Mohon tunggu...
Taufiq Hidayah
Taufiq Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kusebut Menulis Adalah Candu

14 Maret 2017   15:53 Diperbarui: 14 Maret 2017   16:01 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin tulisan tema seperti ini ada ribuan dan boleh jadi tak lagi memunculkan ketertarikan. Namun, ini adalah bentuk manifestasi kesyukuran atas kemudahan mengakses ilmu-Nya. Menulis adalah sunatullah, jalan mengabdi dan mengabadi serta digariskan oleh Allah melalui kalam-Nya. Saya tak mau hanya meninggalkan benda mati bernama nisan. Raga boleh tenggelam oleh bumi, namun jiwa tetap meng’ada’.

Menjadikan kebiasaan menulis sebagai habit merupakan tantangan tersendiri. Meletakkan perawalan itu tak mudah dan lebih sulit lagi menjaga istiqomahnya, kata seorang kawan. Katanya butuh semangat, tunggu momen lalu mencari mood beberapa beralasan. Saya anggap manusia adalah perpustakaan terbaik. Mereka memotret realitas, membaca ribuan buku lalu menyimpannya di memori bernama otak. Maka akan luar biasa, jika outputnya terkristal dalam tulisan. Menulis bukanlah bakat alami. Ia lahir dari sebuah proses panjang bernama kebiasaan, diasah sedemikian rupa lalu dijaga bara semangatnya. Semangat kadang bak ketapel dan amunisinya. Ketika amunisinya dilecut ditarik sekeras mungkin kemudian terlontar. Amunisinya berlari cepat dan meyakinkan lalu perlahan tapi pasti mulai melambat dan akhirnya berhenti.

Lalu boleh tanyakan pada diri harus kah terus jadi penikmat? Penikmat karya orang lain dan tak ada gerak sedikit berpindah untuk menjadi bagian yang menjajakan kenikmatan itu. Ku sebut itu pelit, jika segudang ilmu didapat dari beragam fenomena baik tertulis atau tidak, lantas tak tertuang dalam bentuk tulisan. Anggapku tak ada tulisan yang tidak mempunyai manfaat meskipun hanya sebuah tulisan maaf ‘murahan’. Saya mengutip sebuah pesan beberapa waktu lalu lewat media sosial Membaca tanpa menulis, ibarat memilki harta dibiarkan menumpuk tanpa dimanfaatkan, menulis tanpa membaca ibarat mengaduk air dari sumur kering, tidak membaca dan tidak menulis ibarat orang yang tak berharta jatuh ke dalam sumur air.

Cinta memang harus jatuh ke pena. Tanpa cinta akan terasa hambar. Mesti sefrekuensi. Cinta yang pada akhirnya akan menimbulkan candu lalu menguat menjadi habit. Maka selamat, jika menulis telah menyatu dalam raga. Kemudian apa maksud Allah menyeruh untuk mengangkat pena? Pikirku Allah tak ingin kita sekadar mampir sambil lalu di dunia, ia menyeruh untuk meninggalkan kesan berbekas kepada sesama dalam bentuk tulisan. Kita pun tak pernah membantah bahwa orang-orang hebat terlahir berkat karya mereka yang meng’ada’. 

Memulainya?

Sering banyak bertanya bagaimana cara menulis? Sering pula saya tersenyum ketika ditanya ikhwal ini. Belajar menulis, ya menulis. Menulis itu butuh banyak latihan, minim teori. Bisa mengandalkan contoh-contoh tulisan yang bisa dijadikan acuan untuk menulis. Amati Tiru Modifikasi (ATM) akrabnya.  Kebiasaan membaca tulisan-tulisan orang lain akan membantu proses penciptaan tulisan. 

Lama-kelamaan kita akan dapat berlatih tanpa contoh, tetapi dengan kepekaan hati dan pikiran, sehingga pada akhirnya kita dapat terlatih menulis dengan gaya khas kita sendiri. Untuk tulisan non fiksi, kita dapat berlatih menangkap makna setiap peristiwa yang menarik dan mengikatnya sebagai benang merah tulisan kita. 

Riset yang berhubungan dengan materi tulisan kita mutlak diperlukan sehingga tulisan kita mengandung kebenaran. Untuk menulis fiksi kita tinggal menambahkan imajinasi-imajinasi yang mengandung kebenaran nilai sehingga memunculkan keharuan di hati pembaca. Semua itu akan tampak indah bila dikemas dengan bahasa yang santun, baik dan cantik.

Orang Besar

Ketika kau ingin menjadi orang besar, maka dua hal ini harus kamu lakukan. Mantapkan retorika, telurkan karya. Petuah ini saya dapat dari senior saya, ketika berkecimpung di dunia jurnalistik. Siapapun tahu orang-orang yang telah besar, dan berpengaruh memegang dua hal ini.Sebutlah misal Presiden Soekarno, Hitler, Ulama-ulama terdahulu dan sebagainya telah membuktikannya.  Tidak ada jalan pintas untuk menggapai sebuah keberhasilan, termasuk dalam menggeluti dunia kepenulisan. 

Para penulis terkenal saat ini yang berhasil menggapai ketenaran, adalah mereka yang telah melalui jalan panjang dalam proses kreatif kepenulisannya. Menempuh jalan yang berliku, melewati rute yang penuh onak dan duri, menguras air mata, mengorbankan baik itu waktu maupun materi, bergelut dengan himpitan beban ekonomi bahkan harus menghadapi tatapan sinis serta cibiran dari orang-orang sekitarnya. Namun mereka berhasil melewati itu semua dan membuktikan bahwa mereka adalah pribadi-pribadi yang kuat dan tahan banting (Chandra, 2017).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun