Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jalan Spiritual Tyo dan Hidup yang Tak Mudah Dijalani

23 Juli 2020   19:59 Diperbarui: 23 Juli 2020   20:43 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto ilustrasi: www.ellenhorn.com

Dunia itu, Anda tahu dan bisa merasai, bergerak sangat cepat dan kadang-kadang tak pasti. Manusia berjuang sekuat tenaga yang mereka punyai, lintang pukang mengejar sesuatu yang entah apa wujudnya. Mereka berdesak-desakkan dalam semesta persaingan dan tekanan. Bagi yang kalah, mereka akan lelah, tunduk, mengadu, dan akhirnya terjerembab dalam 'keputus-asaan'.

Lalu, seperti apakah yang bisa ditawarkan sebagai penawarnya?

Banyak orang mungkin akan menjawab "agama". Ya, jawaban itu bisa jadi sangat benar. Orang-orang yang kalah, beberapa diantaranya, memang akan pergi mengadukan kesulitannya kepada Tuhan atau mereka akan mencari oase spiritualisme untuk mencari ketenangan.

***

Saya mengenal Tyo. Meskipun saya tidak mengenal dia dengan baik atau tidak begitu akrab, tetapi saya kenal siapa dia dan tahu sedikit kisah tentangnya.

Tyo, dulunya, adalah seorang pengusaha. Meski kecil, tapi untuk ukuran sebuah kota kecil atau kabupaten, perempuan itu boleh disebut sukses. Namanya juga cukup populer. Ia sudah teruji. Dalam hal memberikan komitmen kepada pembeli. Sebab, jika tidak, mana mungkin ia didapuk (pernah) menjadi ketua HIPMI di kotanya?

Rumahnya yang sudah beberapa, saya kira,  sudah cukup menceritakan dan menegaskan dengan lengkap jika usahanya yang digelutinya itu berjalan dengan baik. Dan, periode keemasan dan kejayaannya itu sudah hampir enam tahun ia merasakannya, sebelum ia akhirnya menemui jalan berliku.

Semua berawal ketika Tyo mendapatkan kontrak pengadaan barang. Ia harus mencari barang sesuai pesanan. Tidak banyak. Hanya 1 kontainer. Ia lantas memenui rekan bisnis dan beberapa produsen. Ketemulah produsen yang bisa menjanjikan barang yang diminta Klien. Ia pun mendatangi orang itu. Terjadilah transaksi.

Uang muka ia serahkan. Masih ditambah uang tabungannya.

Ketika tiba waktu yang disepakati, ternyata barang yang dijanjikan tidak datang. Ketika ditanya, justru dijawab dengan ragam kilah dan dalih. Ditanya lagi, jawabannya sama: kilah dan dalih. Ketika Tyo (sedikit) mengancam, rekan kerjanya itu malah balik mengancam. Lebih galak.

Tyo akhirnya gagal mengirimkan barang pesanan dan gagal mendapatkan kepercayaan. Itulah awal jalan berliku itu. Kejadian tersebut kemudian berulang lagi. Setelah gagal menyelesaikan kontrak dan komitmen, Tyo akhirnya tak bisa lagi mendapatkan kontrak, karena ia tak lagi bisa memberikan pesanan sesuai komitmen dan ia juga sudah tidak punya uang. Rumahnya satu persatu akhirnya dijualnya..

Jalan dan usaha Tyo mulai suram. Ia jatuh. Ia kalah bersaing. Lalu, tiba-tiba ia putus asa.

Dalam kepanikan dan keputusasaannya, Tyo akhirnya pergi mencari penawar. Kemana dan kepada siapa? Anda tentu tahu jawabanya: pergi kepada orang yang dianggap bisa memberinya rasa damai, guru spiritual.

Tyo disambut hangat oleh guru spiritualnya. Dan, setelah beberapa kali perjumpaan, akhirnya "Ananda harus bergegas meninggalkan dunia. Ananda harus kembali kepada agama," kata guru spiritualnya. Itu terjadi sekitar dua tahun yang lalu.

Nah, beberapa bulan yang lalu, saat saya bertemu Tyo pada salah satu acara, saya merasa sedikit kaget dan terperanjat. Tyo yang dulu kulihat anggun selayaknya wanita profesional kini kulihat seperti seorang 'filsuf'. Ia rupanya memilih menjadi 'religius fanatik' dibanding memilih bangun dan melanjutkan kelangsungan perusahaannya. Ia, seperti yang saya lihat, juga sudah mengenakan niqob (baca: cadar).

Dalam hati saya membatin, barangkali ia (mungkin) salah menterjemahkan kata-kata yang didengar dari guru spiritualnya atau mungkin hanya mengikuti 'tren' sebagai pelancong spiritual (the year of the spiritual traveler) seperti yang pernah saya baca itu. Barangkai Tyo sudah merasa enggan membaca-baca kembali buku-buku motivasi cara kembali mengejar kekayaan.

Hidup dan jalan hidup memang sangat berliku. Saya hampir meyakini, bahwa semua pengusaha pasti mengalami siklus, masa jatuh dan bangun. Ada yang setelah jatuh, mereka menerima kenyataan, lalu melanjutkan hidup lagi. Ada yang setelah jatuh terus meratapi kejatuhannya dan tak lekas beranjak. Dan, ada juga yang mendadak menjadi 'religius fanatik', seperti kisah Tyo.

Yang jelas, apapun itu, hidup memang tak pernah mudah dijalani. Apalagi hari-hari belakangan ini, ketika Covid-19 menghantam dan membuat semuanya menjadi kian tak pasti. Tyo barangkali sudah menemukan tempat paling rahasia yang memberinya damai. Ia boleh saja duduk di sana, nyaman di sana sembari menikmati dunia yang kian sesak dan merenungi kembali jejak-jejak hidupnya ....

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun