Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

The Happiness, Sebuah Catatan Ringan

18 Juli 2020   14:28 Diperbarui: 18 Juli 2020   14:32 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto ilustarsi: https://thriveglobal.com/

Ketika berjumpa dengan teman-teman dan karib kerabat yang suka bertanya: Apakah arti 'bahagia' menurut saya? Apakah saya sekarang bahagia? Dan, pertanyaan-pertanyaan lain yang serupa dan yang sejenisnya. Masing-masing pertanyaan biasanya saya jawab dengan jawaban berbeda-beda. Tak pernah ada yang sama sebab jawaban itu keluar begitu saja secara spontan. Saya tidak pernah menyimpan dan merekam di komputer saya.

Tapi, betapapun berbeda-bedanya jawaban saya, semua jawaban saya sebenarnya nyaris serupa.

Apa itu 'kebahagiaan'?

Definisi 'kebahagiaan' menurut KBBI adalah: keadaan atau perasaan senang dan tenteram. Kamus Inggris Oxford malah mengartikan 'kebahagiaan' secara lebih sederhana, yaitu: keadaan bahagia.

Tetapi, jika kita mau menyelami sedikit lebih dalam, kita akan menemukan definisi 'bahagia' dalam Kamus Bahasa Oxford yang sedikit lebih mentereng ketimbang, yaitu: merasa atau menunjukkan kesenangan atau kepuasan.

Anda boleh mendengar dari siapapun bagaimana orang-orang di sekeliling Anda mendefiniskan 'bahagia', dan cara mengekspresikan dan mencapainya. Anda juga boleh belajar teori-teori dari buku-buku, dan akhirnya Anda akan mendapatkan kesimpulan yang sama dengan saya: jawaban yang berbeda-beda. 

Saya pernah tertarik dengan konten dari sebuah video pendek Dr. Robert Lustig, ahli endokrinologi pediatrik, dari Amerika. Lustig, di videonya itu, menjelaskan pandangan menariknya tentang apa itu kesenangan dan kebahagiaan.

Menurut Lustig, kesenangan dan kebahagiaan itu tidak sama. Materi mendatangkan kesenangan, sedangkan kebahagian tidak. Kesenangan itu sementara, sedangkan kebahagiaan itu sebaliknya; langgeng.

Kesenangan adalah fisikal dan sangat emosional, kebahagiaan adalah rohani dan spiritual.

"Menerima itu membuat kita senang, tetapi memberi itu membuat kita bahagia," kata Lustig.

Dalai Lama, seorang spiritual dan guru umat Buddha Tibet, juga memiliki pandangan yang sama menariknya dengan Lustig. Menurutnya, kebahagiaan adalah terbebaskannya manusia dari segala belenggu penderitaan.

Dahlan Iskan mungkin merasa sangat bahagia karena ia dipanjangkan umurnya oleh Tuhan setelah ia divonis penyakit hepatitis berbahaya. "Hari ini, Senin 6 Agustus 2012, genap lima tahun saya "hidup baru". Allahu Akbar! Kalau teringat begitu parahnya kondisi badan saya lima tahun yang lalu, rasanya tidak terbayangkan saya masih bisa hidup hari ini," kata Dahlan (dahlaniskan.wordpress.com).

Frans, sarjana teknik nuklir, lulusan universitas negeri sangat bergengsi, orang pertama di kampungya yang bisa menjejakkan kaki hingga universitas (menurut kisah yang diceritakannya kepada saya), membuatku terperanjat tak kepalang ketika mendengar bagaimana ia memaknai 'kebahagiaan' itu.

Ia mengaku bahagia meski gaji yang diterimanya hanya sebesar UMR, sebab (katanya) selama ia masih bisa terus merasakan momen-momen paling romantis dalam hidupnya; bercengkerama dan bertemu dengan anak-anaknya setiap hari, ia akan bahagia.

"Bisa setiap hari melihati anak-anak saya, bercengkerama dengan mereka dan merasakan lengan saya disandari oleh tubuh-tubuh mungil mereka," kata Frans.

"Itu kebahagiaan yang tidak bisa saya kisahkan."

Kesetiaan kepada keluarganya, pengertian dan pengorbanan. Begitulah yang kira-kira bisa saya simpulkan apa definisi 'kebahagiaan" menurut Frans.

Jawaban Frans sangat bagus! Tidak definitif, tidak normatif, dan standar untuk tidak mengatakan 'bahagia itu adalah mensyukuri nikmat'. Sekali lagi, jawaban Frans itu kuakui sangat bagus, sama bagusnya dengan jawaban John -- teman saya yang lain.    

John adalah seorang direktur sebuah perusahaan. Ia juga pernah memiliki perusahaan dengan karyawan lebih dari seratus orang (tetapi kini sudah bubar), ekonominya sangat mapan dan ia dianugerahi keluarga kecil yang rukun dan anak-anak yang pintar. Tetapi, ketika kutanya apa yang sudah dipunyainya ini sudah membuatnya bahagia? "Belum!" jawab John tegas.

"Aku ingin suatu saat bisa berbagi peduli kepada yang harus kupedulikan, berbagi syukur kepada orang-orang."

"Aku ingin melakukan kegiatan kemanusiaan agar banyak orang bisa merasakan dan mendapatkan manfaat. Kelak, aku ingin mempunyai yayasan. Saat itulah aku menemukan kebahagiaan."

"Hari ini aku belum bahagia, sebab yayasan yang aku impikan itu belum ada."

Jawaban John itu membuat saya tertegun -- sama seperti ketika saya bertemu dengan Frans. Sampai hari ini, jawaban Frans dan John itu masih tersimpan rapi di ruang memori di kepala saya.

Kelak, dunia mungkin perlu tahu kalau kita hebat. Tetapi, tidak dengan kebahagiaan sebab hanya kita lah yang tahu kita bahagia atau tidak.

-hanya catatan ringan-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun