Mohon tunggu...
taufiq candra
taufiq candra Mohon Tunggu... Freelancer - Saya adalah mahasiswa di salah satu universitas swasta di Jakarta.

Saya menulis di kompasiana dalam rangka untuk belajar bagaimana menulis yang baik dan menginspirasi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati-hati dalam Memaknai Hidup

28 Juli 2018   15:14 Diperbarui: 28 Juli 2018   15:20 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terkadang manusia salah mengartikan sebuah makna dari kehidupan. Mereka mengatakan "hidup saya sudah begini mau diapakan lagi", atau sebagian lain mengatakan "ya sudahlah hidup memang seperti aliran air yang akan terus mengalir sampai ke sebuah muara". Pada dasarnya, memang benar bahwa hidup mengalir seperti air, tapi maaf beberapa kata selanjutnya tampaknya kurang relevan. 

Bagaimana mungkin seorang manusia yang mempunyai banyak kenikmatan di dunia ini hanya berpasrah untuk hidupnya. Bagaimana mungkin seorang manusia yang memiliki akal untuk berpikir hanya duduk diam menunggu dalam sebuah aliran air, padahal mereka sendiri taktahu entah muara apa yang akan dituju. 

Entah muara yang penuh keindahan atau muara dengan buaya-buaya pemangsa yang siap menerkam. Meskipun hidup bukan suatu hal yang mudah, butuh pemaknaan yang dalam untuk menyikapi kehidupan yang rumit sebab jika salah memaknai maka hidup akan menjadi salah arti. Tidak butuh belajar dan bertanya dengan orang-orang pintar. Cukup dengan mengubah kebiasaan sederhana yang marak dilakukan saat ini. Apa itu? Mengeluh. 

Mengapa mengeluh? Sebab dari mengeluh manusia terbiasa untuk menyerah. Mereka berpikir "buat apa susah-susah, toh saya juga memang tidak bisa" atau "buat apa kerja keras, toh orang kaya tanpa usaha mampu menambang emas". Ingat, setiap orang itu memiliki timeline mereka sendiri dalam hidupnya. 

Orang kaya mampu menambang emas karena mereka mau berbuat untuk sebuah perubahan. Emas yang mereka tambang bukan sebuah hadiah yang jatuh dari langit atas kehendak Tuhan, melainkah emas dan segala bentuk harta tersebut berasal dari setiap tetes jerih payah. Sebagai contoh, ada sebuah tes masuk kuliah, banyak orang yang mendaftar dan mengikuti tes tersebut agar dapat berkuliah di sekolah yang mereka idamkan. 

Pertanyaannya"apakah orang-orang yang mengikuti tes tersebut lulus semua?" jawabannya tidak. Mengapa? Karena tidak semua orang mau mengeluarkan usaha yang mampu memantaskan diri mereka untuk sebuah kursi di sebuah universitas idamnya. Lalu ada lagi yang berkilah, "buktinya, teman saya tanpa belajar bisa dapat beasiswa ke luar negeri". 

Saya mau bertanya, "apakah kamu yakin dia tidak belajar? Apakah kamu yakin dia hanya duduk diam menanti hasil?" Tentu saja tidak, kamu tidak yakin. Faktanya, tidak ada orang yang mampu meraih kesuskesan karena keberuntungan, kecuali mereka mampu memanfaatkan setiap peluang yang akan mengarahkan dalam sebuah keberuntungan. Meskipun hidup ini memang rumit jika diamati, belajarlah untuk tidak mengeluh dan terus menahan diri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun