Mengenal Hizib dalam Naskah Manuskrip
Oleh: Mochammad Taufiqurrochman Azmatkhan Baalawy AlHusainy
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Apakah pembaca pernah mendengar kata hizib? Ya, secara etimologi Arab hizib adalah golongan atau sebuah kumpulan. Dalam istilah umum memiliki arti suatu kumpulan doa-doa atau wirid bersumber dari al-Qur'an dan Sunnah dijadikan satu padu dan disusun oleh seorang ulama yang mempunyai kredibilitas keilmuan tertinggi pada masanya sehingga dapat dipercaya oleh umat saat itu dalam memberikan sebuah wejangan/amalan khusus untuk mengamal sunnah zikir kepada Allah. Biasanya diberikan kepada khalayak umum, diamalkan diberbagai kalangan seperti pesantren, majelis ta'lim atau lembaga keislaman lainnya. Hizib, yang kita fahami adalah doa, doa-doa mujarab, dibaca pada waktu tertentu, bahkan jika keadaan mendesak terkadang hizib digunakan sebagai amalan untuk menghadapi kaum kafir dalam memerangi mereka.
Tujuan utama dari hizib ini ialah semata-mata hanya mendekatkan diri dengan Allah melalui bacaan-bacaan yang baik terutama sebagai benteng diri dari segala macam bahaya karena kandungan khusus pada bacaan hizib. Apalagi akhir zaman ini fitnah, maksiat, pemikiran sesat semakin merajalela ,manusia banyak menjauh dari Tuhan-nya sampai-sampai memusuhi perjuangan dakwah umat Islam itu sendiri. Maka, dengan wasilah dari bacaan hizib kita bisa menghalau mereka untuk kita dalam meluhurkan dakwatul-islam. Baik yang bersifat zhahir maupun bathin.
Ulama terdahulu (salaf) dari kalangan sufi banyak menyusun hizib-hizib dalam thariqahnya masing-masing. Diantaranya yang masyhur: Hizb Bahr, Hizb Nashor, Hizib Imam Nawawi dan masih banyak lagi. Dan dari setiap sususan Hizib ada faidah (khasiat) tersendiri bagi pengamalnya. Dalam dunia sufi dikenal dengan istilah ijazah, izin yang diberikan oleh seorang mursyid/guru pembimbing ruhani kepada muridnya dalam membaca hizib secara dawam dan rutin sebagai bentuk jalannya dalam menempuh derajat tertentu. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis dalam menjelaskan tentang dua hizib populer yakni Hizb Imam Nawai dan Hizib Bahr Imam Syadzili yang terangkum pada manuskrip yang berjudul 'Hizbu al-Imam Rahmatullah 'Alaihi'
Kondisi Manuskrip
Manuskrip ini penulis temukan pada laman web lektur.kemenag.co.id, naskah ini memiliki sampul, dijilid dengan benang, namun tidak tercantum siapa penulis dan pengarang kitab ini, penulisan manuskripnya ditulis dengan menggunakan tangan dan ditulis di atas kertas Eropa, tulisannya berwarna hitam dan disekeliling naskah ada bingkai dengan motif garis kotak. ketebalan 20 halaman dan setiap halaman berjumlah 9 baris. Kondisi kertas mansukrip ini masih terbilang cukup bagus dengan tulisan yang jelas dan mudah dibaca dan dipahami oleh banyak orang . Naskah ini ialah naskah tawasuf yang berisi tentang kumpulan 2 hizib yakni hizib Imam Nawawi dan hizib Bahr Imam Syadzili. Tulisan manuskrip ini ditulis dengan bahasa Arab dan bahasa Jawa pegon sebagai bahasa terjemahannya.
Suluk Permanuskripan
Semenjak era zaman manusia sudah pandai dan lihai dalam tulis menulis maka dengan kata lain sebuah peradaban baru yang dimiliki manusia. Beriringnya waktu peradaban tulis menulis menjadi suatu ilmu pengetahuan yang baru bagi umat manusia, dan tradisi ini terus berlanjut sampai saat ini. Perkembangan pengetahuan zaman ini tak terlepas pula dari campur tangan metode oleh budaya dan ajaran yang diajarkan oleh manusia dahulu melalui teks tulisan yang mereka tuangkan dalam naskah serta mengalami terelevansi dan terlestari hingga zaman sekarang.
Salah satu aspek yang memiliki peranan penting yakni manuskrip. Dalam membahas manuskrip kita harus mempelajari berbagai cabang ilmu yaitu filologi dan kodikologi. Filologi secara umum mengkhususkan pada pemahaman dan kandungan isi teks sedangkan kodikologi secara khusus mengkaji tentang asal-usul naskah dari segala aspek sejarahnya. Mulai mempelajari bahan naskah, jenis dan asal kertas,cap kertas, ilustrasi, tinta dll meneliti tempat naskah sebenarnya. Zaman ini banyak di antara kita yang tidak peduli akan hal itu, sebab apa? Membacanya saja sudah membuat kerut kening karena tulisannya yang sangat kuno tapi faktor-faktor utamanya ialah jumudnya pembelajaran tentang manuskrip yang ada di Indonesia, jarang sekali akademisi dari bidang filolog yang mengkreasikan kajian manuskrip dengan hal unik sehingga menarik minat dari orang lain. Mengedukasi mereka dengan kita mempelajari naskah baik isinya maupun fisiknya, kita menjadi tahu jati diri bangsa ini dan sejarah keemasan tentang peradaban keilmuan di Nusantara pada zaman dahulu.
Isi naskah
Kitab ini tidak memiliki pembahasan apapun didalamnya, isinya hanya tercakup pada zikir-zikir khusus yang terkumpul menjadi sebuah Hizib sebagai sarana beribadah dan zikir kepada Allah serta perwujudan abdi manusia terhadap Tuhannya, yakni Hizib Imam Nawawi dan Hizib Bahr Imam Syadzili. Kandungan masing-masing hizib memiliki faedah tersendiri, contoh hizib Imam Nawawi yang berisikan ziki-zikir, puji-pujian sanjungan kepada Allah disertai dengan tekad, keyakinan bahwa segala usaha dan upaya serta rencana mansuia tak terlepas dari kehendak Allah. Dan berfaedah untuk berlindung diri dari kejahatan jin, sihir, terpelihara dari tipu daya seseorang yang ingin berbuat zhalim kepada si pembaca.
Mengenai hizib Bahr ada sejarah unik didalamnya yang dimana teks hizibnya dibiarkan mengapung di laut maka dari itu hizib ini dinamai 'Hizbul Bahr'. Pencetus hizib Bahr berpendapat mengenai apa saja manfaat dan faidahnya diantaranya siapa yang membaca hizib ini niscaya dia akan selalu aman dari kejahatan, bala, marabahaya, dan musibah. Dan yang sedang sakit dengan mendawamkan nya akan diberikan kesembuhan atas izin Allah. Diantara dua hizib tersebut diselipkan bacaan al-Ikhlas 3 kali dan doa-doa keselamatan
Naskah ini diawali dengan bacaan: Bismillahirrahmanirrohim, Bismi Allah Allahu Akbar, Aqulu 'alaa nafsi wa 'alaa dini wa 'alaa ahlii wa 'alaa auladi wa 'alaa maalii wa 'alaa ashabii wa 'alaa adyanihim wa 'alaa amwalihim alfa alfi laa haula wa quwwata illa billah al-'aliyyi al-azhiimi......
Dan diakhiri dengan bacaan: Yā Allāh, yā Allāh, yā Allah, yā Rabbu, yā Nāfi’ū yā Raḥmān yā Raḥīm, as-aluka biḥurmati hāẓihi al-asmāi wa al-āyāti, wa ak-kalimāti sulṭānan naṣīran wa rizqan kaṡīran wa qalban qarīran wa qabran munīran wa hisāban yasīran wa ajran kebīran, wa ṣala Allāh ʽalā sayyidinā muhammadin wa Imam al-ʽArabī wa ʽalā ālihī wa ṣahbihī wa sallama taslīman kaṡīran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H