Pada hari Sabtu dan Minggu kemarin (19/10 dan 20/10), saya menyegajakan bangun agak siang. Tidak seperti biasanya, usai sholat Subuh, saya memutuskan untuk kembali memeluk mimpi. Raga yang lelah setelah sepekan bekerja seolah enggan beranjak dari sisa mimpi yang belum lunas.
Jam 09.00 saya bangun dan segera melongok ke luar jendela. Dari celah sempit kaca nako, di depan pintu kamar kostel, terlihat molly dan anak-anaknya yang kecil sudah menungguiku. Dan, begitu pintu kamar kubuka, mereka segera menghambur menyerbuku. Mereka serempak mengeong-ngeong minta sarapan. Begitu saya melihat sorot mata mereka, yang tajam dan bulat, seperti biasanya, saya menjadi luluh. Iba. Tidak tega untuk tidak memberi mereka sarapan.
Maka, segera saja saya ambil beberapa ikan pindang dari dalam kulkas dan saya taruh di wadah plastik yang biasa saya sediakan untuk mereka.
Molly dan anak-anaknya segera memakan ikan pindang di piring plastik dengan lahap. Sesekali mereka mengangkat kepalanya yang bulat, menatapku sebentar, lalu melanjutkan makan lagi.
Aku merekam dengan baik tingkah mereka yang menggemaskan itu...
Setelah itu, saya lalu pergi membersihkan badan dengan mengguyur tubuh dengan air dingin. Saya lebih suka mandi pagi dengan air dingin daripada air hangat. Sambil menghirupi bau harum sampo yang busanya meleleh hingga ke seluruh tubuh, saya serasa ingin berlama-lama menghabiskan Sabtu pagi di bak mandi. Hanya saja, saat teringat janji menemani mas Baskoro, memaksa saya segera menyudahinya..
"Ayo mas, kita berburu foto lagi," mas Bas menuliskan pesan itu di mesin gawaiku. Jumat malam minggu yang lalu..
Bagiku, menemani mas Baskoro yang menyukai fotografi adalah salah satu aktifitas week end sangat menyenangkan. Menurutku, ia sangat pintar mengambil foto-foto eksotik dari sudut-sudut yang tidak pernah aku sangka, yang menghasilkan foto-foto apik yang ia pajang di akun IG-nya. Kini jumlah follower IG mas Bas sudah mencapai belasan ribu....
Seharian menemani mas Baskoro pada hari Sabtu itu benar-benar membawa saya bisa keluar dari rutinitas penat sehari-hari. Dan, gara-gara berteman dengan dia lah, saya pun pernah bercita-cita (kelak) bisa mempunyai akun IG sendiri dan ingin memamerkan foto-foto hasil karya saya sendiri.
Mas Bas, bagi saya, adalah alam. Itu bisa ditengeri dari foto-fotonya yang selalu berkisah tentang alam. Barangkali, melalui karya-karya fotonya itu, ia ingin mengatakan bahwa hidupnya adalah untuk alam. Ia ingin menyatu dan bersahabat dengan mereka.
"Cobalah bersahabat dengannya. Kamu pasti bisa merasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada perdebatan," katanya.
Mas Bas benar! Menemaninya berburu foto-foto alam benar-benar bisa membuatku keluar dari rutinitas sehari-hari yang kusut, yang tak terasa sudah kulakukan hampir delapan tahun hidup di Jakarta. Ritme hidup saya, selama di Jakarta, selalu tidak jauh-jauh dari ini: bangun subuh hari usai Azan, sholat, lalu mengecek HP. Memeriksa timeline, hastag, FB, menaikkan hastag, memberikan komen, me-like, me-retweet ... dan tahu-tahu sudah jam 6.30 pagi. Lantas terhenyak, ternyata, saya belum melakukan apa-apa setelah satu setengah jam!
