Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Selama Belasan Tahun, (Ternyata) Saya Bekerja dengan Cara dan Anggapan yang Salah

4 Februari 2020   22:21 Diperbarui: 5 Februari 2020   01:07 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyajikan lingkungan kerja yang membangun kompetensi sumber daya manusia (Sumber: Pixabay)

Setiap pagi, usai menyesapi kopi atau teh pahit, hanya beberapa menit setelah saya menaruh bokong di kursi di depan komputer, saya (biasanya) segera membuat daftar pekerjaan sangat penting yang harus saya tuntaskan hari ini. 

Saya bisa menuliskan berpuluh-puluh pekerjaan yang harus tuntas sebelum saya pulang merebahkan tubuh. Membuat analisa, memberikan pertimbangan-pertimbangan, merekomendasikan sesuatu, menyimpulkan, membuat laporan, menghadiri rapat-rapat penting, datang ke lapangan, mereview dokumen, memaparkan konsep, dan lain-lain.

Hampir sepanjang saya bekerja, selama lebih dari 20 tahun, seingat saya, belum pernah satu kalipun saya tidak menuntaskan seluruh pekerjaan yang saya tuliskan dalam daftar itu. Yang saya buat sendiri itu. Usai saya tuntaskan setiap pekerjaan, saya selalu mencoretnya dengan spidol berwana merah. Bagi saya, setiap coretan adalah progress. Dan kebanggaan.

Karena asyik menjawab dan sekadar merespon hal-hal yang mendesak karena tuntutan, saya dan (mungkin) banyak orang tanpa sadar telah membuang begitu banyak waktu karena hanya melakukan hal-hal yang mendesak dan harus diselesaikan, tapi (sebenarnya) hal itu tidak cukup penting. Saya dan orang-orang itu terjebak dalam kuadran ke-3.

Tetapi, meski kuadran ke-3 telah memerangkap saya, saya mungkin masih agak lebih baik dari pada orang-orang yang terjebak dalam kuadran ke-4; menghabiskan waktu berharga mereka untuk mengerjakan hal-hal yang tidak penting dan tidak mendesak. Mereka tampak sibuk, tetapi (sebenarnya) mereka hanya mengerjakan pekerjaan sia-sia.

Orang-orang yang terjebak dalam rutinitas mengerjakan pekerjaan yang berada dalam kuadran 4 digambarkan sebagai mengerjakan aktivitas atau pekerjaan, misalnya, hanya berselancar di dunia tanpa sekat dan tanpa tujuan, membuang-buang waktu menjelajahi media sosial, stalking, memeriksa lantas menertawai status orang-orang, merespon dan mendiskusikan status-status yang tidak penting, dan lain-lain.

Hal menarik, dan ini menjadi fakta, bahwa kita kerap menyukai atau memberikan apresiasi kepada orang, karyawan atau bawahan karena mereka rela menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk menyelesaikan hal-hal yang termasuk dalam kuadran 1 atau kuadran 3 semata-mata karena untuk menjawab kebutuhan mendesak. Tidak peduli apakah penting atau tidak penting. Bukankah benar adanya bahwa kita memang kerap memberikan apresiasi karena mereka (bawahan kita) mampu menyelesaikan tugas, meski hanya sekedar mengetik surat saja?

Kegiatan kuadran 2 (penting tetapi tidak mendesak) umumnya tidak memiliki konsekuensi langsung, jadi banyak orang cenderung untuk tidak melakukannya karena tidak mendesak. Ini digambarkan sebagai, misalnya, mengikuti training atau seminar.

Jadi, jika mengambil pembagian kuadran menurut Covey sebagai rujukan, kita sebenarnya bisa lebih fokus untuk menuntaskan kegiatan yang termasuk dalam Kuadran 1 dan 2. 

Kita bisa saja menunda atau mendelegasikan hal-hal atau pekerjaan yang berada dalam kuadran 3 dan doing something untuk meminimalkan gangguan yang bisa menyeret orang terperangkap ke dalam kuadran 4.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun