Saya sudah membaca kabar tentang RCTI yang tiba-tiba harus menjadi bahan gunjingan banyak orang hari ini.Â
Di Kompasiana saja, setidaknya, saya sudah membaca 2 artikel yang mengangkat tema serupa; tentang RCTI yang mengajukan gugatan uji materi UU Penyiaran ke MK. Nah, karena sudah banyak ditulis, saya sepertinya merasa tak perlu membahas kembali tentang berita RCTI tersebut.
Jadi, saya akan membahas hal yang lain saja; tentang era digital dan perubahan-perubahan nyata perilaku masyarakat atau konsumen -- yang saya yakini sedikit banyak masih ada keterkaitan dengan gugatan uji materi yang diajukan RCTI.
Orang boleh saja berdalih dan mengatakan bahwa gugatan uji materi yang diajukan RCTI tidak ada hubungannya dengan era digitalisasi dan perubahan. Tetapi, menurut logika gampangan saya (dan banyak orang), kabar RCTI tersebut (pasti) berkaitan erat dengan perang/rebutan perhatian dan jutaan pemirsa.
Ya, begitulah. Kemajuan zaman dan teknologi yang membawa perubahan (benar-benar) sudah tak dapat dibendung lagi oleh siapapun. Ketika era ini datang, terjadi banyak sekali perubahan pola dan perilaku konsumen termasuk pemirsa TV. Â
Dulu, kegiatan menonton atau mencari hiburan biasanya hanya dilakukan orang melalui tontonan televisi. Sekarang pun masih banyak orang menonton TV, tetapi adalah fakta juga bahwa sekarang juga semakin banyak orang mulai beralih dan lebih memilih menonton YouTube.
Fakta dan bukti pernyataaan itu tidak jauh-jauh: saya sendiri adalah contoh kecil itu. Barangkali, dalam seminggu, berapa waktu saya habiskan hanya untuk menonton TV masih bisa saya hitung dengan jari.Â
Paling lama, saya hanya menonton satu atau satu jam lebih sedikit setiap hari. Saya lebih kerap menonton android TV, netflix atau Youtube dibandingkan TV.
Bagaimana dengan anak-anak saya? Ah, ya, mereka malah tak pernah menonton sama sekali sejak beberapa tahun lalu! Â
Kepada saya, dua orang penjaga kostel yang saya sewa, juga pernah mengaku bahwa mereka lebih menyukai menonton Youtube dibanding menonton TV atau membaca kabar dari media-media mainstream.Â
Menurut pengakuannya, tak jarang mereka menghabiskan waktu enam sampai delapan jam lebih setiap hari hanya untuk menonton konten-konten yang tersebar di Youtube. Dari pengakuan mereka, saya semakin percaya mengapa TV ditinggal pergi pemirsanya.
Era digital membawa perubahan pola dan perilaku konsumen TV.
Dulu, koran, majalah, dan tabloid menjadi bacaan-bacaan favorit bagi semua kalangan. Namun saat ini budaya atau cara membaca masyarakat telah atau mulai bergeser.Â
Sekarang (memang) masih banyak orang membaca koran dan majalah cetak, tetapi adalah fakta juga bahwa sekarang juga semakin banyak orang membaca berita di jurnal-jurnal online.Â
Koran, majalah, dan tabloid pun pelan-pelan tutup, yang bertahan hanya mereka yang mampu menyiasati perubahan dengan mendirikan media online.
Sebelumnya, beberapa tahun yang lalu, saya sudah membaca banyak artikel yang menuliskan anggapan banyak orang bahwa televisi di Indonesia (mungkin) akan menyusul 'kematian' media cetak seperti koran, majalah, dan tabloid. Kemunculan internet dan perkembangan media online yang tak terduga membuat media digital diperkirakan akan menjadi penguasa.
Tidak cukup hanya media (TV dan koran) semata, tetapi kemunculan internet dan perkembangan media online juga membawa perubahan dan dampak pada banyak bisnis dan aktifitas.
Dulu, ketika saya merencanakan melakukan perjalanan, saya biasanya akan datang ke agen-agen perjalanan untuk mencari/memesan tiket pesawat atau kereta api.Â
Cara ini, yang kemudian saya sadari (hari ini), sangat tidak praktis sebab saya harus datang ke kantor agen, dan saya tidak bisa memiliki banyak opsi untuk memilih sendiri harga, maskapai, dan jam terbang.Â
Semunya harus saya tanyakan ke staf penjualan dan lantas mereka jawab (satu pertanyaan satu jawaban). Dan, ya, saat ini penjualan seperti itu adalah cara kuno.
Dan, akhirnya, benarlah kata banyak orang bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Mesin ketik manual, Nokia, Blacberry, tukang pos, ojek pangkalan, taksi konvensional dan banyak lagi yang lainnya yang mati perlahan dan hanya menyisakan cerita.
Ketika era digital datang, nasib banyak bisnis bisa langsung berbalik 180 derajat. Mereka tidak bisa melawannya. Mereka harus berkawan dengan perubahan; harus menyiasati atau memutar strategi agar tak mati digerus teknologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H