Setiap pulang kerja, menjelang atau setelah jam 10 malam, pada saat tubuh sudah sangat penat, saya juga tidak bisa lekas tidur. Sebelum saya benar-benar bisa memeluk mimpi, saya (ternyata) kembali menyerah diseret masuk ke dalam jebakan seperti tadi pagi dan tadi siang. Memeriksa timeline, hastag, nge-tweet, membuka FB, memberi komen di laman akun-akun orang-orang terkenal atau tokoh yang saya follow, menikmati status orang lain dan ikut nimbrung dalam keriuhan orang-orang yang saling menghujat .....
Dalam gelembung-gelembung obrolan itu, meski tidak hampir selalu, saya kadang-kadang harus bertukar argumen dan keyakinan yang sering kali diperdebatkan, diamini atau disombongkan. Mereka sudah tampak seperti manusia yang tidak sewajarnya (jangan-jangan saya juga demikian): Benarkah mereka-mereka yang saling menghujat itu merasa diri mereka lebih baik karena pihak lain terlihat lebih buruk? Atau barangkali mereka senang melihat ketidakbaikan orang lain?
"Kamu tidak akan pernah kehabisan alasan untuk saling membenci," kata teman saya.
Kadang-kadang, pada suatu titik yang tertentu, aku menyadari bahwa keseluruhan hidup orang itu ternyata tidak lebih dari aktifitas ini: datang dan pergi. Memasuki lalu pergi meninggalkan kerumunan demi kerumunan. Mereka datang menuliskan komentar yang lantas diperdebatkan (sangat riuh), menghilang lalu datang sejam lagi. Yang di-representasikan dalam gelembung-gelembung percakapan.
Jika kantuk sudah tidak bisa saya tahan, saya lantas tidur menjemput mimpi. Biasanya itu terjadi pada jam 1 atau 2 dinihari. Begitu seterusnya..
Setiap hari, di lift, di kedai, di ruang rapat dan di mana-mana, saya kerap memperhatikan orang-orang yang selalu sibuk dengan hape mereka. Baru berbicara sejenak, jari jemari kembali dialihkan ke layar kecil seukuran 4 inchi itu.
Apakah demikian hidup ini? Apakah hidup itu hanya diisi kesibukan berpindah dari kerumunan yang satu ke kerumunan yang lain. Berupaya agar mereka terus dilihat dalam setiap keramaian yang tidak lagi digarisi oleh waktu. Yang tergopoh-gopoh menyambut setiap ada tanda merah terlihat atau suara "ping" terdengar. Yang terhenyak saat tersadar, ternyata, sejam telah berlalu dan masih saja kita berkutat di kerumunan yang sama. Memperbincangkan hal yang sama yang tidak berkesudahan. Tidak beranjak ke mana-mana dan tidak melakukan apa-apa.
Pada hari saat Presiden dilantik, hari Minggu kemarin, aku kembali tidak menolak dimintai mas Bas menemaninya mencumbui alam. Mengambili foto-foto di Hutan Mangrove PIK dengan ditemani sebotol kopi favorit dan sepotong roti yang ditaburi kacang almond adalah aktifitas yang benar-benar sangat menyenangkan hari Minggu kemarin. Melihati ranting, burung, air, dan matahari yang mulai menghilang saat senja dengan bayang-bayang tumbuhan mangrove adalah pemandangan sangat mewah bagi saya. Tidak lupa, bertemankan buku  yang sejak tiga minggu lalu belum juga usai saya baca .. hhmmm... ternyata aku baru paham: bahwa dunia tanpa gawai itu sangat damai!!
Ternyata, selama 2 hari itu tanpa gawai itu pula, saya juga seperti disadarkan oleh "kesimpulan" kecil: bahwa (ternyata) media sosial selama ini telah merenggut banyak hal dari hidupku....
Selamat datang kembali hari Senin
Jarum jam sudah menunjukkan angka 02.30 dini hari saat draft tulisan ini hampir kurampungkan. Ahhh waktu, betapa cepatnya engkau bergulir. Â Â
Sebentar lagi Senin pagi menyosong. Selamat datang kembali hari-hariku sibuk yang (kembali) akan menjebakku dalam dunia ilusi yang tak bertepi..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI