Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Melakukan Negosiasi, Kau Kira Mudah?

2 Juli 2020   16:49 Diperbarui: 2 Juli 2020   20:09 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto ilustrasi: https://www.commisceo-global.com/

Saya memiliki begitu banyak teman, dan karib kerabat yang menjadi profesional-profesional di bidangnya masing-masing. Mereka bekerja di industri keuangan, di pabrik, di kontraktor dan konsultan, dan lain-lain. Yang bekerja di Indonesia dan di luar negeri.

Ada yang berlatar belakang pas-pasan, maksud saya: nilai raportnya pas-pasan alias tidak terlalu pintar, dan, tentu saja tak pernah jadi juara kelas! Tetapi, ada yang pintar sekali. Frans, teman saya, adalah lulusan universitas sangat elit. Dari cerita yang pernah dikisahkannya, dulu, ia pernah berada di Tokyo, Jepang: ikut olimpiade fisika. Saya tertegun mendengar kisahnya: otaknya bukan main encernya!

Namun, jika Anda bertanya kepada saya, siapa diantara mereka -teman dan karib kerabat- yang membuat saya merasa takjub dan memberikannya apresiasi, saya akan jawab bahwa hanya kisah milik Fitri saja yang layak kutulis di artikel hari ini. Bukan kisah Frans yang pernah ikut olimpiade matematika di Jepang itu...

Pekerjaan utama dan title Fitri sebenarnya adalah Head of Finance. Tetapi, sebenarnya, ia lebih sering mengerjakan pekerjaan yang bukan menjadi tugas pokoknya, melainkan ia kerap diberikan tugas menemani bos-nya rapat dan bertemu dengan beberapa Client untuk mengurusi kontrak dan yang sejenisnya. Nah, pada satu waktu, oleh CEO perusahaan, ia ditugasi melakukan negosiasi yang tak biasa.

Negosiasi yang tak biasa itu, dalam apa yang saya sebut sebagai imajinasi saya, itu adalah negosiasi yang tak lumrah, sulit, janggal, dan tak logis. Tingkat keberhasilannya sangat muskil, sangat mustahil. 

Saya berandai-andai, bahkan jika Fitri hanya berhasil mencapai setengah dari yang ditargetkan saja, niscaya apa yang sudah dilakukannya itu pasti akan menjadi inspirasi, layak ditulis, dan menggoda keyakinan saya. It's a simply irresistible!

Bagaimana tidak?

Ketika ia melakukan pekerjaan itu, Fitri mempertaruhkan kontrak: apakah akan diamendemen, diputus, didenda, atau bahkan mengakibatkan tindakan litigasi yang mahal harganya - misalnya dibawa ke pengadilan. Padahal, ia nyata-nyata membawa 'pesan' janggal dan mustahil akan disetujui oleh Client.

Bagaimana sedikit kisahnya dan mengapa saya mengatakan itu adalah pekerjaan 'janggal'?

Karena tak terjadi kesepakatan (harga) antara pemilik proyek dengan Pemerintah, pemilik proyek pun akhirnya harus mengambil keputusan sangat sulit: membatalkan proyek! Itu terjadi pada tahun 2015.

Tetapi, naas dan sangat sial, sebelum 2015, beberapa subkontrak pengadaan ternyata sudah ditandatangani pimpinan dan beberapa komponen sudah dibeli oleh vendor, termasuk komponen yang dibeli perusahaan tempat Fitri bekerja. 

Dan, pekerjaan berat sekaligus 'janggal' itu pun akhirnya datang: Fitri harus bernegosiasi agar pemilik proyek tetap membeli barang yang sudah dibelinya dan termasuk membayar kompensasi-kompensasi lainnya lumayan besar. "Kamu harus berhasil. Dengan cara apapun," demikain pesan bos-nya.

Barang yang dipersengketakan itu tidak murah. Nilainya saja 100 milyar lebih sekian! Jika ditambah biaya dan kompensasi lainya, nilainya menjadi 120 milyar!!   

Kesulitan pertama: barang itu sangat khusus -bukan barang umum. Jika tak digunakan, mungkin mereka akan membuang dan hanya akan menjadi 'sampah'. Begitulah kira-kira. Apakah Client mau 'dipaksa' membayar barang seharga lebih dari 120 milyar untuk sesuatu yang jelas-jelas tidak akan dipakainya, karena proyek itu batal?

Anda boleh belajar dari siapapun cara-cara bagaimana penipu menipu korbannya, menggombalinya, merayu, membuat mereka takluk, dan berhitung, bagaimana probabilitasnya. Catat lalu praktekkan.

Anda juga boleh belajar teori-teori melakukan negosiasi dari buku-buku hebat, menjadikan segala kekuatanmu menjadi bagian dari senjatamu: mungkin perlu drama, sedikit emosi, atau segala metafora, trik, atau sedikit bluffing, dan bagaimana akhir dari pekerjaan Anda?  

Anda tahu bluffing?

Bluffing adalah upaya untuk 'menipu' lawan Anda dengan membuat mereka berpikir Anda akan melakukan sesuatu padahal Anda benar-benar tidak memiliki niat untuk melakukannya, atau menceritakan bahwa Anda kenal bapak Ini Bapak Itu atau memiliki koneksi yang tidak benar-benar Anda miliki. Intinya: bluffing adalah cara dan 'seni' berkompetisi: untuk membuat lawan Anda menjadi tunduk kepada kemauan Anda. Bluffing kadang-kadang (memang) harus digunakan.

Kesulitan kedua: Siapa sebenarnya pihak yang dihadapi Fitri sehingga saya merasa perlu menyebutnya sebagai pekerjaan yang tidak biasa? Ya, ya, sebaiknya Anda harus tahu siapa yang harus ditemui Fitri. 

Pihak yang menjadi 'lawan' Fitri, yang harus ia buat takluk pada kemauannya, adalah: pemilik group usaha besar, ketua DPD partai besar, dan orang berpengaruh. Dia adalah Client. Dia adalah pemilik uang. Dia lah yang seharusnya mengatur segala pasal-pasal kontrak. Dia lah yang seharusnya mendikte vendor. Bukan yang sebaliknya..  

Bukankah, menurut logika gampangan saya, client seharusnya tidak tunduk pada vendor? Yang ketiga: seperti yang saya tulis di atas, jika Anda adalah pemilik, apakah Anda mau 'dipaksa' membayar barang seharga lebih dari 120 milyar untuk sesuatu yang jelas-jelas tidak akan Anda pakai, karena proyek itu batal?

Akan tetapi, pada akhirnya, setelah belasan bulan, dan puluhan kali rapat negosiasi, inilah kisah hebat itu: Fitri berhasil! Dan, aku terpukau karena kagum..

Sekali lagi aku takjub pada kisah Fitri karena ia melakukan semua itu seorang diri. Pihak yang seharusnya mendikte, malah didikte. Yang seharusnya mengatur, malah diatur.

Again, It's a simply irresistible!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun