Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Masih Adakah Asa di Proyek Migas Tanah Air?

12 Agustus 2020   15:05 Diperbarui: 12 Agustus 2020   16:59 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
surabaya.tribunnews.com

Bagian kecil tulisan/artikel "Bagaimana Sertifikat Keahlian Membantumu dalam Karier", yang ditulis Meirri Alfianto (Kompasiana, 11/8/20), menyita perhatian saya kemarin. Dua bagian kecil kalimat itu adalah: "Welding Inspector" dan "RDMP Balikpapan". Saya terhenyak membaca dua bagian kecil itu.

Mengapa?

Musababnya adalah: karena "Welding Inspector" erat kaitannya dengan quality dan itu adalah dunia yang sudah membesarkan saya. Dan, "RDMP Balikpapan" adalah proyek migas dan proyek strategis nasional.

Proyek migas tanah air adalah cerita tentang banyak hal. Pertama, tentang asa para pencari kerja (lulusan teknik) yang 'meredup' karena mereka tak lagi bisa menikmati 'tanah surga'nya seperti ketika mereka masih bekerja di proyek-proyek besar migas tanah air.

Kedua, tentang kisah lesu investasi hulu migas Indonesia. Dan, ketiga, tentang pertumbuhan ekonomi nasional dan program strategis besar efisiensi energi kilang Pertamina.

Jadi, Refinery Development Master Plan Balikpapan (selanjutnya saya sebut sebagai RDMP Balikpapan) adalah bagian dari kisah besar proyek strategis nasional dan industri hulu migas Indonesia.

Kita, dan barangkali Anda, tentu sudah mafhum dengan apa yang sedang terjadi dengan industri hulu migas Indonesia hari ini. Cerita mundurnya beberapa investor global bukan menjadi isu baru.

Saya kerap mengikuti beritanya dari berbagai koran langganan kantor dan kabar itu juga kerap dijadikan rerasan teman-teman saya yang menjadi pekerja proyek migas dan sebagian diantaranya yang barangkali sedang menganggur hari ini. 

Proyek RDMP Balikpapan Pertamina adalah bagian dari proyek raksasa kilang Balikpapan dan Cilacap. Dan juga Tuban.

Nilainya sangat mengerikan! Sekitar US$48 M atau lebih dari Rp 600 triliun.

Dan, setelah kabar dua investor asing untuk dua proyek kilang besar itu (bagian dari RDMP) mundur, dan karena upaya-upaya untuk menaikkan kapasitas kilang harus tetap dilakukan, maka proyek kilang besar itu pun akhirnya dilanjutkan sendiri oleh Pertamina. Proyek tidak dihentikan. Terutama kilang yang di Balikpapan dan Cilacap. Dan mungkin juga Tuban.

Nah, jika proyek kilang besar Pertamina itu berjalan mulus dan lurus sesuai rencana, maka niscaya akan ada banyak kisah-kisah serupa seperti yang dituliskan Meirri Alfianto di artikelnya tersebut.

Kisah (temannya) yang menjadi Welding Inspector, yang memegang sertifikat welding dengan kualifikasi CSWIP, NDT dan/atau AWS, yang memeroleh upah 1,5 - 2 juta rupiah bersih (sehari) di luar akomodasi adalah bukan kisah imajinasi. Saya mengkonfirmasi bahwa kisah tersebut adalah benar adanya.

Begitulah. Proyek-proyek besar migas memang sudah lama menjadi surga dan dianggap sebagai puncak karir pencari kerja (lulusan) teknik. Silakan baca artikel saya sebelumnya "Apakah Kedua Pekerjaan Ini Masih Dianggap Puncak Karier Orang-orang Teknik?" (Kompasiana, 1/8/20).

Bagi Pemerintah, berjalan kembalinya proyek-proyek besar itu juga adalah kabar sangat baik. Puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu pekerja akan memeroleh kembali pekerjaannya. Kontraktor-kontraktor lokal akan kembali hidup setelah hampir mati lemas.

Rantai suplai, seperti; suplier, fabrikator, sub-kontrator, dan industri pipa, baja, dan lain-lain juga akan bernafas kembali. Intinya; proyek itu akan memberikan manfaat sangat besar, baik itu bagi masyarakat sekitar maupun secara nasional. Proyek akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tetapi, apakah perjalannya akan semudah itu?

Jika saya diberikan pertanyaan itu, saya akan menjawab: semua akan bergantung kepada komitmen Pemerintah. Tantangan terbesar mengelola proyek besar dan mendatangkan investor di sektor hulu migas adalah memastikan adanya kepastian hukum yang lebih menarik. Tanpa itu, mereka akan pergi.

Kisah dan cerita investasi hulu migas Indonesia memang (pernah) berliku-liku dan, kadang-kadang, tidak terduga. Masih ingat cerita blok Masela, kan?

Pengelolaan Blok Masela di lepas pantai Maluku, memang (pernah) berliku dan tak terduga. Ditemukan sejak 1998, blok Masela yang memillki cadangan migas 3 -- 4 trillion cubic feet (TCF) baru diputuskan Pemerintah untuk dikelola di darat pada 2018.

Sebelumnya ada tarik menarik kuat antara dua kubu yang bersikukuh dengan argumennya masing-masing. Kubu pertama berpendapat gas akan lebih efisien jika dikelola di laut lepas (kilang terapung). Kubu kedua bependapat sebaliknya; gas lebih baik dikelola di darat karena ongkosnya lebih murah.

Pada September 2015, Inpex Corporation dan Shell mengajukan rencana pengelolaan blok Masela di laut dengan nilai investasi US$ 14 miliar atau US$ 5 miliar lebih murah dibandingkan nilai investasi jika pengembangannya dilakukan di darat. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga menyarankan hal yang serupa.

Namun, hal yang tak terduga terjadi pada Maret 2016. Pemerintah mendadak mengumumkan sikap bahwa Pemerintah ingin melakukan pengembangan atau pengelolaan gas dari Blok Masela di darat. Perubahan itu praktis memerlukan banyak kajian baru. POD, pre-FEED, feed, dan detail design pun harus dilakukan perubahan atau revisi menyeluruh.

Itulah kisah berliku Blok Masela. Presiden The Jakarta Open Japan Club (JJC) Kanji Tojo dalam konperensi pers di Jakarta juga pernah mengatakan Blok Masela memang penuh liku dan tak terduga.

Karena kisah Masela berliku-liku, karir beberapa teman saya juga berliku-liku. Mereka yang (semula) sudah nyaman bekerja di Inpex Corporation, karena tidak ada kepastian kelanjutan proyek, akhirnya membuat mereka harus mencari pekerjaan baru.

Itulah kisah penuh liku dan tak terduga pengelolaan blok Masela. Dan, oleh karena itu, tentu Anda bisa membayangkan betapa rumitnya proyek RDMP itu karena nilai investasinya sangat besar - beberapa kali lipat dari blok Masela.

Proyek besar Indonesia Deepwater Development (IDD) juga serupa dengan blok Masela. Juga pernah ditinggalkan Investor. 

Namun, meski dua proyek besar hulu migas tersebut (blok Masela dan IDD) pernah ditinggalkan investor global, investasi hulu migas tanah air tetap diyakini masih prospektif oleh beberapa pihak. Ini, setidaknya, dikatakan oleh mantan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) periode 2014-2019, Arcandra Tahar. Senada dengan Arcandra, sekretaris dewan jendral energi nasional Djoko Siswato juga mengatakan hal yang sama.

Akhirnya; semoga proyek besar RDMP dapat berjalan mulus agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan, agar cerita bagaimana para pencari kerja (lulusan) teknik menemukan kembali surganya yang terlupakan bisa dikisahkan kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun