The Closing of Holy Qur’an ditandai dengan ayat 3 Surah Al-Maidah sekaligus memutus rantai wahyu kepada Rasulullah. Meminjam pendapat Agus Mustofa (AM) (Al Qur’an Asli Masih Di Lauh Mahfuzh) yang bersandar pada Qs. Al Buruuj: 21-22 menyatakan bahwa apa yang diturunkan kepada Rasulullah ada dua jenis yakni hardcopy (Al-Qur’an), berupa teks yang dihafalkan oleh beliau dan para sahabat & kemudian disebut sebagai “Al Kitab” atau lebih dikenal dengan “Mushaf Utsmani”. Sedang Softcopy berupa “kandungan isinya”, yang oleh Al Qur’an disebut sebagai “Al Hikmah”. Tidak sebagaimana “Al Kitab” yang sudah selesai diturunkan, “Al Hikmah” sebagai kandungan isi Al Qur’an terus menerus diturunkan oleh Allah kepada siapa saja.
Menarik apa yang diungkap oleh AM bahwa Al Hikmah masih kontinu bertebaran pada hamba yang mengkajinya sambil mensucikan dirinya. Kenapa harus suci? Karena menurut Al Qur’an’, hanya orang-orang yang mensucikan dirinya yang akan bisa “bersentuhan makna” dengan hikmah-hikmah Al Qur’an. Adanya pengungkapan makna Al-Qur’an adalah wujud dari proses penyadaran guna lebih menyakini agama Islam. Namun, yang perlu digaris bawahi bahwa pengungkapannya merupakan suatu khilafan dan kedhaifan, yang kebenarnya bersifat relatif dan nisbi, hanya Allah sendiri yang Maha Mengetahui-Nya.
4 pilar Al Kahfi
Saya menulis hal ini karena terdorong oleh pemateri di salah satu seminar yang saya hadiri dan menyinggung Al Kahfi sebagai Pilar Peradaban Negara. Tak sempat dibahas secara mendalam, maka saya coba untuk mengerti dan menuliskan apa yang saya pahami. Setiap surah Al-Qur’an punya cerita dibalik penurunannya (Asbabul Nuzul). Toh, apalagi Al-Qur’an sebagiannya adalah Kisah sarat makna. Al Kahfi salah satunya. Setidaknya ada empat cerita sarat hikmah dan bisa jadi pondasi yang komperhensif serta ideal untuk sebuah Negara.
Pilar pertama, Ashabul Kahfi disimbolkan “Pemuda”. Termaktub ayat 9-26. Ketika mendengarnya dibenak kita bisa Tangguh, Cerdas, Kreatif, Visioner dll. Siapapun pernah jadi pemuda, masa dimana segala potensi baik dan buruk berimbang bisa dilakukan. Ingat petuah Soekarno yang dengan pemudanya mengguncang dunia, islam juga punya sosok pemuda Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib yang tak terbantahkan kontribusinya. Begitulah harusnya pemuda walau jasad dimakan tanah, jiwanya tetap jadi pelita kegelapan. walau “ditidurkan” Allah lama pemuda Al Kahfi tetap teguh dengan pendiriannya.
Kedua, Pemilik dua kebun disimbolkan sebagai Modal. Tersimpul di ayat 33-44. Modal adalah aspek paling penting dalam penyelenggaraan Negara. Makin kuat modal dalam negeri, maka makin nampak mandirinya Negara. Jika di Indonesia, SDA berlimpah ruah dan punya potensi sangat besar untuk jadi Negara Mandiri dan bisa mencuri perhatian dunia. Layaknya posisi Turki saat ini. Namun, sungguh sayang harapan ini sepertinya akan nampak beberapa dekadade lagi.
Ketiga, Musa & Khidir disimbolkan sebagai “Cendikiawan”. Dimulai dari ayat 60-82. Meminjam pendapat Sharif Shaary dalam buku Faizal Yusup diunduh dari wikipedia,seorang cendekiawan adalah pemikir yang sentiasa berpikir dan mengembangkan (serta) menyumbangkan gagasannya untuk kesejahteraan masyarakat dia juga yang mengenali kebenaran dan juga berani memperjuangkan kebenaran itu, meskipun menghadapi tekanan dan ancaman. Lalu lanjutnya, ia menegaskan "cendekiawan" bukan hanya sekadar berpikir tentang kebenaran tetapi harus menyuarakannya, apapun rintangannya. Seorang cendekiawan yang benar tidak boleh netral, dan harus memihak kepada kebenaran dankeadilan. Dia "tidak boleh menjadi cendekiawan bisu, kecuali dia betul-betul bisu atau dibisukan".
Keempat, Dzulqarnain disimbolkan sebagai “Pempimpin Bijak”. Terusun dari ayat 83-101. Sosok ideal memang hanya Rasulullah sebaik-baiknya pemimpin. Penuh wibawa dan kharismatik namun tetap santun, keras terhadap kebatilan dan lembut dengan kaum lemah. Ini banyak ditiru oleh Sahabatnya. Tak heran memang jika Michael H. Hart menempatkan beliau di rangking elit orang paling berpengaruh di dunia. Dewasa ini pun ditengah-tengah kita banyak pemimpin yang berusaha bersandar kepada Rasulullah.
Al-Qur’an memang selalu menyajikan sesuatu yang menarik untuk dikaji, diungkap dan ditelisik lebih mendalam. Karena sesungguhnya di dalamnya terdapat Blue Print kehidupan ideal. Adanya 4 pilar tersebut meniscayakan terbentuknya peradaban islam yang adil juga makmur. Tak ada alasan tepat jika keempatnya saling bersinergi untuk membangun, maka mutlak Negara akan berkemajuan dan beradab. Lagi dan lagi harus ditegaskan bahwa Al-Qur’an memang karunia terhebat yang pernah ada dan rasa syukur kepada Sang Messenger (Rasulullah) atas andilnya menerjemahkan titah-titah yang Kuasa. Wallahu alam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H