Warung kopi Gresik, seperti yang saya lihat, tumbuh sangat pesat dan telah berubah menjadi ruang publik yang digandrungi penggemarnya. Di warung kopi Gresik, penjual kopi tak sekedar menyajikan secangkir kopi dan panganan kecil, tetapi kita juga bisa melihat pembelinya saling berdiskusi, bercakap-cakap, bertukar ide, dan berekspresi.
Namun, sesungguhnya, bagi saya, warung kopi Gresik itu tidak hanya sekedar kisah tentang percakapan dan kebersamaan saja seperti yang saya tulis di atas, tetapi juga ada sesuatu yang lain yang menarik. Dari warung yang sederhana itu, saya kerap mendengarkan rerasan dan kisah-kisah mengagumkan dari rakyat kecil. Mereka kerap bercerita tentang hutang yang tak seberapa, tentang hidup yang terhimpit, dan tentang kisah berjuang orang-orang kecil.
Mereka hidup dengan cara-cara yang menyenangkan. Mereka berjuang sendiri dan tak pernah merengek-rengek meminta keadilan. Kisah-kisah orang-orang kecil yang seperti itu adalah kisah sangat menarik bagi saya - karena seringkali tidak didokumentasikan.
Oh, ya, di kota ini, di warung yang tampak apa adanya itu, jika tidak kenal baik sebelumnya, anda mungkin bisa "tertipu" menilai seseorang/pembeli kopi. Bisa jadi, orang yang sedang menyeruput kopi seharga 3 ribuan itu adalah ulama yang dihormati warganya, wakil rakyat, pekerja kantoran, pengusaha kaya, aparat, atau mahasiswa. Mereka menikmati kopi, duduk dan berbicara dengan tidak membeda-bedakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H