SATU sore di jalan tol Jakarta -Bandung.
Saya tak ingat pasti dari topik awal apa diantara kami bertiga memulai mengobrol hingga tiba-tiba Frans, teman saya, menjadikan tema CLBK sebagai tema hangat kami sepanjang sore itu.
"Jane," kata Frans menyebut nama gadis teman SMA yang (dulu) begitu ia cintai. Yang ternyata begitu sulit ia lupakan. Hingga kini.
"Ini foto Jane. Ia lulusan arsitek dari universitas nomer satu di Jawa Tengah, " Frans lalu menyodorkan hape androidnya kepada saya.
Saya melongok handphone putih yang disodorkan Frans dan melihat foto perempuan itu ada di sana. Jane tampak memakai mantel berwarna coklat. Dengan kerudung berwarna terang, celana jin gelap dan sepatu dengan hak tinggi, Jane memang tampak anggun. Â Â
"Saya dengar ia sekarang bekerja di perusahaan konsultan perencana dan menjadi agen penjualan property."
"Jane.. Ibu yang ayu dan manis. Wajah keibuannya membuat saya sulit melupakan wanita pendiam itu."
Dulu, Frans melanjutkan kisahnya, sewaktu masih kuliah, setiap dua minggu ia masih bisa bertemu dengannya, tapi setiap hari ia mengaku terus merindukannya.
Kisah Frans, awalnya, ternyata, tak ubahnya seperti kisah saya, atau mungkin Anda, dan seperti banyak kisah milik orang-orang lain yang pernah gagal dan mengalami pengalaman pahit dalam karir. Selama hampir dua tahun, setelah Frans lulus kuliah, ia berusaha berjalan ke sana kemari, dari satu tempat ke tempat yang lain, sambil membawa amplop berisi surat lamaran. Frans terus berharap bakal ada satu perusahaan besar yang sudi menjadikannya sebagai karyawan. Â
"Aku pikir, setelah menjadi karyawan, aku bisa memamerkannya di depan Jane dan ibunya."
Namun, takdir tak dapat ditolak. Ternyata, tak ada satu perusahaan pun yang sudi menerima Frans bekerja. Mendapati kenyataan itu, (mungkin) calon mertuanya menjadi khawatir dan mimpi buruk itupun terjadi. Ibu Jane akhirnya meminta Jane bersedia dinikahkan dengan laki-laki pilihan Ibunya. Â