan kausalitas yang kuat (jika A, maka B). Pikiran jenis inilah yang membentuk ‘perangkat pikiran’ (mind-setatau cognitive set). Latar pikiran ini yang terakumulasi dalam jumlah yang banyak kemudian membentuk cara pandang tentang kehidupan (way of life) dan pada gilirannya turut membentuk kepribadian (personality). (uraian lengkap dapat dibaca dalam Taufiq Pasiak. Sistem Kendali Otak. AviBook, 2015).