Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan "interpretasi" antara lain adalah: pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu; tafsiran (terhadap sesuatu). Dictionary cambridge juga mengartikan "interpretasi" sebagai: penjelasan atau pendapat tentang (sesuatu).
Karena pandangan teoretis terhadap sesuatu atau tafsiran orang berbeda-beda, maka interpretasi adalah milik pribadi. Orang tidak bisa menuntut orang lain harus mengikuti pendapat seseorang yang lain sebab orang hanya melihat dan berpendapat lalu bertafsir terhadap segala sesuatu hanya dari kacamatanya.
Nah, kalimat dan penjelasan seperti inilah -dari hampir banyak kalimat - yang ingin saya sampaikan kepada Tyo sejak beberapa hari lalu. Tetapi, ah, tidak. Pasti penjelasanku hanya akan dijadikannya sampah tak ada guna.. Â
Tyo hanya salah mengambil link berita. Ya, kini memang semakin banyak saja jurnalisme dan produk jurnalisme yang (hanya) menggunakan opini sebagai dasar pemberitaan -- ia bukanlah sebuah berita. Kita kerap mendengar opini yang dijadikan sebagai sumber berita daripada sebagai fakta peristiwa atau cerita. Hal ini (sebenarnya) bisa memicu ketidakpercayaan pembaca yang barangkali hanya ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi tanpa ingin tahu apa kesimpulan dari sebuah peristiwa.
Jurnalisme kita saat ini, meski tidak semua, secara bertahap bergeser dari "tugas mengabarkan" dan lebih menawarkan lebih banyak konten berbasis interpretasi atau opini yang menarik emosi. Mereka mengandalkan kepada narasi yang dikreasi penulisnya dan hanya berdasarkan argumentasi.
Bagi Anda yang mengikuti dan membaca berita-berita yang dibagi-bagikan di kanal-kanal online, pasti sependapat bahwa pernyataan di atas bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Narasi dan interpretasi yang ditampilkan kerap disebut sebagai "opini publik".
Begitulah sebagian produk jurnalisme kita hari ini.
Laporan dan artikel yang dirilis Pew Research Center Pew Research Center, sebuah lembaga nirlaba dan non-partisan yang berbasis di California, yang saya baca beberapa waktu yang lalu, juga sempat menarik perhatian saya.
"Penelitian kami memberikan bukti kuantitatif untuk apa yang kita semua dapat lihat dalam lanskap media: Jurnalisme di AS telah menjadi lebih subjektif dan tidak terdiri dari pelaporan peristiwa atau konteks yang mendetail yang digunakan untuk mencirikan liputan berita," kata Jennifer Kavanagh, penulis utama laporan tersebut dan ilmuwan politik senior di RAND.
"Konsumen berita sekarang dapat melihat bagaimana berita telah berubah selama bertahun-tahun dan mengingatnya saat membuat pilihan tentang media mana yang akan diandalkan untuk berita," dia juga mencatat.
Jurnalisme yang lahir dari sebuah opini yang menjadi milik pribadi semestinya tak perlu dijadikan rujukan atau didebatkan. Namun, meskipun begitu, jika opini tersebut adalah opini positif yang menginspirasi dan memicu orang untuk melakukan kebaikan dan meyakinkan orang lain serta mendorong mereka melakukan hal-hal positif, tak ada salahnya dibagi-bagikan ke banyak orang. Â