Dengan berbekal keberanian dan tekad yang bulat, aku mantapkan hati untuk menjalani perjalanan panjang demi mendapatkan sesuatu yang luar biasa menawan. Tak disangka setelah melewati rangkaian perjalanan selama berjam-jam dengan tujuan akhir Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, aku sama sekali tidak merasa bosan seperti perjalanan panjang lainnya yang pernah aku lalui sebelumnya.
Malam bergulir meninggalkan langit dengan menyisakan kelabu yang memenuhi suasana subuh hari itu. Tepat pukul 2 dini hari aku berada di kaki Gunung Bromo hendak mendaki untuk mendapatkan fenomena tanpa batas. Di situlah aku hari itu, bersiap-siap diri dengan ditemani angin subuh yang menyeruak. Satu per satu barang aku persiapkan mulai dari sarung tangan, kupluk, double jacket, sebo, syal, dan apa pun yang dapat menghangatkan dari rasa dingin yang menggigit.Â
Namun, satu hal yang tidak pernah terlupa dan selalu berada di genggamanku yakni Kayu Putih Aroma karena Kayu Putih Aromalah yang selalu menjadi sahabat hangat aktivitasku sehari-hari, baik selama bekerja maupun di momen liburan apalagi di tempat dingin seperti Gunung Bromo. Selain dapat menghangatkan, Kayu Putih Aroma juga memiliki aroma yang berbeda, terutama aroma lavender yang memberi efek menenangkan dan sangat cocok untuk kids jaman now seperti aku.
Setelah segala persiapan usai aku pun segera berkumpul dengan teman-teman seperjuangan yang memiliki tujuan yang sama persis denganku yaitu menantikan Goldensunriseindah khas Bromo. Seperti yang kita ketahui sudah menjadi suatu maklumat jika berada di Bromo kita harus hadir untuk menyaksikan fenomena Golden sunriseBromo yang amat memukau.Â
Betapa terkejutnya aku ketika melihat sekeliling ternyata sudah ada banyak group yang akan berangkat ke puncak Gunung Bromo untuk melihat kemunculan si 'indah' mentari pagi, layaknya penggemar yang ingin bertemu dengan artis pujaannya. Tak kupungkiri bahwa keindahan Bromo memang sangat tersohor sehingga bisa mengundang banyak wisatawan setiap harinya. Pantas banyak sekali orang-orang yang berjualan di sekitar area ini. Mungkin bagi mereka kawasan Bromo merupakan tambang emas untuk mencari rezeki.
 "Yeah, sebentar lagi petualangan akan segera dimulai," kataku dalam hati sembari menaiki mobil jeepyang sudah terisi dengan penumpang. Sekedar info, mobil jeepadalah kendaraan yang kuat untuk melewati lautan pasir dan jalan yang menanjak di sekitar Bromo. Satu jeepbiasanya diisi maksmimal lima orang, satu orang di depan dan empat orang  di belakang dan untuk jeepyang ada di kawasan wisata Gunung Bromo ini sendiri dikelola oleh suku Tengger yang tinggal sekitar area Gunung Bromo.
Akhirnya perjalanan dimulai suara mesin mobil terkadang terdengar seperti menjerit selama berjalan menuju puncak Bromo yang terjal dan diikuti dengan padatnya jalanan menuju puncak Bromo subuh itu. Mungkin karena lagi masa liburan dan kebetulan waktu week endsehingga banyak wisatawan yang ingin mengejar sunrisedi Bromo.Â
Tapi, rasa padat tersebut tergantikan dengan keindahan yang tersembunyi di alam liar ini. Bagiku hari itu langit terasa sangat dekat denganku, mungkin karena aku sedang di atas gunung. Bintang-bintang bertaburan di atas langit Bromo, terasa begitu dekat. Belum pernah aku melihat bintang seindah hari itu, bersih tanpa polusi. Tidak seperti Kota Jakarta yang ayalnya melihat bintang, jauh dari polusi saja takmungkin. Sayang sekali, waktu itu aku tidak membawa sepucuk kamera untuk mengabadikan momen yang amat susah untuk didapatkan.
Dalam mobil jeep yang ditemani rombongan peserta yang berjumlah lima orang dari berbagai daerah, kami serasa terbaur menjadi satu dalam hangatnya keakraban dan kenikmatan pembicaraan mengenai pengalaman masing-masing insan berkunjung ke berbagai pelosok negeri mumpung kita sama-sama traveler,sampai terungkapnya suatu identitas bahwa kami merupakan sekawanan jombloyang sedang mencari seorang  tambatan hati.
Suasana yang sebelumnya dingin hampir membeku, kini taklagi menjadi rintangan bagi kami karena keakraban kami seakan bagaikan tungku api yang menghangatkan satu sama lain. Terkadang gelak tawa takdapat dielakkan bahkan tidak jarang hadir sebuah senyuman lebar yang tersungging di wajah kami sebagai sinyal kebahagian. Saat itu kami terbawa suasana, senang dan gembira seakan menyelimuti hati kami. Sebaliknya bagiku perjalanan ini merupakan satu-satunya perjalanan yang dapat membuatku lupa dengan segala beban pekerjaan yang selalu tertumpuk di pikiranku. Kali ini aku benar-benar bisa merasakan liburan yang amat menenteramkan tidak hanya secara fisik tapi juga secara mental. Hingar-bingar perkotaan yang sebelumnya senantiasa tertancap dalam pikiran dan menjadi beban liburan seakan terhapus tanpa bekas di sela-sela kesenangan.
Tak berselang lama mobil jeepkami terhenti dan mempersilahkan kami untuk mendaki sendiri perjalanan menuju puncak Bromo dengan alasan akan sulit bagi mobil kami untuk parkir dan terus melaju ke atas. Tapi aku tidak menyerah sampai di situ, dengan segenap semangat kutorehkan gerap langkah menuju puncak demi mendapat sepucuk harapan melihat Golden sunriseimpian.Â
Akhirnya, aku berjalan bersama dengan para penumpang jeeplainnya. Sebaliknya dengan banyaknya wisatawan yang berjalan kaki seakan menjadi sumber rezeki bagi tukang ojek yang memang sudah lama menanti kami para rombongan pembawa uang yang ingin ke puncak impian. Dengan alasan untuk mengurangi lelah aku terima tawaran untuk naik ojek dengan tarif Rp15.000 per orang. Aku pun naik ojek menuju Puncak Penanjakan. Rupanya saudara-saudara, ternyata Puncak Penanjakan itu dekat saja, tidak sampai dua ratus meter. He...he...heemerasa tertipu ya, tapi ya sudahlah yang penting aku sudah sampai di puncak Bromo. Yeaah!
Setibanya di Puncak aku langsung disambut dengan para penjajak jaket hangat untuk mengurangi rasa dinginnya Bromo pagi itu. Namun bukannya sombong, aku memang sudah memiliki sebuah jaket yang telah terbalut di tubuh apalagi aku telah memiliki Kayu Putih Aroma yang selalu siap siaga untuk menemaniku di antara dinginnya hari itu.
Jam empat dini hari, remang-remang fajar mulai datang untuk menyapa para fansnya yang sedang membludak menantikannya sedari tadi. Inilah awal sunriseyang ditungggu oleh ratusan orang yang berada di puncak Gunung Bromo. Ratusan orang berdiri siap siaga dengan kamera masing-masing. Benarlah, di ufuk timur langit mulai memerah pertanda matahari akan terbit.Â
Namun sayangnya, lokasi view pointdi Puncak Bromo berkabut. Lagi-lagi cuaca menjadi penghalang pertemuan antara artis dan fans-nya. Banyak para pengunjung  dan begitu pun saya yang tampak harap cemas dan wanti-wanti  dengan keadaan ini, berharap kabut ini segera berakhir menjelang matahari yang akan menyinsing. Namun apa daya, setelah sekian lama ditunggu-tunggu hingga langit tampak asyik membiru, kabut masih tetap anteng-anteng saja bersama kami menutupi harapan untuk melihat fenomena yang dinanti-nanti.Â
Sayang sekali, perjuangan kami terbayar sia-sia kali ini dengan menyisakan letih dan lelah di sela-sela tingginya mimpi yang membara. Ternyata, aku tidak berjodoh untuk melihat keindahan Golden sunrise. Kini aku sadar bahwa terkadang kita memang tidak mampu  memaksa ketentuan alam. Bagiku sendiri, ini semacam alasan untuk akan kembali ke sini di lain waktu tentunya dengan membawa cerita yang lain lagi baru pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H