Mohon tunggu...
Taufiq Hidayatur Romadlon
Taufiq Hidayatur Romadlon Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jangan lupa bantu support dan like and follow ya, dengan begitu saya akan lebih bersemangat dalam membuat karya-karya yang lebih banyak. Terima Kasih.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Sepotong Senja di Pelabuhan Kecil"

5 Juli 2024   13:30 Diperbarui: 5 Juli 2024   13:37 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sepotong Senja di Pelabuhan Kecil"

Di ujung jalan yang berliku, tersembunyi di balik perbukitan, terdapat sebuah pelabuhan kecil yang terlelap dalam senyapnya senja. Sinar matahari merah jingga memeluk pantai berbatu, menciptakan bayangan panjang kapal-kapal nelayan yang mengambang di air tenang. Di sana, seorang pemuda bernama Ali sedang duduk di tepi dermaga kayu, mengamati ombak yang perlahan berdesir.

Ali adalah seorang nelayan muda yang hidupnya terpaut erat dengan lautan. Setiap pagi, ia bersama ayahnya, Pak Hamid, melaut untuk mencari rezeki. Namun, hari ini berbeda. Ali duduk sendirian, membiarkan angin sepoi-sepoi laut membelai wajahnya yang penuh kerinduan.

Pemandangan senja membawa Ali pada kenangan masa kecilnya. Ia teringat saat-saat bersama ibunya, Nyai Fatimah, yang selalu menunggu dengan senyum manis di rumah sederhana mereka setiap kali ia dan ayahnya kembali dari laut. Ibu yang sabar dan penuh kasih, yang selalu menyisihkan sepotong roti hangat untuk Ali sebelum ia pergi ke sekolah.

Namun, itu semua tinggal kenangan. Nyai Fatimah telah pergi ke alam lain lima tahun yang lalu, meninggalkan mereka dalam kedamaian yang sunyi. Kehilangan itu meninggalkan luka yang dalam dalam hati Ali dan Pak Hamid, meskipun mereka berdua berusaha untuk tetap tegar dan melanjutkan kehidupan.

Saat Ali terdiam dalam lamunannya, terdengar langkah kaki ringan dari belakangnya. Dia menoleh dan melihat seorang perempuan tua dengan rambut putih dan senyum lembut berdiri di sampingnya. Dia adalah Mbah Siti, nenek bijak dari desa itu yang dikenal karena kebijaksanaannya dan cerita-ceritanya yang menyentuh hati.

Mbah Siti duduk di samping Ali tanpa sepatah kata pun. Mereka hanya duduk berdampingan, menikmati kehadiran satu sama lain di bawah sinar senja yang semakin meredup. Mbah Siti kemudian mulai bercerita tentang cinta dan kehidupan, tentang bagaimana senja selalu mengingatkan manusia akan keindahan yang sederhana namun mendalam.

Sementara itu, di ufuk barat, matahari mulai tenggelam perlahan. Warna langit berubah menjadi ungu kebiruan yang memesona, menciptakan perpaduan warna yang memukau di atas air laut yang tenang. Ali dan Mbah Siti masih duduk berdampingan, mereka berbagi momen keheningan yang sarat makna di antara mereka.

Ketika malam mulai menyelinap, Ali merasakan kedamaian dalam hatinya yang lama hilang. Dia menyadari bahwa meskipun kehilangan selalu meninggalkan luka, kehadiran orang-orang yang peduli di sekitarnya, seperti Mbah Siti, membantu meringankan beban itu. Dalam keheningan senja di pelabuhan kecil itu, Ali merasakan kedamaian yang dalam, mengetahui bahwa bahkan dalam kehilangan, ada keindahan yang dapat ditemukan.

Mbah Siti tersenyum dan dengan lembut menyentuh bahunya. Mereka bangkit berdiri bersama, menatap langit yang kini telah penuh dengan bintang-bintang gemerlapan. Ali mengucapkan terima kasih dalam hatinya kepada Mbah Siti, karena tanpa kata-kata, beliau telah mengingatkannya bahwa kehidupan adalah tentang menerima kehilangan dan menemukan kedamaian di dalamnya.

Mereka berjalan pulang ke desa dengan langkah yang ringan. Di belakang mereka, pelabuhan kecil tetap terlelap dalam senyapnya, menyimpan kisah-kisah kehidupan dan cinta di antara ombak yang mengelilingi dermaga kayu yang kokoh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun