Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kopi, Inspirasi, dan Cerita yang tak Terdokumentasikan

1 Oktober 2020   13:44 Diperbarui: 1 Oktober 2020   15:36 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa perlu saya ceritakan, Anda pasti tahu, bahwa hari ini (Kamis, 1/10) adalah hari kopi sedunia. Hari ini, lima tahun yang lalu -  1 Oktober 2015, kopi pertama kali diperingati oleh organisasi kopi internasional. Di Milan, Italia.

Tidak diketahui persis bagaimana atau kapan kopi pertama kali ditemukan. Kisah kopi dan sejarahnya mungkin bisa sangat panjang, tetapi saya yakin Anda pasti bisa membacanya dari banyak artikel. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, saya sebaiknya menceritakan kisah yang lain saja - tetapi masih tentang kopi.

***

Minum kopi itu, sesungguhnya, bagi saya, adalah aktifitas minum yang biasa saja. Tidak dramatis. Namun, saya harus akui, bahwa saya memang menyukainya. Mengapa? Saya tidak bisa menjelaskannya secara ilmiah, seperti apa argumentasinya, dan seperti apa dalil ilmiahnya. Yang pasti, yang bisa saya ceritakan, kopi adalah teman paling setia saya ketika menyelesaiakan karya (tulisan). Ia sudah menemani saya sehingga saya bisa membuat 270 lebih tulisan.

Secangkir kopi sudah menjadi teman paling setia sehingga saya bisa berkeliaran kemana-mana untuk menemukan huruf-huruf yang bersembunyi dan menyusunnya menjadi larik-larik kalimat. Hanya secangkir kopi; bukan air putih, bukan kolak, bukan jamu, dan bukan yang lain-lain.

***

Jika saya menulis artikel tentang kopi atau membicarakan kopi, saya selalu ingat warkop - warung kopi. Ingat aktifitas orang-orang di sana. Mereka mengobrol, berdiskusi, meracik ide, berekspresi, berkomunikasi, dan lain-lain kegiatan sosial. Semua dilakukan dalam suasana sangat egaliter. Itu yang selalu saya ingat. Seperti yang pernah saya alami ketika saya memeroleh tugas menjadi PM (project manager) untuk salah satu proyek kami di Gresik, Jawa Timur.

Kabupaten Gresik, kota kecil di Jawa Timur, sebelah barat kota Surabaya, dikenal sebagai kota industri karena banyak pabrik berdiri di sana. Contoh industri sangat terkenal di Gresik; Semen Gresik, petrokimia Gresik, dan freeport smelter (bahan baku didatangkan dari Freeport McMoran, Papua).

Selain terkenal karena banyak pabriknya, Gresik juga sangat terkenal dengan sejarah wali songonya dan warung kopinya.  Banyak sekali warung kopi di sana. Bahkan, saking banyaknya warung kopi, orang menjuluki Gresik sebagai kota sejuta warkop.

Warung kopi di Gresik itu berjejer-jejer, berdiri di hampir semua jalan-jalan dan di sudut kota. Mereka beroperasi 24 jam. Dan tak pernah libur. Tidak percaya? Coba anda datang sendiri ke Gresik..

Konon kabarnya, kopi Gresik itu sangat khas. Warnanya, yang saya tahu, adalah hitam agak kecoklatan. Bagi orang yang menjadi penggemar sejati kopi, pasti mudah sekali membedakan rasa kopi Gresik dan membandingkan dengan kopi lainnya. "Kopi Gresik itu sangat khas, sangat laki, dan aromanya itu lho..Ngangeni!" begitu kata mereka.

Warung kopi Gresik, seperti yang saya lihat, tumbuh sangat pesat dan telah berubah menjadi ruang publik yang digandrungi penggemarnya. Di warung kopi Gresik, penjual kopi tak sekedar menyajikan secangkir kopi dan panganan kecil, tetapi kita juga bisa melihat pembelinya saling berdiskusi, bercakap-cakap, bertukar ide, dan berekspresi.

Namun, sesungguhnya, bagi saya, warung kopi Gresik itu tidak hanya sekedar kisah tentang percakapan dan kebersamaan saja seperti yang saya tulis di atas, tetapi juga ada sesuatu yang lain yang menarik. Dari warung yang sederhana itu, saya kerap mendengarkan rerasan dan kisah-kisah mengagumkan dari rakyat kecil. Mereka kerap bercerita tentang hutang yang tak seberapa, tentang hidup yang terhimpit, dan tentang kisah berjuang orang-orang kecil.

Mereka hidup dengan cara-cara yang menyenangkan. Mereka berjuang sendiri dan tak pernah merengek-rengek meminta keadilan. Kisah-kisah orang-orang kecil yang seperti itu adalah kisah sangat menarik bagi saya - karena seringkali tidak didokumentasikan.

Oh, ya, di kota ini, di warung yang tampak apa adanya itu, jika tidak kenal baik sebelumnya, anda mungkin bisa "tertipu" menilai seseorang/pembeli kopi. Bisa jadi, orang yang sedang menyeruput kopi seharga 3 ribuan itu adalah ulama yang dihormati warganya, wakil rakyat, pekerja kantoran, pengusaha kaya, aparat, atau mahasiswa. Mereka menikmati kopi, duduk dan berbicara dengan tidak membeda-bedakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun