Mohon tunggu...
Muhammad Taufiq
Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Nahkoda - Tukang IT

Pengamat apa aja yang perlu di amati

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Keamanan Cyber KPU : Antara Keprihatinan dan Tantangan Menjelang Pemilu 2024

15 Januari 2024   15:50 Diperbarui: 15 Januari 2024   21:03 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seiring dengan mendekatnya pelaksanaan Pemilu 2024, keamanan cyber Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi fokus perhatian, terutama ketika pertanyaan seputar perlunya sertifikasi ISO 27001 muncul. Namun, dapatkah KPU tetap dianggap aman tanpa sertifikasi tersebut, dan bagaimana potensi kecurangan dapat menggoyahkan integritas pemilu?

Pertama-tama, meskipun sertifikasi ISO 27001 memberikan standar internasional yang diakui untuk keamanan informasi, keberadaannya bukanlah satu-satunya ukuran keamanan cyber. KPU masih dapat dianggap aman jika mampu mengimplementasikan praktik keamanan yang efektif, seperti penggunaan teknologi enkripsi, pemantauan keamanan yang aktif, dan pelibatan tenaga manusia dalam deteksi ancaman.

Namun, tanpa sertifikasi ISO 27001, terdapat risiko bahwa KPU mungkin tidak sepenuhnya memenuhi standar internasional dalam pengelolaan keamanan informasi. Ini dapat membuka peluang bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengeksploitasi celah keamanan yang mungkin ada. Potensi kecurangan, seperti manipulasi data, penyebaran informasi palsu, atau serangan terhadap infrastruktur teknologi, menjadi ancaman nyata jika keamanan cyber tidak terkelola dengan baik.

Perlu dicatat bahwa pemilu yang diwarnai oleh keraguan terhadap keamanan cyber dan regulasi KPU dapat merugikan integritas keseluruhan proses demokratis. Jika ketidakpastian seputar keamanan terus berlanjut, pemilih mungkin kehilangan kepercayaan pada hasil pemilu, dan pelaksanaan pemilu bisa dianggap sebagai "pepesan kosong" belaka. Keamanan cyber yang lemah dan keraguan terhadap regulasi KPU dapat membuka pintu bagi manipulasi, mengancam esensi demokrasi yang transparan dan jujur.

Tahun 2023 Komisi Pemilihan Umum (KPU) ada dugaan telah dibobol oleh hacker dan 204 juta data daftar pemilih tetap (DPT) bocor, ini merupakan insiden serius dan berpotensi memiliki dampak yang luas.

Untuk mengatasi risiko ini, KPU perlu memberikan penekanan yang serius pada peningkatan keamanan cyber dan mengevaluasi secara kritis regulasi yang ada. Mendorong transparansi, memberikan pembaruan teknologi secara teratur, serta bekerja sama dengan pihak-pihak independen untuk melakukan audit keamanan dapat menjadi langkah-langkah kunci.

Sungguh ironis memang, dana kampanye yang mencapai milyaran untuk satu orang Calon Legislatif (Caleg) pun tidak menjamin keberhasilan jika jumlah pemilih tidak mencapai target yang diinginkan. Terlebih lagi, ketika melibatkan dana sebesar itu, kemungkinan penggunaan sebagian untuk berbagai aksi penyuapan dan serangan fajar menjadi semakin menyakitkan. Namun, ironi yang lebih besar muncul ketika ada potensi bahwa beberapa caleg lebih memilih menyewa jasa hacker dengan biaya yang jauh lebih rendah, hanya sekitar puluhan juta, untuk meretas server KPU daripada melanjutkan kampanye mahal yang hingga kini belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Faktanya, dalam atmosfer politik yang semakin terkoneksi secara digital, kecenderungan seperti itu bukanlah hal yang mustahil. Para caleg yang frustrasi dengan keterbatasan anggaran kampanye mereka mungkin melihat opsi meretas server KPU sebagai alternatif yang menarik. Dengan membayar sejumlah kecil uang kepada seorang hacker, mereka bisa mendapatkan akses ke data pemilih, mencoba memanipulasi hasil, atau bahkan menghentikan jalannya pemilihan.

Namun, potensi kerentanan cyber security KPU terhadap serangan semacam ini harus dianggap serius oleh semua pihak. Bukan hanya masalah keamanan data, tetapi juga ancaman terhadap integritas demokrasi. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan kesadaran dan langkah-langkah proaktif untuk memitigasi risiko keamanan siber di tingkat pemilu. Bukan hanya tanggung jawab KPU, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat dan lembaga terkait untuk menjaga proses pemilihan agar tetap adil, transparan, dan bebas dari manipulasi digital yang merugikan. Ironi terkait penggunaan dana kampanye yang besar menjadi semakin mencolok ketika melibatkan metode yang melanggar prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi.

Bawaslu mempunyai peran penting dalam hal pengawasan dan monitoring alur data yang terjadi di KPU pada saat pelaksanaan perhitungan pemilu, dimana sebagai badan resmi pemerintah haruslah mempunyai tim yang secara kapabilitas Cybersecurity dan IT Audit yang handal dan bersertifikasi internasional.

Secara keseluruhan, perlunya sertifikasi ISO 27001 dalam konteks keamanan cyber KPU adalah diskusi yang kompleks. Namun, tanpa langkah-langkah konkret untuk memitigasi risiko kecurangan dan meningkatkan keamanan, pelaksanaan pemilu 2024 mungkin hanya akan menjadi "pepesan kosong" belaka, mempertanyakan integritas demokrasi kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun