Dalam tulisan/artikel sebelumnya di Kompasiana (6/7/20), "Tidak Cocok dengan Rekan Kerja, Haruskah Buru-buru Resign?", Indra Mahardika mengulas masalah konflik dan potensi konflik di tempat kerja dan tips-tips cara mengelolanya.
Meskipun saya sudah pernah membaca artikel yang serupa dengan ini, tetapi artikel tersebut tetap saja menarik bagi saya.
Konflik, kata Indra Mahardika, mempunyai sifat "tidak pandang bulu". Ia tak ubahnya seperti kehidupan sosial: selalu ada dan bisa menimpa kepada siapa saja.Â
Tak peduli apakah Anda adalah karyawan baru yang sedang menjalani masa percobaan (probation) atau apakah Anda seorang manager atau senior manager.
Saya sependapat dengannya. Konflik itu, saya sangat percaya, ada dimana-mana. Yang membedakannya hanya: kuantitas dan kualitasnya. Banyak orang barangkali berharap, dengan resign, mereka mungkin akan menemukan lingkungan baru yang lebih baik -- dan tak akan lagi menjumpai konflik di tempat yang baru itu. Tetapi, pendapat saya, (maaf) itu salah besar!
Konflik di tempat kerja dapat terjadi di mana-mana dan dalam berbagai versi: antara karyawan dengan karyawan, antara tim dengan tim lainnya, atau antara pengawas dan anggota tim yang mereka kelola. Sesulit apa pun konflik yang tampak, menyelesaikannya adalah pilihan paling memungkinkan. Bukan lari menghindar.
Anda boleh membaca buku-buku teori manajemen dan belajar dari siapapun cara-cara mengelola konflik di tempat pekerjaan, dan akhirnya Anda akan mendapatkan kesimpulan yang nyaris serupa dengan pengalaman saya:Â
Jika Anda adalah atasan, berilah panduan kepada bawahan Anda dan dorong mereka untuk menemukan cara untuk menyelesaikannya.Â
Jika Anda adalah pihak yang terlibat dalam konflik, ajak teman Anda (yang berkonflik dengan Anda) berbicara bersama. Dengarkan kata-katanya. Cari jalan keluar dan jangan merasa lebih rendah untuk mengambil inisiasi meminta maaf.
That' said.
Dalam dunia kerja, konflik yang tak terselesaikan (biasanya) akan berujung pada keputusan resign. Ini sebenarnya menjadi pemandangan dan hal sangat lumrah. Ada yang resign atau mengundurkan diri, kemudian ada yang menggantikan. Ceritanya ada di mana-mana. Di perusahaan manapun.
Mengundurkan diri karena konflik atau karena emosi hanya akan membuat Anda merasakan nelangsa. Jika Anda resign, berarti Anda tak memeroleh pemasukan/gaji lagi, kecuali Anda sudah mendapatkan pekerjaan baru.Â